KOMPAS.com - Pertambangan dan hilirisasi nikel dilaporkan membuat sejumlah sungai di Halmahera, Maluku Utara (Malut), tercemar dan rusak.
Menurut siaran pers dari Forum Studi Halmahera (Foshal) Malut, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Malut, dan Trend Asia, hilirisasi nikel secara langsung membuat Sungai Akejira dan Ake Kobe di Halmahera Tengah hancur.
Kedua sungai tersebut membentang melewati permukiman di Desa Woekop, Desa Worjerana, Desa Kulo Jaya, dan Desa Lukulamo, Weda Tengah.
Baca juga: Hilirisasi Nikel Babat Puluhan Ribu Hektare Hutan di Halmahera
Air Sungai Akejira dan Ake Kobe dilaporkan berwarna merah kecokelatan yang menunjukkan adanya kontaminasi tanah galian ore nikel.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Foshal Maluku Utara Julfikar Sangaji mengatakan, perubahan warna air di aliran sungai itu sudah terjadi sejak 2018 dan masih keruh sampai saat ini.
"Terkontaminasi air dengan ore tambang nikel membuat akses warga terhadap kedua sungai itu pupus," kata Julfikar dikutip dari siaran pers bersama Foshal Malut, Walhi Malut, dan Trend Asia.
Padahal semula aliran sungai tersebut merupakan sumber kebutuhan air bersih dengan segala pemenuhan keperluan rumah tangga warga sekitar.
Baca juga: Pemerintah Diminta Perketat Regulasi dan Pengawasan Hilirisasi Nikel
Operasi tambang nikel yang berada di hulu sungai diduga kuat menjadi penyebab terkontaminasinya air sungai.
Selain itu, Sungai Sageyan di Kampung Sagea, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah juga mengalami nasib serupa.
Aliran sungai yang terhubung dengan wilayah karst tersebut juga kerap menunjukkan perubahan warna air menjadi merah kecoklatan meski tanpa hujan.
Perubahan air di Sungai Sageyen diduga disebabkan oleh operasi tambang nikel di wilayah hulu.
Baca juga: Hilirisasi Nikel di Halmahera, Dugaan Pelanggaran HAM dan Perusakan Lingkungan
Di sisi lain, Sungai Sageyen merupakan objek ekowisata sekaligus sumber air minum warga di kampung Sagea.
Peristiwa hancurnya sungai yang berhubungan dengan hilirisasi itu juga terjadi di Sungai Sangaji, Maba, Halmahera Timur serta Sungai Toduku di Obi, Halmahera Selatan.
Rusaknya sungai akibat pertambangan dan hilirisasi nikel berimbas pada pencemaran di laut.
Berdasarkan riset yang dilakukan Walhi Maluku Utara pada Maret sampai April 2023 menyebutkan, status kualitas air di Teluk Weda dan Pulau Obi terindikasi mengalami pencemaran.
Baca juga: Mendekati Debat Cawapres, Para Kandidat Diminta Terbuka Soal Hilirisasi Nikel
Tingkat pencemarannya bahkan sudah terakumulasi hingga ke biota laut seperti kima dan ikan yang telah terpapar dengan logam berat.
Logam berat bersifat toksik dan dapat membahayakan masyarakat sekitar. Kondisi yang sama juga terjadi perairan Teluk Buli, Halmahera Timur.
Perairan di Teluk Weda, Pulau Obi, dan Teluk Buli merupakan wilayah yang dekat dengan kawasan industri hilirisasi nikel.
Kondisi perairan serta biota laut yang sudah terindikasi tercemar dan terpapar logam berat diduga kuat karena aktivitas hilirisasi maupun pertambangan yang berlangsung.
Baca juga: Nikel Sulteng dan Maluku Terbesar di Dunia, RI Belum Bisa Produksi Sendiri
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya