Beliau pernah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetapkan daerah Naqi’ sebagai daerah konservasi, begitu pula Umar menetapkan daerah Saraf dan Rabazah sebagai daerah konservasi”.
Para ulama dan komunitas Muslim modern telah merumuskan konsep Fikih Lingkungan (Fiqhul Bi’ah), yakni ketentuan-ketentuan Islam tentang prilaku manusia terhadap lingkungan hidup dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan menjauhkan kerusakan.
Dalam bukunya berjudul Ri’ayatul Bi’ah fi Syari’atil Islam (diterjemahkan dengan judul ‘Islam Agama Ramah Lingkungan’), Syaikh Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan bahwa sesungguhnya Islam sangat concern terhadap isu lingkungan hidup.
Secara normatif, pemeliharaan lingkungan dalam perspektif Islam berada pada kerangka 5 khazanah ilmu, di antaranya ilmu etika atau tasawuf yang kemudian melahirkan konsep etika lingkungan.
Mengenai etika lingkungan, pada 2010 seorang aktivis lingkungan asal Amerika Serikat, Ibrahim Abdul-Matin meluncurkan buku “Green Deen: What Islam Teaches about Protecting the Planet”.
Dalam formulasi “Agama Hijau” yang digali dari tafsir ekologi, terdapat enam prinsip: tauhid, ayat, khalifah, amanah, adil, dan mizan (keseimbangan).
Prinsip tauhid (understanding the oneness of God and his creation) menjelaskan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Dialah yang menciptakan sekaligus memelihara dan mengatur tatanan alam semesta.
Lalu prinsip ayat (seeing signs of God everywhere) menegaskan bahwa segala penciptaan di alam raya ini merupakan tanda adanya Tuhan beserta kebesaran-Nya.
Sedangkan prinsip khalifah (being a steward of the earth) dan prinsip amanah (honoring the trust we have with God) merupakan prinsip yang saling berkaitan, menekankan bahwa manusia sebagai ciptaan Allah yang menjadi wakil-Nya di bumi (khalifah) menanggung tugas inti dalam menjaga keberlanjutan dalam membangun peradaban di muka bumi.
Terakhir prinsip adil (moving towards justice) dan mizan (living in balance with nature) menjadi pilar terhadap perspektif Green Deen bahwa adanya keadilan atau perilaku tidak zalim dapat membuat alam lebih harmonis dan lestari.
Pada akhirnya, yang dibutuhkan saat ini adalah perbuatan nyata. Penjelasan ilmiah yang terang benderang dan acuan kredibel dari teks kitab suci telah diuraikan.
Para pendakwah harus mulai membawa tema climate change ke forum-forum pengajian atau bahkan melalui mimbar khutbah.
Umat beragama didorong untuk menjalankan praktik baik yang ramah lingkungan. Dimulai dari hal-hal kecil seperti menghemat penggunaan air wudhu dan mendaur ulangnya untuk pembuangan kloset toilet, menanam pohon di area pusat kegiatan keagamaan, hingga mengondisikan rumah ibadah agar hemat energi.
Sedekah lingkungan juga bisa didorong sebagai ragam baru dalam penganggaran dari hasil pengumpulan dana umat.
Selain yang tak kalah penting, perlunya menjalin kolaborasi dengan berbagai elemen sehingga persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah) menjadi landasan penting dalam bergerak untuk menyikapi krisis iklim.
*Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja, Kementerian PPN/Bappenas
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya