Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adolf Roben
Aparatur Sipil Negara

Aparatur Sipil Negara di Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Denpasar

Program Makan Siang Gratis, Food Estate, dan Diversifikasi Pangan

Kompas.com - 05/03/2024, 06:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PROGRAM makan siang gratis di sekolah menjadi salah satu andalan dalam kampanye calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka.

Dengan hasil quick count yang jauh mengungguli dua pasangan calon lainnya, diyakini pasangan Prabowo–Gibran akan memenangkan pemilu presiden dalam satu putaran.

Nantinya, tentu program ini akan menjadi salah satu yang ditagih realisasinya oleh masyarakat.

Makan siang gratis bukan merupakan program baru. Pemberian makan siang di sekolah sudah dilakukan di banyak negara.

Menurut laporan State of School Feeding Worldwide 2022 dari World Food Programme, 76 negara telah berkoalisi untuk menciptakan program makan di sekolah bersubsidi ataupun gratis di negaranya.

Program makan di sekolah diyakini penting sebagai program sosial safety net dengan berbagai manfaat krusial.

Program ini mendukung kebutuhan pelajar mendapatkan nutrisi harian yang cukup untuk tumbuh kembangnya, menciptakan lapangan pekerjaan penyediaan makanan, dan mendorong permintaan terhadap bahan pangan lokal.

Terlepas dari berbagai manfaatnya, program ini dipertanyakan oleh banyak pihak tentang sumber dana untuk mewujudkannya yang bisa mencapai ratusan triliun rupiah.

Selain itu, masalah jaminan ketersediaan bahan makanan utama yang akan digunakan untuk mewujudkan program tersebut, terkait pasokan susu dan beras juga menjadi pertanyaan yang belum jelas dijawab oleh pasangan tersebut.

Menurut data Kemendikbud, pada tahun 2023/2024 terdapat 53,14 juta murid di Indonesia.

Dengan jumlah tersebut, jika memperhitungkan kebutuhan nasi/bahan makanan pengganti sejumlah 150 gram per porsi, maka dibutuhkan sebesar 7,9 ton beras per hari untuk program makan di sekolah.

Namun, sebenarnya masalah bahan makanan untuk program ini juga menyimpan peluang untuk program food estate sekaligus kesempatan mengenalkan bahan makanan alternatif pada masyarakat.

Hal ini juga sejalan dengan program diversifikasi pangan, untuk mengenalkan keberagaman pangan pada masyarakat yang dijalankan Kementerian Pertanian.

Kenapa harus selalu beras?

Beras merupakan bahan makanan pokok yang telah menjadi konsumsi utama di Indonesia. Menurut data Statistik Konsumsi Pangan 2022 yang diterbitkan Kementerian Pertanian, konsumsi beras di Indonesia mencapai 81.044 kilogram per kapita per tahun pada 2022.

Konsumsi beras jauh melampaui konsumsi bahan makanan pokok lainnya di Indonesia. Karena itulah beras menjadi fokus utama program food estate, yang sudah dijalankan di Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, NTT, dan Papua dengan total luas lahan 55.000 hektare.

Pertanyaan yang muncul dari data ini adalah, kenapa harus selalu beras? Fakta tersebut menjadi ironis mengingat Indonesia memiliki lahan untuk perladangan dan pertanian yang luas, yang kurang termanfaatkan karena kurang cocok ditanami beras.

Indonesia memiliki 11,84 juta hektare lahan kering yang sulit ditanami padi (data BPS tahun 2015).

Lokasi lahan kering di Indonesia yang sebagian besar berada di luar pulau Jawa seluas 9,16 juta hektare (77,35 persen) juga membuka potensi pulau-pulau lain menjadi lumbung penghasil bahan makanan pokok alternatif selain beras.

Beberapa lokasi food estate saat ini sudah mulai memberdayakan makanan alternatif, salah satunya sorgum.

Program food estate penanaman sorgum di Indonesia pada 2023 diproyeksikan sebesar 115.000 hektare di seluruh Indonesia, dengan lahan terluas sebesar 25.000 hektare lahan berada di pulau Sumba.

Uji coba penanaman sorgum pada lahan kering perbukitan telah berhasil dilakukan di Aceh pada 2023 oleh BMKG Indrapuri bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Data tersebut menunjukkan bahwa lahan kering di Indonesia dapat memberikan hasil yang cukup baik, jika ditanami tanaman pangan yang tepat.

Namun masalah selanjutnya yang harus dipecahkan adalah, bagaimana agar bahan makanan pokok alternatif yang nantinya berhasil diproduksi dapat diterima pasar di Indonesia?

Salah satu alasan kenapa serapan pasar dan permintaan terhadap bahan makanan pokok alternatif masih rendah adalah masih kurangnya wawasan masyarakat terhadap makanan pokok alternatif dan hasil olahannya.

Program makan siang gratis di sekolah dapat dimanfaatkan sebagai sarana mengampanyekan konsumsi bahan makanan pokok alternatif pada generasi muda Indonesia. Selain itu, program ini juga berpotensi mendukung penyerapan hasil program food estate.

Alasan lain kenapa bahan makanan alternatif sulit untuk populer bagi masyarakat kita, terutama pada usia dewasa adalah kurangnya familiarity dengan bahan pangan ini.

Menurut Nurti Y. dalam Kajian Makanan dalam Perspektif Anthropologi (2017, 1-10), kebiasan dan pola makan serta pengaruh budaya yang sudah tertanam sangat memengaruhi pemilihan makanan di masyarakat.

Kepercayaan dan budaya makan nasi yang sudah tertanam kuat di masyarakat sulit diubah karena sudah merupakan kebiasaan hidup sehari-hari.

Harapan untuk mengubah dan menanamkan selera masyarakat terhadap makanan pokok alternatif harus ditanamkan sejak dini agar bisa efektif.

Dengan mengenalkan makanan pokok alternatif sejak dini melalui program makan siang gratis, siswa sejak remaja dapat dibiasakan dengan cita rasanya.

Selain itu, makan bersama di sekolah juga dapat membuat ikatan emosi dengan makanan, yang dapat membuat familiarity siswa dengan makanan pokok alternatif meningkat.

Hal ini juga untuk mendorong permintaan pasar terhadap produk tersebut di masa depan dapat berkembang.

Program makan siang gratis dan food estate berpotensi disinergikan untuk mendukung diversifikasi pangan yang diupayakan Kementerian Pertanian.

Tentu memerlukan upaya besar untuk menyinergikan ketiga program tersebut, tapi potensi baik dan manfaat yang dihasilkan dari sinerginya rasanya sayang jika tidak direalisasikan pemerintah.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com