Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Luncurkan Indeks Desa demi Pemerataan Pembangunan

Kompas.com, 5 Maret 2024, 21:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) meluncurkan Indeks Desa pada Senin (4/3/2024).

Indeks Desa ini dijadikan sebagai indikator tunggal dalam mengukur perkembangan desa-desa di Indonesia.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti mengatakan, indeks ini penting karena digunakan sebagai acuan bersama dalam mengintegrasikan data mengenai perdesaan.

”Dengan Indeks Desa sebagai panduan tunggal, kita dapat lebih efektif mendorong kemandirian desa dan merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran untuk kemajuan berkelanjutan,” ujar Dewi dalam acara peluncuran di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin (4/3/2024).

Baca juga: Kembangkan Desa Selaras Kota, Ini 5 Kunci dari Bappenas

Indeks Desa dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pembangunan desa, yang terbagi menjadi enam dimensi yaitu layanan dasar, sosial, ekonomi, lingkungan, aksesibilitas, dan tata kelola pemerintahan desa.

“Jadi itu yang kita ukur supaya kita tahu, posisi desa tersebut seperti apa. Apakah sudah maju, apakah masih tertinggal? Apa yang bisa diperbaiki?” tuturnya, di sela-sela acara.

Adapun data yang dihimpun oleh Indeks Desa akan digunakan untuk pengalokasian dana desa per tahun, hingga penetapan target pembangunan desa dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan rencana pembangunan daerah.

“Karena kita ada program Dana Desa, jadi ini termasuk bagaimana mengalokasikan dana desa. Lembaga yang ada di desa juga bisa menggunakan (indeks) ini sebagai ukuran,” imbuh Dewi.

Gabungan dua indeks agar terintegrasi

Sebagai informasi, pembuatan Indeks Desa telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas Penyaluran Dana Desa pada Desember 2019 lalu. Namun, indeks ini baru bisa diluncurkan pada awal 2024 karena memakan waktu yang cukup panjang.

Baca juga: Punya Potensi Besar, Desa Wisata di Gorontalo Ikuti Pelatihan Pemasaran

Indeks Desa yang baru diluncurkan, merupakan penyatuan dua indeks yang selama ini digunakan untuk mengukur perkembangan desa.

Indeks pertama adalah berbasis data Potensi Desa Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikelola Bappenas.

Sedangkan indeks kedua adalah Indeks Desa Membangun (IDM) yang menggunakan data dari tingkat desa yang dikelola oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Perbedaan keduanya antara lain mencakup sumber data, metode perhitungan, dimensi, variabel, serta mekanisme verifikasi data.

“Pada 2019 itu ada dua indeks, Indeks Desa dan Indeks Desa Membangun. Nah ini beda, angka jumlah Desa Mandiri (di kedua indeks) berbeda. Desa Tertinggal juga beda, lokasinya, jumlahnya,” papar Dewi.

Baca juga: Kuatkan Ekonomi Desa, BUMDes Perlu Berorientasi Ekspor

Akhirnya, Kementerian PPN/Bappenas melakukan sejumlah koordinasi dengan berbagai lembaga terkait untuk menyempurnakan Indeks Desa.

Sehingga kemudian saat ini lahir Indeks Desa yang telah disempurnakan, sebagai indeks tunggal pengukuran capaian pembangunan desa.

“Dengan revitalisasi ini, kami harapkan tidak ada lagi dualisme dalam pengukuran perkembangan desa,” ujar Dewi.

Wujudkan pemerataan pembangunan

Meski sudah diluncurkan, hasil perhitungan Indeks Desa baru akan digunakan secara resmi pada 2025, karena masih membutuhkan sejumlah penyesuaian termasuk verifikasi data.

Adapun yang digunakan adalah indeks berbasis data dari hasil pendataan yang dilakukan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) dalam rentang April/Mei hingga Juni 2024.

Baca juga: Sukses Kelola Sampah, Desa di Banyumas Raup Rp 140 Juta per Bulan

Sementara itu, Sekretaris Utama Bappenas Teni Widuriyanti mengungkapkan, Indeks Desa menjadi indikator kinerja pembangunan desa yang universal.

“Indeks Desa dapat menjadi acuan utama penyusunan kebijakan pembangunan desa di berbagai dokumen perencanaan di tingkat pusat, daerah, hingga desa,” ujarnya.

Indeks ini, sejalan dengan implementasi pemerataan pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN 2025-2045.

”Yang mengamanatkan penyelesaian ketimpangan untuk mencapai salah satu visi Indonesia Emas 2045, yakni kemiskinan menuju nol persen dan ketimpangan berkurang,” papar Teni.

Sebagai informasi, pada 2023 BPS mencatat kemiskinan perdesaan mencapai 12,22 persen, di atas kemiskinan perkotaan yaitu sebesar 7,29 persen.

Untuk itu, mewujudkan pembangunan yang merata tidak hanya menargetkan pengurangan ketimpangan antara barat dan timur Indonesia, tetapi juga ketimpangan antara perkotaan dan pedesaan.

”Pembangunan desa dalam Indonesia Emas 2045 dititikberatkan pada pengarusutamaan pembangunan desa yang bersifat lintas sektor dan lintas aktor, menuju kemandirian desa. Desa harus mau dan mampu tumbuh dan maju bersama dan selaras dengan kota,” pungkas Teni.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Swasta
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
LSM/Figur
RSPO Belum Terima Laporan Dugaan Anggota Sebabkan Banjir Sumatera
RSPO Belum Terima Laporan Dugaan Anggota Sebabkan Banjir Sumatera
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau