"Tiga tahun lalu, kami, Kementerian ESDM dan PLN mengubah RUPTL-nya, ada 13 GW PLTU dalam planning dihapuskan. Ada 1,1 GW PLTU batu bara, bukan hanya dihapus tapi digantikan dengan energi baru terbarukan. Ada 800 MW PLTU yang bukan hanya dihapus, digantikan dengan gas," paparnya.
Ia menjelaskan, komposisi RUPTL saat itu diubah. RUPTL 2021-2030 lebih hijau karena porsi energi baru terbarukan (EBT) lebih besar yakni 51,6 persen, sementara porsi energi fosil lebih rendah yakni 48 persen.
“Sudah tiga tahun lalu bergeser yang tadinya fokus pada penambahan kapasitas fosil fuel, bergeser penambahan kapasitasnya didominasi dengan energi baru terbarukan,” ujarnya.
Baca juga: Aturan Baru Disahkan, Daftar PLTS Atap On-grid Cuma Januari dan Juli
Sementara itu, Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PT PLN Persero Evy Haryadi mengatakan perubahan RUPTL ini salah satunya muncul karena kemunculan kebijakan hilirisasi.
“Kebijakan hilirisasi cukup boost demand dan juga adanya berbagai macam teknologi yang disampaikan tadi, teknologi wind, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan sebagainya. Kita meningkatkan perencanaan pembangunan renewable energy (RNE) lebih intensif,” ujar Evy.
Sebagai informasi, RUPTL adalah rencana pembangkitan, jaringan transisi dan distribusi, serta penjualan listrik dalam suatu wilayah usaha, sesuai aturan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
Selama 10 tahun RUPTL berlaku, bisa dilakukan evaluasi berkala, termasuk evaluasi proyek. Jika perlu perubahan, pemegang wilayah usaha dapat mengajukan usulan perubahan RUPTL.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya