Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Ungkap Sebab Pantura Langganan Banjir: Permukaan Tanah Turun Tiap Tahun

Kompas.com - 15/03/2024, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Selain anomali cuaca dan iklim, banjir bandang dan tanah longsor di sebagian daerah di Pulau Jawa juga disebabkan oleh penurunan permukaan tanah.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (14/3/2024).

Dwikorita menuturkan, sejumah wilayah pantai utara Jawa (pantura) seperti Kota Semarang, Pekalongan, dan Demak menjadi contoh daerah yang paling kentara mengalami penurunan permukaan tanah itu.

Baca juga: Kepala BNPB Sebut RI Hadapi Anomali Bencana, Ada Karhutla dan Banjir

"Fenomena penurunan muka tanah ini diketahui merujuk dari hasil penyelidikan geologi yang diikuti oleh tim BMKG," kata Dwikorita.

Menurut penelitian, permukaan tanah di wilayah pesisir Kota Semarang, Pekalongan, dan Demak menurun sekitar 10 sentimeter (cm) per tahun. Fenomena tersebut sudah berlangsung sejak 10 tahun terakhir.

Dwikorita menyampaikan, penurunan yang terus menerus membuat permukaan tanah di wilayah pantura Jawa Tengah itu terpaut lebih rendah dari muka air laut.

Kondisi itu diperparah setelah analisis meteorologi menunjukkan beberapa waktu ke depan atmosfer Indonesia masih dilanda aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) serta fenomena Gelombang Kelvin, Rossby Equatorial, dan tiga bibit siklon tropis sekaligus.

"Itulah mengapa bila diguyur hujan air cepat menyebar, dan surutnya membutuhkan waktu lama dan juga tak sedikit berujung longsor," ujar Dwikorita.

Dia menilai, hasil analisa saintifik tersebut harusnya menjadi acuan untuk semua pihak baik pemerintah, legislatif, maupun masyarakat untuk memikirkan solusi bagaimana kerentanan bencana banjir bisa diminimalisasi dan dampaknya tidak meluas.

Baca juga: SIG Bersama Semen Gresik Bantu Sembako dan Kebutuhan Korban Banjir

Bibit siklon tropis

Diberitakan Kompas.com, BMKG juga mendeteksi tiga bibit siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia pada Maret 2024 yakni 91S, 94S, dan 93P.

Dwikorita mengatakan, tiga bibit siklon tropis tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan, kecepatan angin, dan ketinggian gelombang laut di sekitar wilayah siklon tropis.

Tiga bibit siklon tropis yang terdeteksi BMKG berada di sekitar Samudera Hindia selatan Jawa, Laut Timor, dan Laut Australia.

Ketiga bibit siklon tropis tersebut menunjukkan pengaruh terhadap wilayah Indonesia bagian selatan.

Berdasarkan analisis BMKG, bibit siklon tropis 91S mempunyai kecepatan angin maksimum 56-65 kilometer per jam.

Baca juga: Membaca Data Spasial Banjir Grobogan

Tekanan udara di pusat sistem tersebut mencapai 994 hPa dengan pergerakan ke arah tenggara dan peluang menjadi siklon tropis dalam 24 ke depan masuk kategori sedang-tinggi.

Sementara bibit siklon tropis 94S yang muncul bersamaan dengan 91S memiliki kecepatan angin maksimum 28-37 kilometer per jam, dengan tekanan udara di pusat sistem sebesar 999,9 hPa.

Bibit siklon tropis 94S bergerak ke arah timur-tenggara dan peluang menjadi siklon tropis dalam 24 ke depan masuk kategori rendah.

Bibit siklon lainnya yang dideteksi BMKG adalah 93P yang mempunyai kecepatan angin maksimum 37-46 kilometer per jam, tekanan udara di pusat sistem mencapai 1003 hPa, dan bergerak ke arah tenggara.

Peluang bibit siklon tropis 93P menjadi siklon tropis masuk kategori rendah dalam 24 jam ke depan.

Baca juga: Sempat Tenggelam, Kini Rotterdam Jadi Pengekspor Solusi Banjir

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Coldplay Rilis 'EcoRecords' Lagi, Album dengan Piringan Daur Ulang
Coldplay Rilis "EcoRecords" Lagi, Album dengan Piringan Daur Ulang
Swasta
Jawaban Panjang AI Butuh Energi 50 Kali Lebih Banyak, Pengguna Perlu Bijak Bertanya
Jawaban Panjang AI Butuh Energi 50 Kali Lebih Banyak, Pengguna Perlu Bijak Bertanya
LSM/Figur
Risiko Bisnis Kian Kompleks di Tengah Krisis yang Saling Terhubung, Bagaimana Cara agar Bisa Bertahan?
Risiko Bisnis Kian Kompleks di Tengah Krisis yang Saling Terhubung, Bagaimana Cara agar Bisa Bertahan?
Swasta
19 Kecamatan di Muara Enim Dinyatakan Rawan Karhutla
19 Kecamatan di Muara Enim Dinyatakan Rawan Karhutla
Pemerintah
BRIN: Kerusakan Terumbu Karang Bikin Kita Krisis Seafood
BRIN: Kerusakan Terumbu Karang Bikin Kita Krisis Seafood
Pemerintah
Riset: Misinformasi Iklim Disebarkan Elit, Korporasi, dan Orang Pintar
Riset: Misinformasi Iklim Disebarkan Elit, Korporasi, dan Orang Pintar
LSM/Figur
Mengapa Bioplastik Bukan Solusi Krisis Sampah Plastik?
Mengapa Bioplastik Bukan Solusi Krisis Sampah Plastik?
LSM/Figur
Dukung Dunia Pendidikan, BRI Peduli Salurkan Bantuan Rp 500 Juta kepada SDN di Bogor
Dukung Dunia Pendidikan, BRI Peduli Salurkan Bantuan Rp 500 Juta kepada SDN di Bogor
BUMN
Riset: Tips Jitu Percepat Transisi Energi adalah Kolab dengan China
Riset: Tips Jitu Percepat Transisi Energi adalah Kolab dengan China
LSM/Figur
Lewat Label 'Kota Kotor', KLH Dorong Perbaikan Pengelolaan Sampah
Lewat Label "Kota Kotor", KLH Dorong Perbaikan Pengelolaan Sampah
Pemerintah
Pertamina Port Logistik Gelar Aksi Transplantasi Terumbu Karang dan Pembersihan Sampah di Kepulauan Seribu
Pertamina Port Logistik Gelar Aksi Transplantasi Terumbu Karang dan Pembersihan Sampah di Kepulauan Seribu
BUMN
Bank Lokal Ternyata Lebih Tangguh dan Bermanfaat dalam Krisis Iklim
Bank Lokal Ternyata Lebih Tangguh dan Bermanfaat dalam Krisis Iklim
Swasta
Konsep Baru Adipura: Yang Gagal Kelola Sampah Bakal Dapat Predikat Kota Kotor
Konsep Baru Adipura: Yang Gagal Kelola Sampah Bakal Dapat Predikat Kota Kotor
Pemerintah
Transparansi ESG Jadi Sorotan Baru Dunia Usaha, Bagaimana di Tanah Air?
Transparansi ESG Jadi Sorotan Baru Dunia Usaha, Bagaimana di Tanah Air?
Swasta
Pantau Konsumsi Energi AI, IEA Resmikan Observatorium Khusus
Pantau Konsumsi Energi AI, IEA Resmikan Observatorium Khusus
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau