Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahan Banting, Sagu Bisa Dikembangkan Jadi Alternatif Pangan

Kompas.com - 18/03/2024, 15:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian menyebut diversifikasi konsumsi pangan sumber karbohidrat merupakan salah satu upaya untuk menjaga keamanan pangan dalam negeri.

Produk pangan lokal dinilai merupakan salah satu pilihan yang tepat, karena memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim dan cuaca. Salah satu komoditas pangan lokal yang potensial untuk dikembangkan adalah sagu.

“Pohon sagu dapat tetap tumbuh meskipun saat banjir ataupun pada saat masa kekeringan karena kemarau panjang, sehingga pohon sagu tidak terdampak fenomena alam seperti La Nina dan El Nino,” ujar Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, dikutip dari laman resmi, Senin (18/3/2024). 

Baca juga: Mencari Gagasan Memperkuat Ketahanan Pangan di Tengah Krisis Iklim

Menurutnya, sagu berpotensi dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat utama nasional. Sebab, Indonesia punya lahan sagu yang diperkirakan mencapai 5,5 juta hektar.

“Luasnya lahan sagu tersebut dapat menjadi cadangan pangan sumber karbohidrat yang besar untuk dalam negeri maupun dunia,” lanjut Putu.

Kendati demikian, pengolahan sagu dalam negeri belum secara masif dilakukan. 

Produksi sagu di bawah 30 persen

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan hilirisasi sagu di dalam negeri, melalui dukungan peningkatan produksi pati sagu dan diversifikasi produk olahan pati sagu. 

Pada tahun 2023, Kemenperin bekerja sama dengan beberapa industri besar produsen pati sagu untuk meningkatkan utilisasi produksinya.

Baca juga: Atasi Stunting, Bapanas dan ID FOOD Bantu Pangan 1,4 Juta Keluarga

Namun, utilisasi produksi industri pati sagu nasional saat ini masih sangat rendah yaitu di bawah 30 persen.

"Hal ini sebagai dampak dari keterbatasan industri untuk memperoleh bahan baku empulur sagu,” terangnya.

Empulur sagu memiliki sifat yang mudah rusak karena cepat teroksidasi, sehingga industri tidak dapat memperoleh bahan baku empulur sagu dari lokasi yang jauh.

Oleh karena itu, pemerintah bekerja sama dengan industri pati sagu menggunakan sagu basah produksi UMKM sebagai bahan baku industri pati sagu.

"Pemanfaatan sagu basah UMKM ini dapat memperlambat proses oksidasi sehingga jangkauan bahan baku industri pati sagu semakin luas, serta dapat memberikan nilai tambah pada petani sagu," tutur Putu.

Dukung diversifikasi sagu

Selain pengembangan model bisnis sagu, ia mengatakan bahwa Kemenperin juga mendukung diversifikasi produk olahan pati sagu.

Pati sagu saat ini sebagian besar banyak dikenal sebagai bahan untuk membuat paped. Namun, kini sudah mulai tumbuh industri pengolahan sagu menjadi produk yang modern seperti mi instan dan beras analog.

Baca juga: Dukung Petani dan Ketahanan Pangan, FKS Multi Agro Serap Kedelai Lokal

“Produk pangan olahan ini berpotensi menjadi pangan utama pengganti beras terutama pada saat terjadinya kelangkaan beras,” kata Dirjen Industri Agro.

Adapun dalam Pameran Produk Dalam Negeri yang merupakan salah satu agenda Business Matching Pembelian Produk Dalam Negeri 2024, terdapat sejumlah perusahaan industri pengolahan sagu yang diundang untuk berpartisipasi, antara lain PT. Galih Sagu Pangan dan PT. Langit Bumi Lestari.

Baca juga:

 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau