KOMPAS.com - Jerman digadang menjadi negara yang akan mencapai target iklimnya pada 2030.
Badan Lingkungan Hidup Federal Jerman atau UBA menyampaikan, emisi "Negeri Panser" menjadi 673 juta ton atau turun sekitar 20 persen pada 2023 dibandingkan tahun 2022.
Penurunan emisi tersebut merupakan yang terbesar sejak reunifikasi Jerman pada 1990, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat(15/3/2024).
Baca juga: Pertamina Raih Skor Baik dalam Mitigasi Iklim dan Ketahanan Air
Di satu sisi, penurunan emisi tersebut terjadi saat perekonomian Jerman juga turun 0,3 persen tahun lalu.
Selama puluhan tahun, Jerman telah menjadi mesin perekonomian Eropa, di mana pasokan energinya disuplai oleh gas murah dari Rusia.
Akan tetapi, aliran gas ke Jerman berhenti sejak Rusia menginvasi Ukraina. Hal tersebut menyebabkan harga energi fosil menjadi melambung dan permintaan luar negeri untuk ekspornya melemah.
Karena kondisi tersebut, industri menjadi loyo dan emisi di sektor ini turut merosot sekitar 7,7 persen.
Baca juga: Langkah Peternak Belgia Seret Perusahaan Migas ke Meja Hijau karena Perubahan Iklim
Menteri Aksi Iklim dan Ekonomi Jerman Robert Habeck ditanya apakah penurunan emisi disebabkan oleh melemahnya perekonomian dan bukan penurunan yang berkelanjutan.
Habeck menjawab, pemerintah Jerman mengharapkan terjadinya pemulihan ekonomi secara menyeluruh, langkah-langkah yang direncanakan lebih lanjut akan membantu mempertahankan kemajuan yang telah dicapai.
Di sisi lain, produksi listrik dari energi terbarukan Jerman meningkat.
Jerman sendiri menargetkan dapat mengurangi emisi sebesar 65 persen pada 2030 dibandingkan dengan tahun 1990.
Baca juga: Dunia di Ambang Pemutihan Terumbu Karang Massal Keempat karena Perubahan Iklim
Untuk diketahui, saat ini penurunan emisinya sudah sekitar 46 persen bila dibandingkan tingkat emisi 1990.
Selain itu, Jerman berambisi dapat mencapai netral karbon atau net zero emission (NZE) pada 2045.
Berlin berharap, emisinya akan semakin turun karena perusahaan-perusahaan sudah didorong oleh dalam "kontrak perlindungan iklim" yang baru-baru ini diluncurkan untuk mengkompensasi biaya tambahan produksi ramah lingkungan.
Selain itu, pemerintah mengandalkan perusahaan-perusahaan yang beralih dari bahan bakar fosil ke listrik untuk menjalankan pabrik mereka dan penetapan harga emisi karbon dioksida untuk mendorong industri menuju netral karbon.
Baca juga: Upaya Iklim Rambah Sepak Bola, Klub Eropa Bisa Hitung Karbon
Di sektor energi, emisi pembangkit listrik turun secara signifikan karena meningkatnya produksi listrik dari energi terbarukan, yang mencakup hampir 52 persen dari konsumsi listrik pada tahun lalu.
Peningkatan impor listrik, termasuk dari reaktor nuklir milik Perancis, dan penurunan total konsumsi energi sebesar 4 persen juga membantu mengurangi emisi.
Di sektor bangunan, emisi dari pemanasan bangunan dan ruangan turun lebih dari 7 persen.
Tahun lalu, Jerman mengeluarkan undang-undang tentang penghapusan sistem pemanas minyak dan gas secara bertahap, sebuah langkah untuk membantu mengurangi emisi lebih lanjut.
Baca juga: Mitigasi Krisis Iklim, Pertamina dan KLHK Tanam 231 Mangrove
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya