Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti BRIN Ungkap Penurunan Populasi Amfibi Berdampak Buruk terhadap Manusia

Kompas.com, 23 Maret 2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan berbagai dampak buruk bagi lingkungan bila populasi amfibi menurun.

Direktur Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH) BRIN Amir Hamidy mengatakan, pembiaran penurunan populasi amfibi akan mengakibatkan kepunahan spesies amfibi tertentu yang berdampak bagi manusia.

Selama ini, amfibi berperan sebagai pengendali populasi serangga. Bila amfibi punah, populasi serangga bakal naik. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada kesehatan manusia dan kegagalan panen pertanian.

Baca juga: 40,7 Persen Spesies Amfibi Terancam Punah karena Perubahan Iklim

“Kondisi ini tentu perlu mendapat perhatian. Diperlukan mekanisme untuk penilaian sistematis terhadap risiko kepunahan spesies secara berkala untuk memberikan informasi terkini terkait penentuan prioritas, perencanaan dan pemantauan tindakan konservasi,” ujar Amir dilansir dari situs web BRIN, Jumat (22/3/2024).

Menurut laporan Global Amphibian Assessment (GAA1), ada 8.011 jenis amfibi di dunia yang masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Penyebab terbesar penurunan populasi global amfibi diakibatkan oleh kerusakan habitat akibat aktivitas pertanian, sehingga 77 persen spesies terkena dampak.

Temuan tersebut didapatkan Amir berdasarkan penelitian yang dia lakukan bersama tim dan telah diterbitkan di jurnal Nature pada 1 Desember 2023.

Baca juga: Peneliti Temukan Amfibi yang Hasilkan Susu untuk Anaknya

Faktor lain yang turut menjadi penyebabnya adalah aktivitas pemanenan kayu dan tanaman sebesar 53 persen dan pembangunan infrastruktur sebanyak 40 persen.

Selain itu, perubahan iklim dan penyakit juga berkontribusi terhadap tren penurunan populasi amfibi secara global masing-masing sebesar 29 persen.

“Tercatat, sebelum tahun 2004 penurunan populasi amfibi sekitar 90 persen disebabkan oleh penyakit dan kehilangan habitat. Namun, saat ini perubahan iklim juga menyebabkan penurunan populasi amfibi,” ungkap Amir.

Dia menambahkan, jumlah amfibi punah yang terdokumentasikan terus bertambah, yakni 23 jenis pada pada 1980, 10 jenis pada 2004, dan empat jenis punah pada 2022. Sehingga jumlah jenis amfibi yang punah secara global tercatat sebanyak 37 jenis.

Baca juga: Amfibi, Hewan dengan Tiga Ruang Jantung

Upaya selamatkan amfibi

Amir menuturkan, saat ini konsentrasi terbesar spesies amfibi yang terancam berada di Kepulauan Karibia, Mesoamerika, Andes Tropis, pegunungan dan hutan di Kamerun Barat dan Nigeria Timur, Madagaskar, Ghats Barat, serta Sri Lanka.

Tak hanya itu, spesies lainnya yang terdapat di Hutan Atlantik Brasil bagian selatan, Pegunungan Busur Timur Tanzania, China tengah dan selatan, serta Pegunungan Annamite bagian selatan Vietnam juga mengalami hal serupa.

“Untuk mengatasi ancaman tersebut, diperlukan beberapa upaya konservasi tertentu untuk mengatasi dampak perubahan iklim terhadap spesies tertentu, khususnya untuk spesies yang diidentifikasi mempunyai risiko serius mengalami penurunan populasi,” papar Amir.

Studi yang dilakukan Amir menyarankan perlunya prioritas konservasi amfibi untuk perlindungan habitat yang efektif, karena akan berkontribusi terhadap jumlah perbaikan terbesar sejak tahun 1980.

Baca juga: Populasi Amfibi Dilaporkan Menurun Secara Mengejutkan, Kok Bisa?

Upaya konservasi juga dapat dilakukan dengan mengintegrasikan tindakan ex situ terutama untuk 798 spesies terancam punah yang ada di lokasi risiko kepunahan tertinggi.

“Amfibi tidak seperti hewan lainnya, ia bernapas melalui sebagian kulitnya. Kondisi tersebut menjadikan mereka jauh lebih sensitif terhadap faktor lingkungan,seperti penyakit, polusi, bahan kimia beracun, radiasi ultraviolet, perubahan iklim dan perusakan habitat,” imbuh Amir.

Untuk menghadapi ancaman eksplotasi lahan dalam bentuk perluasan pertanian dan peternakan perlu dilakukan perlindungan situs penting secara global bagi amfibi, termasuk Situs Alliance for Zero Extinction dan Kawasan Keanekaragaman Hayati Utama.

Upaya ini dilakukan untuk menjaga habitat yang tersisa bagi spesies yang terancam atau terbatas secara geografis.

Baca juga: Seperti Apa Amfibi Purba yang Berenang Mirip Buaya pada 250 Juta Tahun Lalu?

Sedangkan untuk menghindari pandemi amfibi global gelombang kedua akibat jamur Batrachochytrium dendrobatidis dan B salamandrivorans, perlu dikembangkan manajemen penyakit yang praktis.

“Kemauan politik (political will) dan komitmen dari pihak terkait serta peningkatan investasi juga sangat diperlukan untuk membalikkan tren populasi amfibi yang terus menurun,” ujar Amir.

Target konservasi keanekaragaman hayati diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka di masa depan.

Defisiensi data terhadap 909 spesies masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kepunahan risiko dan kebutuhan konservasinya.

Baca juga: Penurunan Populasi Amfibi Sebabkan Peningkatan Kasus Malaria

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau