Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Bicara Pentingnya Pengelolaan Air Berkelanjutan di Markas PBB

Kompas.com - 25/03/2024, 17:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan pengelolaan air, baik dalam skala global, regional, nasional, hingga lokal, memiliki peran yang vital.

Hal ini dikatakan karena krisis air juga berkaitan dengan dampak perubahan iklim, yang diperparah dengan kerusakan lingkungan. Dampak lanjutan akan luar biasa, karena saling memperparah pada berbagai sektor kehidupan.

Maka dari itu, kata dia, langkah-langkah nyata untuk mewujudkan keadilan dalam mengakses air bersih, mutlak perlu terus dilakukan.

Baca juga: Waktunya Menabung Air

"Pengelolaan sumber daya air harus dilakukan secara berkelanjutan, menyeluruh dari hulu dan hilir sebagai sebuah satu kesatuan perencanaan yang bersifat berkelanjutan, adil, dan merata," papar Dwikorita. 

Menurutnya, langkah ini merupakan salah satu bentuk upaya konkrit dan serius untuk mengatasi kemiskinan, ketahanan pangan dan energi, serta konservasi sumber daya alam. 

Hal tersebut disampaikan Dwikorita dalam pidatonya bersama Presiden Majelis Umum PBB, pada High Level Event "Celebrating World Water Day 2024: Converging Efforts, Keeping the Momentum of Progress" di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat.

Dalam acara tersebut Dwikorita didaulat menjadi panelis pada Sesi ke-2, yang membahas mengenai "Highlight of Key-Priorities: From 2023, to 2024 and Beyond".

Pentingnya air dalam perubahan iklim

Dwikorita mengungkapkan, lebih dari 2 miliar orang tinggal di bawah tekanan karena masalah air. Sementara itu, 3,6 miliar orang menghadapi akses air yang tidak memadai setidaknya satu bulan dalam setahun.

"Kondisi ini tidak terlepas akibat pemanasan global akibat perubahan iklim yang diperparah oleh aktivitas manusia yang merusak lingkungan," ujarnya. 

Baca juga: Tip Tetap Menjaga Kelestarian Air saat Ramadhan

Maka dari itu, keterkaitan antara air, iklim, pengelolaan lingkungan dan transformasi gaya hidup untuk selalu menjaga alam, harus menjadi dasar kebijakan penanganan persoalan pengelolaan air global.

Persoalan air, lanjut Dwikorita, tidak hanya tentang ketersediaan jumlah dan aksesibilitasnya saja. Namun juga dari segi kualitasnya, terutama yang terkait dengan sanitasi dan aspek higienik.

Hal tersebut perlu menjadi perhatian bersama, karena ketersediaan air bersih berkualitas sangat berkaitan erat dengan upaya penghapusan kemiskinan, penghapusan kelaparan, kesehatan, sanitasi, energi bersih, pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan ketidaksetaraan, hingga upaya perwujudan keadilan dan perdamaian.

"Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dalam Game Changer no.1 Konferensi Air PBB 2023. Krisis iklim berdampak besar terhadap berbagai bidang kehidupan karena efeknya kemana-mana," papar dia.

Krisis air bersih di Kabupaten Ngawi akibat musim kemarau semakin meluas, tercatat ada 15 desa yang menggantungkan kebutuhan air bersih untuk minum dan memasak. Kekeringan juga membuat sejumlah desa kesulitan memenuhi kebutuhan air minum ternak mereka sehingga ikut menggantungkan kebutuhan dari droping air bersih BPBD Ngawi.KOMPAS.COM/SUKOCO Krisis air bersih di Kabupaten Ngawi akibat musim kemarau semakin meluas, tercatat ada 15 desa yang menggantungkan kebutuhan air bersih untuk minum dan memasak. Kekeringan juga membuat sejumlah desa kesulitan memenuhi kebutuhan air minum ternak mereka sehingga ikut menggantungkan kebutuhan dari droping air bersih BPBD Ngawi.

World Meteorological Organization (WMO), kata Dwikorita, dalam laporannya menyebut bahwa pemanasan global sedang berlangsung dengan cepat.

Tahun 2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat, dan berbagai indikator utama iklim juga mencatat rekor yang terpecahkan.

"Persoalan ini harus menjadi perhatian kita bersama, seluruh negara tanpa terkecuali. Jumlah kejadian cuaca ekstrem yang memicu bencana hidro-meteorologi basah dan kekeringan yang makin sering, serta intensitasnya makin meningkat tajam," imbuhnya. 

Hal ini, kata dia, tentu sangat berbahaya karena mengancam keberlangsungan hidup generasi yang akan datang. 

Dampak buruk krisis air

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa dampak buruk dari bencana hidrometeorologi ekstrem dapat diredam di setiap negara melalui upaya menjaga lingkungan bersama, serta memberikan layanan peringatan dini melalui inisiatif Early Warning for All.

Menurutnya, kerjasama antar negara dengan mengintegrasikan kebijakan dan tindakan untuk selalu mengelola lingkungan yang terkait dengan air dan iklim, aksesibilitas dan kualitas air, serta inisiatif Early Warning for All (EW4LL), diharapkan dapat memperbaiki kondisi bumi kekinian hingga masa depan, yang tengah mengalami krisis.

Baca juga: Pertamina Raih Skor Baik dalam Mitigasi Iklim dan Ketahanan Air

"Saya optimistis kerjasama ini akan berdampak besar jika kita semua berkomitmen menjaga keberlangsungan bumi demi anak cucu di masa mendatang," pungkasnya.

Sementara itu, dalam kunjungannya ke New York, Amerika Serikat, Dwikorita juga melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Majelis Umum PBB, H.E Mr Dennis Francis.

Pertemuan tersebut membahas isu pentingnya pengelolaan air secara global karena memberikan pengaruh secara luas pada berbagai aspek kehidupan.

Dwikorita juga melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Insfrastruktur dan Air Kerajaan Belanda, H.E Mr Jaap Slootmaker dengan pokok bahasan peluang kerjasama antara Indonesia dan Belanda di bidang hidrologi, termasuk terkait rencana pembentukan Centre of Excellence on Water and Climate Resilience di Indonesia.

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com