Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BKKBN: Cuti Ayah yang Ideal Maksimal 15 Hari, Bisa Fleksibel

Kompas.com, 29 Maret 2024, 18:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelatihan dan Kerja Sama Internasional KKB Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ukik Kusuma Kurniawan menyarankan cuti ayah yang ideal maksimal selama 15 hari. 

Namun, menurut Ukik, durasinya bisa lebih fleksibel tergantung kebijakan pemerintah.

"Sebenarnya untuk ASN atau pegawai pemerintah sedang difinalisasi peraturannya (tentang cuti melahirkan), tetapi mungkin idealnya (untuk ayah) maksimal 15 hari, itu bisa lebih fleksibel," kata Ukik, dilansir dari Antara, Jumat (29/3/2024). 

Hal ini disampaikan saat diskusi membahas cuti melahirkan yang ideal baik bagi ayah maupun ibu, bersama perwakilan BKKBN dan Duta besar Hongaria untuk Indonesia Lilla Karsay, di Jakarta, Kamis (28/3/2024) lalu. 

Baca juga: BKKBN Imbau Perempuan Hamil Sebelum 35 Tahun, Demi Cegah Stunting

Duta besar Hongaria untuk Indonesia Lilla Karsay juga turut berbagi kebijakan cuti di negaranya bagi orang tua yang bekerja.

"Di Hongaria, bagi ibu ada cuti hamil selama enam bulan dengan pembayaran gaji yang penuh apabila mereka bekerja, kami harap ini dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan anak agar lebih kuat," tutur dia.

Lilly juga menyebutkan bahwa cuti melahirkan ini tidak hanya berlaku bagi ibu, tetapi juga ayah meski waktu cuti yang diberikan lebih sedikit.

"Perlu saya tekankan, cuti ini bukan hanya untuk ibu saja, jika pihak keluarga memutuskan ayah tetap di rumah untuk mendampingi istri dan anaknya, maka ketentuannya berlaku sama, tetapi untuk ayah waktunya lebih sedikit," imbuh dia.

Perbedaan dengan Hongaria

Ia mengatakan, untuk saat ini, kebijakan masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Aturan itu mengatur cuti bersalin untuk ibu, baik yang bekerja di sektor pemerintah maupun swasta yakni selama tiga bulan, dan untuk ayah selama dua hari.

"Saat ini kita masih mengacu pada UU tersebut, untuk pekerja laki-laki selama dua hari dan pekerja perempuan selama tiga bulan," ujar Ukik.

Ia juga menyebutkan, alasan cuti ayah selama dua hari seperti yang tertera pada UU tersebut yakni karena di Indonesia, keluarga biasa memiliki asisten rumah tangga atau pengasuh anak yang membantu tugas ibu setelah melahirkan. Sehingga dalam kasus seperti itu, ayah bisa melanjutkan bekerja.

Namun, ia menegaskan bahwa BKKBN terus mendukung kebijakan pemerintah untuk memperpanjang durasi cuti ayah sesuai dengan ketentuan, agar orang tua memiliki lebih banyak waktu untuk mendidik anak.

Baca juga: Ibu Hamil yang Anemia Pengaruhi Kecerdasan Bayi Hingga Stunting

Sementara itu, Lilla berbagi tentang kebijakan yang ramah untuk keluarga yang selama ini tengah digencarkan oleh pemerintah.

Pasalnya, Hongaria termasuk salah satu negara di Eropa yang mengalami penurunan populasi selama beberapa tahun terakhir.

"Salah satu tantangan yang dihadapi Eropa saat ini yakni tren penurunan angka kelahiran dan penurunan populasi, tetapi bagaimanapun, Indonesia dan Hongaria memiliki perspektif yang sama, bahwa keluarga adalah fondasi utama dari sebuah bangsa," tutur dia.

Adapun tiga kebijakan penting yang ditekankan oleh Dubes Lilla tentang pembangunan keluarga di Hongaria yakni hubungan yang stabil (stable relationship), pendapatan yang stabil (stable income), dan perumahan yang stabil (stable housing).

"Kalau di Indonesia masyarakatnya biasa memiliki asisten rumah tangga atau pengasuh anak, di Hongaria, pendidikan anak usia dini atau taman kanak-kanak secara umum gratis, dan mereka juga memiliki sistem pembelajaran baik, juga aman dan ramah anak, sehingga ibu yang ingin kembali bekerja setelah cuti enam bulan dapat menitipkan anak-anaknya di PAUD atau TK tanpa perlu khawatir," pungkas Lilla. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau