KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasonal (BRIN) mengembangkan metode fitoremediasi atau tindakan membersihkan polutan menggunakan tumbuhan, untuk mengatasi kontaminasi Sesium-137 (Cs-137) di lingkungan.
Cs-137 adalah unsur radioaktif yang dihasilkan dari reaksi fisi nuklir. Cs-137 mudah larut dalam air, sehingga jika mengontaminasi lingkungan, ia akan larut dan dapat masuk ke rantai makanan maupun tubuh makhluk hidup.
“Cs-137 ini berbahaya karena mobilitasnya. Karena itu, BRIN sedang mengupayakan bagaimana cara mengatasi kontaminasi Cs-137 di lingkungan,” ujar Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Teknologi Bahan Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTBNLR) BRIN Gustri Nurliati, dalam pernyataanya, dikutip Selasa (2/4/2024).
Sebagai informasi, menurut Kompas.id (2/19/2020), CS-137 adalah zat radioaktif yang tidak stabil yang meluruh menjadi barium 137. Atom Cs 137 memancarkan radiasi dalam bentuk sinar gama energi sedang.
Cs-137 sebagai unsur radioaktif dari reaksi nuklir, dapat mengkontaminasi udara, air, tanah, dan biota termasuk manusia.
Sesium 137 digunakan antara lain dalam terapi radiasi untuk mengobati kanker, alat pendeteksi aliran cairan, iradiator makanan, serta alat pengukur ketebalan bahan.
Baca juga: Pemerintah Bentuk Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Jadebotabek
Laman Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyebutkan, waktu paruh Cs 137 adalah 30 tahun. Karena itu, benda dan daerah yang terkontaminasi Cs 137 berbahaya bagi manusia selama satu generasi atau lebih.
Menurut CDC, dampak paparan Cs 137 sama dengan paparan zat radioaktif lain tergantung pada dosis, durasi, dan cara kontaknya. Faktor lain yang berpengaruh adalah usia, jenis kelamin, riwayat kesehatan keluarga, gaya hidup, pola makan, dan kondisi kesehatan.
Paparan radiasi dosis tinggi dalam waktu singkat menyebabkan sindrom radiasi akut seperti mual, muntah, diare, rambut rontok, luka bakar, perdarahan, koma, bahkan kematian. Dosis yang dimaksud, lebih dari 0,7 Gray atau 70 rads (satuan zat yang terserap dalam jaringan tubuh).
Gustri menjelaskan, salah satu metode remediasi Cs-137 di lingkungan yaitu dengan fitoremediasi.
Metode ini merupakan teknologi pengurangan, pembersihan, atau penghilangan polutan berbahaya seperti logam berat, pestisida, senyawa beracun, dan lain-lain dalam media lingkungan, tanah atau air, dengan menggunakan tanaman.
“Metode ini ramah lingkungan, karena tidak memerlukan bahan kimia berbahaya. Biaya relatif rendah, sustainable, meningkatkan estetika lingkungan, dan mengurangi risiko pencemaran lebih lanjut,” paparnya.
Para peneliti BRIN telah melakukan fitoremediasi untuk mengatasi kontaminasi Cs-137. Riset fitoremediasi dilakukan dengan kontaminan sesium non-radioaktif menggunakan tanaman sorgum, akar wangi, bayam duri, dan sengon.
Sedangkan fitoremediasi dengan kontaminan sesium radioaktif dilakukan dengan menggunakan tanaman jagung, bayam, kangkung, cabai, tomat, pare, sawi hijau, terong, dan daun singkong.
“Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan, tanaman yang tertinggi untuk transfer faktor Cs-137 adalah bayam. Sedangkan yang tertinggi transfer faktor Cobalt adalah tanaman pare,” kata Gustri.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya