KOMPAS.com - Ada tiga langkah mengenali bayi di bawah lima tahun (balita) stunting yang perlu diperhatikan oleh kader pos pelayanan terpadu (posyandu).
Hal tersebut disampaikan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Damayanti Rusli Sjarif dalam diskusi daring pada Kamis (28/3/2024).
Langkah pertama yang perlu diperhatikan untuk mengenali balita stunting adalah anak harus diukur dengan alat ukur dan cara yang benar.
"Jangan diterawang saja, jangan juga dibandingkan dengan anak-anak tetangganya, enggak boleh itu," kata Damayanti, sebagaimana dilansir Antara.
Damayanti menyampaikan, alat ukur untuk balita yang dimaksud sudah dibagikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di setiap posyandu dan meliputi dua jenis.
"Ada yang namanya infantometer untuk usia nol sampai dua tahun dia harus diukur tidur. Kalau di atas dua tahun dia harus diukur berdiri, namanya stadiometer," ujarnya.
Baca juga: Anak Terdeteksi Stunting Perlu Segera Diterapi, Ini Sebabnya
Cara kedua untuk mengenali balita stunting adalah mencatat atau plotting berat dan tinggi badannya dalam pengukuran grafik buku Kartu Ibu dan Anak (KIA).
Setelah dicatat, bandingkan dengan grafik tumbuh kembang anak sesuai usia yang ada di buku KIA.
Setelah diperbandingkan, bisa diketahui apakah tumbuh kembang anak sudah sesuai dengan grafik yang ditentikan.
Apabila balita terbukti pendek atau sangat pendek, segera dilaporkan ke dokter atau pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
"Kalau memang ternyata pendek, segera dirujuk ke rumah sakit umum daerah (RSUD)," ucapnya.
Balita yang berisiko stunting memiliki tinggi badan di bawah standar 2,1 deviasi yang tertera pada buku KIA.
Apabila balita ketika diukur terbukti pendek, maka setelah dirujuk ke RSUD, hanya dokter spesialis anak yang boleh menyatakan balita tersebut terbukti stunting atau tidak.
"Di RSUD, dokter spesialis anak akan membedakan, pendeknya apakah karena kelainan bawaan atau genetik, atau memang karena stunting. Kalau stunting, kita harus perbaiki dengan makanannya," katanya.
Baca juga: BKKBN Imbau Perempuan Hamil Sebelum 35 Tahun, Demi Cegah Stunting
Damayanti mengingatkan, yang seringkali tidak terdeteksi yakni bayi lahir di bawah 2,5 kilogram (kg) atau bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).
Dia menambahkan, bayi yang lahir dengan berat di bawah 2,5 kg 51 persen lebih berisiko menjadi stunting.
Bayi yang lahir dengan berat di bawah 2,5 kg perlu segera ditangani oleh dokter spesialis anak.
"Maka segera ditangani agar nanti bisa dilihat apakah ASI-nya kurang, ada alergi, dan mengapa berat badannya tidak naik," tuturnya.
Dia menekankan agar balita yang terdeteksi pendek segera dirujuk ke puskesmas atau RS terdekat, karena balita yang stunting otaknya tidak dapat berkembang dengan sempurna.
Baca juga: Angka Prevalensi Stunting Kutai Timur Turun Jadi 16,4 Persen
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya