KOMPAS.com - Ahli Ekonom dan Lingkungan Mubariq Ahmad mengatakan ada beberapa tantangan dalam mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) Hijau atau bisnis berkelanjutan, baik yang dialami oleh pemilik usaha maupun oleh pemilik modal.
Pertama, masih kurangnya pendanaan dari pemerintah dan terbatasnya ketersediaan fasilitas investasi berdampak untuk pemilik usaha.
“Tantangan pertama, untuk mengembangan UMKM Hijau dari segi penyedia dana, yaitu belum
banyaknya pendanaan dari pemerintah yang berfokus untuk pengembangan UMKM Hijau,” ujar Mubariq dalam keterangannya, dikutip Minggu (7/4/2024).
Kemudian, tantangan kedua adalah tidak adanya kesadartahuan terhadap penggunaan bank
konvensional dan kemampuan untuk mengaksesnya dari pemilik usaha.
Baca juga: Perkuat Green Jobs di Perdesaan, Koperasi Hijau Perlu Payung Hukum
“Dengan demikian para pemilik UMKM perlu diberikan akses ke dalam empat kerangka kerja ekonomi berkelanjutan, di antaranya adalah akses pendanaan, pengembangan kapasitas UMKM, akses pada teknologi, dan pada akses pasar,” tambahnya.
Mubariq meyakini Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan bisnis keberlanjutan. Pasalnya, hingga saat ini, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61 persen pendapatan domestik bruto (PDB) negara.
"Jika model business as usual bisa diubah menjadi bisnis berkelanjutan, maka sektor ini berpotensi membawa dampak besar pada upaya target pengurangan emisi karbon nasional sekaligus pertumbuhan ekonomi,“ tuturnya.
Mubariq menilai, butuh dukungan konkrit dan intervensi langsung dari pemerintah dalam bentuk regulasi pada bisnis UMKM berkelanjutan.
Mekanisme yang ditawarkan dapat berupa sumber permodalan pada program pemerintah yang sudah ada, seperti pinjaman program kredit usaha rakyat (KUR), program Investment Facility, badan layanan umum (BLU) pemerintah, dan pemberdayaan masyarakat berbasis credit union.
"Ke depannya, pemerintah dapat membuat kebijakan dan dorongan yang konkrit untuk menggunakan dana pemerintah dan mengaplikasikannya pada UMKM hijau," ujarnya.
Baca juga: Koperasi Hijau di Daerah Terpencil Mampu Ciptakan Green Jobs
Sementara itu, menurut praktisi kebijakan keuangan berkelanjutan Mahpud Sujai, sudah ada inisiatif dari pemerintah untuk mendorong bisnis berkelanjutan.
Hal ini terlihat dari adanya payung regulasi yang dapat menjadi dasar bagi keuangan keberlanjutan Indonesia.
“Salah satu payung regulasi untuk mengembangkan bisnis berkelanjutan adalah regulasi
Taksonomi Hijau Berkelanjutan Indonesia (TKBI),” ungkap Mahpud.
Menurutnya, TKBI akan melindungi implementasi penerapan keuangan berkelanjutan, termasuk pembiayaan terhadap transisi menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ia menjelaskan, meski masih ditemukan banyak tantangan pada pelaksanaannya, TKBI
diharapkan dapat menaungi inovasi atas skema pendanaan hijau.
"Terutama bagi entitas yang berperan sebagai perantara dalam proses menemukan pemilik usaha dan investor yang tepat dan berkomitmen mendukung usaha sesuai dengan skalanya.” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya