Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pembatalan Pembelian Aluminium Hyundai, Adaro: MoU PLTA Sudah Usai

Kompas.com - 09/04/2024, 06:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Direktur PT Adaro Minerals Indonesia Tbk Wito Krisnahadi mengungkapkan, perusahaan dan Hyundai Motor Company telah menandatangani nota kesepakatan atau Memorandum of understanding (MoU) tidak mengikat pada 13 November 2022 yang berlaku 12 bulan.

"Ini seiring dengan upaya Hyundai untuk menjajaki peluang pengadaan aluminium rendah karbon menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang ramah lingkungan di kemudian hari," ujar Wito saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (8/4/2024). 

Wito menanggapi pemberitaan terkait Hyundai Motor Company yang memutuskan tidak melanjutkan MoU pembelian aluminium dari proyek smelter Adaro Minerals di Kalimantan Utara, Indonesia.

Baca juga: Buntut Desakan Fans K-Pop, Hyundai Batal Beli Aluminium dari Proyek Adaro

Dikutip dari Kompas.com (14/11/2022), melalui kerja sama yang disepakati pada November 2022 saat perhelatan B20 di Bali, Hyundai berhak membeli aluminium yang diproduksi anak usaha Adaro Minerals, Kalimantan Aluminium Industry, pada tahap awal.

Kemudian, negosiasi pertama mengenai pembelian aluminium rendah karbon yang diproduksi anak usaha Adaro Minerals itu dengan volume yang belum ditentukan.

Sebagai informasi, proyek pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) aluminium anak usaha Adaro tersebut disebut menggunakan PLTU batu bara sebagai sumber energinya.

Oleh karena itu Wito membantah, kerja sama tersebut merupakan kesepakatan dalam bidang energi baru terbarukan (EBT) yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), bukan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan masa berlakunya telah habis. 

"Setelah berakhirnya MoU pada akhir tahun 2023, kedua perusahaan memutuskan untuk tidak melanjutkan atau memperbaruinya, dan akan menjajaki peluang lain secara mandiri," imbuh dia. 

Baca juga: Emisi Metana Tambang Batu Bara RI Lebih Tinggi daripada Karhutla

Hyundai Motor Company sendiri mengonfirmasi bahwa memang telah mengakhiri perjanjian pembelian aluminium dari Adaro Minerals.

Kesepakatan ini berakhir setelah ada seruan dari aktivis iklim yang didukung oleh penggemar K-pop untuk tidak membeli pasokan logam yang diproduksi menggunakan tenaga batu bara.

Dikutip dari Reuters (2/4/2024), Hyundai Motor mengatakan, mereka telah mengakhiri nota kesepahaman (MoU) tidak mengikat dengan Adaro, pada akhir tahun 2023.

Pihak Hyundai telah memutuskan untuk mengeksplorasi peluang lain secara mandiri.

Komitmen hilirisasi mineral

Lebih lanjut, Wito meyakini pasar aluminium sangat besar. Hal ini didorong oleh tingginya kebutuhan aluminium di berbagai industri, mulai dari otomotif, baterai, kemasan, konstruksi, hingga alat pertahanan.

PT Adaro Minerals Indonesia Tbk diketahui telah menandatangani MoU dengan pihak-pihak lainnya yang siap menyerap hingga 70 persen dari total kapasitas produksi, seraya terus berusaha mengoptimalkan penyerapan pasar dalam negeri.

"Hal ini sejalan dengan komitmen kami untuk berpartisipasi pada program hilirisasi mineral pemerintah guna mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor atas produk aluminium yang saat ini impor 1 juta ton per tahun. Sehingga dapat mengurangi trade deficit dan meningkatkan devisa negara," tutur Wito. 

Adaro juga mengaku ingin ikut berkontribusi dalam menciptakan lapangan pekerjaan dengan melibatkan 6.000 tenaga kerja lokal pada fase konstruksi dan sekitar 1.500 tenaga kerja lokal pada fase operasi. 

Baca juga: Emisi 20 Bandara Setara 58 PLTU Batu Bara pada 2019

"Adaro terus bekerja keras untuk mencapai target Commercial Operation Date (COD) yang direncanakan di tahun 2025, dengan kapasitas produksi fase pertama sebanyak 500.000 aluminium, atau mengurangi sampai dengan 50 persen impor produk aluminium," terang Wito. 

Sejalan dengan strategi pemerintah dalam melakukan transisi energi, Wito menjelaskan, dalam tahapan proses produksi dan pengembangan selanjutnya, aluminium smelter Adaro ini juga akan memanfaatkan EBT. 

"Memanfaatkan EBT dari PLTA Mentarang Induk berkapasitas 1.375 Megawatt dengan standar konstruksi modern yang ramah lingkungan, target COD 2030," jelas Wito. 

Upaya Adaro dalam meningkatkan ketersediaan aluminium demi peningkatan daya saing produk sumber daya alam di Indonesia ini, kata dia, diharapkan turut membantu pemerintah dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. 

Baca juga: China Tambah Puluhan PLTU Batu Bara, Target Iklim Bakal Meleset

Sekaligus berperan dalam mewujudkan industri yang rendah karbon untuk mencapai target nol emisi bersih atau Net Zero Emission Indonesia di kemudian hari.

"Adaro membangun smelter untuk mendukung program hilirisasi pemerintah. Kami dukung pemerintah, karena hilirisasi juga menciptakan lapangan kerja untuk anak-anak muda Indonesia," pungkasnya. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com