Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurangi Tingkat Cacat dan Kematian, Stroke Harus Cepat Ditangani

Kompas.com, 28 April 2024, 08:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BALI, KOMPAS.com - Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia, di samping serangan jantung dan kanker.

Selain bisa menyebabkan kematian, stroke juga dapat membuat seseorang mengalami cacat permanen.

Untuk mencegah hal tersebut, dokter bedah saraf Affan Priyambodo mengatakan pentingnya diagnosis dan penanganan yang cepat serta tepat.

"Secepat mungkin ditolong, maka kerusakan otak tidak telalu besar terjadi bahkan bisa kembali,” ujar Affan di sela-sela Bali International Neurovascular Intervention Convention (BLINC) di Nusa Dua, Bali, Jumat (26/4/2024).

Baca juga: Dorong Pengembangan Penanganan Stroke, Konferensi Neurovascular BLINC Digelar di Bali

Artinya, saat seseorang sudah menunjukkan gejala penyakit stroke, harus segera dibawa menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit pun, penanganan harus cepat dan sesuai dengan diagnosis.

“Mulai dibawa dari rumah ke rumah sakit tidak boleh telat. Tidak boleh sama sekali telat, bisa menambah semakin banyak sel otak yang rusak. Semakin lama (penanganan) bisa menyebabkan tingkat keparahan,” tutur Affan.

Sebagai contoh, alur penanganan pasien stroke di rumah sakit di Jerman dapat diproses kurang dari 20 menit, dari rumah hingga masuk ke ruang perawatan. Harapannya, kata dia, Indonesia dapat menuju ke arah sana.

Perlu kewaspadaan dan pengetahuan

Dengan demikian, Affan menegaskan pentingnya kerjasama antara masyarakat dengan pihak rumah sakit dan stakeholder terkait.

Sebab, hal pertama yang paling penting adalah masyarakat harus memahami apa itu stroke, gejala, hingga penanganannya. Sehingga, bisa segera membawa pasien ke rumah sakit yang tepat untuk penanganan.

Baca juga: Rayakan Lebaran, Jaga Kesehatan dengan Tidak Makan Berlebihan

“Setelah sampai rumah sakit, rumah sakitnya  (juga harus) mampu memiliki dokter, alat diagnostik, dan mampu melakukan terapi dari strok. Jadi, itu urutannya,” ujar dia.

Dokter hingga alat yang tepat di rumah sakit menurutnya juga menjadi tantangan tersendiri penanganan stroke di Indonesia.

Sebab, angka kejadian stroke tidak hanya meningkat terutama di kota-kota besar.

Di beberapa wilayah di Indonesia, masih banyak kasus yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan pengobatan memadai.

“Ada dua tipe stroke yaitu stroke sumbatan dan perdarahan. Keduanya tentu memiliki penanganan yang berbeda,” ungkap Affan.

Sementara itu, dokter radiologi Kumara Tini menyebut peningkatan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini menjadi pekerjaan rumah para ahli neurologi sejak bertahun-tahun.

Baca juga: Perhatikan 3 Masalah Kesehatan yang Sering Dialami Pemudik

la pun berpesan agar masyarakat yang mengalami gejala stroke diharapkan segera merujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan terapi stroke iskemik akut, yaitu RS rujukan, misalnya RSUP Prof. Ngoerah untuk daerah Bali.

“Ini yang kami laksanakan selama beberapa tahun terakhir, mengedukasi dan mengupdate terutama kepada masyarakat awam, agar makin cepat datang ke rumah sakit,” ujar Kumara.

Selain itu, para dokter dan ahli saat ini juga sedang terus berupaya membangun sistem agar masyakarat yang sudah cepat datang ke rumah sakit, betul-betul bisa mendapat penanganan yang tepat sasaran dan memadai.

"Dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga harus siap melakukan stratifikasi, jadi mengidentifikasi (rumah sakit) berdasarkan alat  dan juga dokter yang mampu melakukan," sambung Affan. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Swasta
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
Pemerintah
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
Pemerintah
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Pemerintah
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Pemerintah
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
LSM/Figur
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
Pemerintah
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Pemerintah
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
Pemerintah
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau