BALI, KOMPAS.com - Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia, di samping serangan jantung dan kanker.
Selain bisa menyebabkan kematian, stroke juga dapat membuat seseorang mengalami cacat permanen.
Untuk mencegah hal tersebut, dokter bedah saraf Affan Priyambodo mengatakan pentingnya diagnosis dan penanganan yang cepat serta tepat.
"Secepat mungkin ditolong, maka kerusakan otak tidak telalu besar terjadi bahkan bisa kembali,” ujar Affan di sela-sela Bali International Neurovascular Intervention Convention (BLINC) di Nusa Dua, Bali, Jumat (26/4/2024).
Baca juga: Dorong Pengembangan Penanganan Stroke, Konferensi Neurovascular BLINC Digelar di Bali
Artinya, saat seseorang sudah menunjukkan gejala penyakit stroke, harus segera dibawa menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit pun, penanganan harus cepat dan sesuai dengan diagnosis.
“Mulai dibawa dari rumah ke rumah sakit tidak boleh telat. Tidak boleh sama sekali telat, bisa menambah semakin banyak sel otak yang rusak. Semakin lama (penanganan) bisa menyebabkan tingkat keparahan,” tutur Affan.
Sebagai contoh, alur penanganan pasien stroke di rumah sakit di Jerman dapat diproses kurang dari 20 menit, dari rumah hingga masuk ke ruang perawatan. Harapannya, kata dia, Indonesia dapat menuju ke arah sana.
Dengan demikian, Affan menegaskan pentingnya kerjasama antara masyarakat dengan pihak rumah sakit dan stakeholder terkait.
Sebab, hal pertama yang paling penting adalah masyarakat harus memahami apa itu stroke, gejala, hingga penanganannya. Sehingga, bisa segera membawa pasien ke rumah sakit yang tepat untuk penanganan.
Baca juga: Rayakan Lebaran, Jaga Kesehatan dengan Tidak Makan Berlebihan
“Setelah sampai rumah sakit, rumah sakitnya (juga harus) mampu memiliki dokter, alat diagnostik, dan mampu melakukan terapi dari strok. Jadi, itu urutannya,” ujar dia.
Dokter hingga alat yang tepat di rumah sakit menurutnya juga menjadi tantangan tersendiri penanganan stroke di Indonesia.
Sebab, angka kejadian stroke tidak hanya meningkat terutama di kota-kota besar.
Di beberapa wilayah di Indonesia, masih banyak kasus yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan pengobatan memadai.
“Ada dua tipe stroke yaitu stroke sumbatan dan perdarahan. Keduanya tentu memiliki penanganan yang berbeda,” ungkap Affan.
Sementara itu, dokter radiologi Kumara Tini menyebut peningkatan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini menjadi pekerjaan rumah para ahli neurologi sejak bertahun-tahun.
Baca juga: Perhatikan 3 Masalah Kesehatan yang Sering Dialami Pemudik
la pun berpesan agar masyarakat yang mengalami gejala stroke diharapkan segera merujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan terapi stroke iskemik akut, yaitu RS rujukan, misalnya RSUP Prof. Ngoerah untuk daerah Bali.
“Ini yang kami laksanakan selama beberapa tahun terakhir, mengedukasi dan mengupdate terutama kepada masyarakat awam, agar makin cepat datang ke rumah sakit,” ujar Kumara.
Selain itu, para dokter dan ahli saat ini juga sedang terus berupaya membangun sistem agar masyakarat yang sudah cepat datang ke rumah sakit, betul-betul bisa mendapat penanganan yang tepat sasaran dan memadai.
"Dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga harus siap melakukan stratifikasi, jadi mengidentifikasi (rumah sakit) berdasarkan alat dan juga dokter yang mampu melakukan," sambung Affan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya