Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

EUDR: Antara Berkah dan Musibah bagi Indonesia

Kompas.com, 7 Mei 2024, 12:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

REGULASI Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-free Regulation/EUDR) yang disahkan pada 29 Juni 2023, terus menjadi polemik.

EUDR bertujuan mengurangi peran konsumen UE terhadap penggundulan hutan dengan cara melarang masuk impor 7 komoditi (kayu, kopi, kakao, minyak sawit, ternak, kedele dan karet) yang ditanam di kawasan terdeforestasi.

Pengusaha dan pedagang yang ingin menempatkan produk tersebut di pasar UE atau mengekspor dari UE harus menerapkan sistem pemeriksaan legalitas dengan melakukan penilaian risiko dan memperoleh koordinat lokasi geografis (lintang dan bujur) dari bidang tanah tempat barang yang bersangkutan berada, diproduksi atau diperoleh, serta tanggal atau rentang waktu produksi.

Untuk mengeluarkan barang, pengusaha harus menyerahkan surat pernyataan pemeriksaan legalitas bersama dengan pemberitahuan pabean, dan sistem informasi terpusat yang dikendalikan oleh lembaga negara akan dibuat untuk memasukkan dan menyimpan informasi tersebut.

EUDR tidak berlaku untuk barang-barang yang diproduksi sebelum penerapan peraturan ini (kecuali untuk produk kayu yang tunduk pada persyaratan EUDR) atau untuk barang-barang yang seluruhnya terbuat dari bahan yang telah mencapai akhir siklus hidup produknya dan jika tidak, maka akan dibuang sebagai limbah.

Nantinya komoditas tersebut harus melewati uji tuntas (due diligence) untuk memastikan tidak berasal dari lahan yang mengalami degradasi hutan atau deforestasi.

Persentase produk yang harus melewati due dilligence bergantung kepada risk assessment negara asal komoditas itu, bisa low risk, medium risk atau high risk.

Negara-negara yang menerapkan kebijakan deforestation free menggolongkan komoditas menjadi tiga kategori berdasarkan risiko deforestasi, yakni:

Pertama, Low Risk (Risiko Rendah): Komoditas dalam kategori ini dianggap memiliki risiko deforestasi rendah. Negara-negara importir biasanya memberlakukan prosedur yang lebih ringan untuk komoditas dalam kategori ini.

Kedua, Standard Risk (Risiko Standar): Komoditas dalam kategori ini dianggap memiliki risiko deforestasi sedang. Negara-negara importir menerapkan prosedur yang lebih ketat untuk komoditas dalam kategori ini.

Ketiga, High Risk (Risiko Tinggi): Komoditas dalam kategori ini dianggap memiliki risiko deforestasi tinggi. Negara-negara importir menerapkan prosedur wajib yang lebih ketat (stricter due diligence) untuk komoditas dalam kategori ini.

Penggolongan komoditas ini bertujuan mengidentifikasi dan mengatur perlakuan yang sesuai terhadap komoditas yang berisiko deforestasi.

Uni Eropa bermaksud menunda pemberlakuan aturan ketat impor komoditi dari kawasan yang rawan deforestasi, atau dikenal dengan UU Bebas Deforestasi (EUDR), setelah sejumlah negara Asia, Afrika dan Amerika Latin mengajukan protes karena aturan tersebut memberatkan, tidak adil, dan menakuti investor.

UE akan menunda klasifikasi negara ke dalam tiga kategori — berisiko rendah, standar dan tinggi — yang sedianya akan diterapkan pada Desember 2024.

Sebaliknya, UE akan menetapkan seluruh negara masuk dalam risiko standar guna memberi lebih banyak waktu setiap negara untuk beradaptasi dengan EUDR.

Dalam pelaksanaannya, UE telah meluncurkan peta hutan dunia (Global Forest Map-GFM) 2020 sebagai acuan pada platform European Union Forest Observatory (EUFO) pada Desember 2023.

Versi final peta EUFO tersebut akan dirilis pada Desember 2024. Peta final EUFO dapat menggambarkan tiga kategori berdasarkan risiko deforestasi.

Apakah kebijakan EUDR musibah atau berkah bagi Indonesia? Penulis sebagai pemerhati kehutanan dan lingkungan mencoba mengulasnya.

EUDR musibah bagi ekonomi

Meski EUDR tidak berlaku surut, namun secara ekonomis jelas merugikan bagi para petani kecil yang jumlahnya jutaan orang di negara-negara produsen 7 komoditas yang masuk dalam golongan EUDR.

Para petani akan dibebani biaya tambahan untuk menentukan geolokasi dari lahan yang dimiliki/digarapnya. Jadi wajar apabila negara-negara yang mempunyai hutan, khususnya hutan tropis di dunia menolak pemberlakuan EUDR.

UU ini dipandang belum mempertimbangkan kemampuan dan kondisi lokal, produk legislasi nasional, mekanisme sertifikasi, upaya-upaya dalam mencegah deforestasi, dan komitmen multilateral dari negara-negara produsen komoditas, termasuk prinsip tanggung jawab bersama dengan bobot yang berbeda (common but differentiated responsibilities).

Ada 17 negara yang menolak, yakni Argentina, Brasil, Bolivia, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, Indonesia, Kolombia, Malaysia, Meksiko, Nigeria, Pantai Gading, Paraguay, Peru, Thailand, dan Republik Dominika.

Indonesia yang mengklaim sebagai negara pemilik hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo, sangat wajar apabila menolak atau setidaknya keberatan pemberlakukan EUDR.

Tujuh komoditas yang masuk dalam golongan EUDR selama ini merupakan ekspor komoditas Indonesia.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
LSM/Figur
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Swasta
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
LSM/Figur
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau