KOMPAS.com - Pertanian adalah salah satu sektor yang terkena dampak dari perubahan iklim secara langsung.
Iklim yang berubah menyebabkan pola tanam menjadi sulit untuk diprediksi. Pada beberapa musim, terjadi kekeringan panjang sehingga daerah pertanian akan kekurangan air yang dapat menyebabkan gagal panen.
Sementara itu, musim penghujan yang berlangsung cukup lama menyebabkan banjir di daerah pertanian, dapat mengakibatkan gagal panen, hama tanaman pun bisa menjadi lebih resisten akibat penggunaan pestisida.
Menurut Kepala Pusat Riset Teknologi Tepat Guna Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Achmat Sarifudin, perlu berbagai inovasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan permasalahan di bidang pertanian terhadap produktivitas pertanian serta ketahanan pangan, salah satunya melalui pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna.
Baca juga: Indonesia Masuk Tingkat Kelaparan Kategori Sedang, DBS Donasi Pangan
“Pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Pra-panen yaitu teknologi mekanisasi peralatan dapat digunakan untuk mendukung budidaya komoditas pertanian,” jelas Achmat.
Hal itu ia sampaikan pada Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) BRIN, Kawasan Sains Subang, Selasa (7/5/2024) lalu.
Menurutnya, ada juga berbagai macam isu permasalahan pangan dan pertanian yang terjadi di Indonesia, di antaranya kebutuhan pangan yang terus meningkat karena peningkatan jumlah penduduk.
Pemanfaatan lahan baku sawah yang belum optimal sehingga indeks pertanaman di Indonesia masih rendah, hingga lahan rawa pasang surut masih banyak yang belum dimanfaatkan.
Baca juga: Patogen Tular Tanah Jadi Masalah bagi Jagung, Bisa Pengaruhi Ketahanan Pangan
“Negara penghasil pangan eksportir pangan beras semakin membatasi expornya, pergeseran tenaga kerja khususnya milenial dari sektor pertanian ke sektor lain yang berdampak kepada kekurangan tenaga kerja untuk memproduksi pangan, tuntutan mutu produk pertanian yang semakin meningkat, persaingan harga pangan di pasar nasional maupun global,” papar Achmat.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa kehadiran Teknologi Tepat Guna pra-panen akan menghasilkan efisiensi serta efektifitas yang cukup berpengaruh pada hasil panen.
Serta, dapat mengatasi permasalahan perubahan iklim, mendukung konsep ekonomi hijau, dan meningkatkan ketahanan pangan.
"Dengan kemudahan yang ditawarkan oleh konsep Internet of Things dan penerapannya memberikan kemudahan bagi para pengguna untuk mengatasi permasalahan di bidang budidaya,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala ORPP BRIN Puji Lestari mengajak pihak-pihak terkait khususnya kepada Kementerian Pertanian untuk duduk bersama membantu mencari solusi yang diperlukan.
Baca juga: Kodim Magetan-Dispertan Kolaborasi Dorong Produksi Tanaman Pangan
Salah satunya melalui pengembangan dan pemanfaatan TTG yang mampu menjawab kebutuhan dan permasalahan masyarakat dengan tidak merusak lingkungan.
“TTG harus dapat dioperasionalkan dan dipelihara secara mandiri oleh masyarakat serta memberikan nilai tambah baik dari sisi ekonomi dan lingkungan," tutur dia.
Menurutnya, TTG dirasa merupakan salah satu teknologi yang tepat untuk menjawab tantangan perubahan iklim khususnya bagi pelaku usaha pertanian mikro-kecil serta UMKM lainnya dalam pengolahan hasil pertanian dan pangan.
"TTG diharapkan juga mampu berperan dalam upaya meningkatkan kapasitas teknologi dalam bidang pertanian,” tambah Puji.
Puji menjelaskan, budidaya dalam cakupan teknologi mekanisasi peralatan TTG untuk dukungan produksi pertanian dibagi menjadi budidaya outdoor dan indoor.
Baca juga: Kodim Magetan-Dispertan Kolaborasi Dorong Produksi Tanaman Pangan
Kegiatan budidaya outdoor meliputi; tillage (pengolahan tanah), seeding (pembenihan), fertilizing (pemupukan), weeding (penyiangan) dan harvesting (pemanenan).
Budidaya indoor meliputi, greenhouse, aquaculture dan poultry (peternakan). Budidaya indoor dapat menjadi terobosan sistem budidaya yang tahan terhadap perubahan iklim.
Selain itu, kata dia, teknik budidaya indoor dengan sistem kontrol otomatis dan penggunaan IOT bisa meningkatkan efisiensi dalam penggunaan air, pupuk, serta mengurangi penggunaan pestisida yang dapat merusak lingkungan.
Puji memaparkan TTG juga dapat digunakan dalam kegiatan budidaya outdoor yang sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca, sehingga kegiatan budidaya ini sangat terdampak oleh fenomena perubahan iklim saat ini.
TTG yang mendukung budidaya outdoor, misalnya penggunaan TTG untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan air seperti teknologi drip irrigation (sistem irigasi tetes) yang dikembangkan dengan sistem kontrol dan otomatisasi.
Baca juga: Sasi Laut, Penjaga Ketahanan Pangan di Tengah Ancaman Krisis Iklim
TTG juga dapat berupa teknologi yang dapat mengurangi penyebab fenomena perubahan iklim, seperti teknologi yang ramah lingkungan, teknologi yang menurunkan emisi gas rumah kaca.
Selain itu, TTG pra-panen juga diharapkan dapat mendukung konsep green economy, dimana teknologi yang diusung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak lingkungan disekitarnya.
"Dengan pengembangan TTG pra-panen yang mendukung konsep green economy tersebut, diharapkan juga dapat meningkatkan hasil produksi pertanian sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan,” jelas Puji.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Mekanisasi Pertanian (BBPSIMP) Kementrian Pertanian Agung Prabowo menyampaikan, beberapa informasi tambahan terkait TTG.
“Harapannya adalah hasil TTG dapat mendukung peningkatan produksi pangan Nasional dalam memberikan jaminan persyaratan mutu dan implementasinya dan mengacu pada konsep mekanisasi selektif. Kita berjuang bersama-sama sesuai tracknya untuk mewujudkan Indonesia sebagi lumbung pangan dunia,” pungkas Agung.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya