Lain halnya dengan hutan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam dan seterusnya di lapangan akan jelas terlihat dengan tanda-tanda batas dan papan pengumuman serta dijaga dan dikelola oleh pemangku kawasan seperti Balai Taman Nasioanl (BTN) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.
Kenapa di Kalimantan, hutan lindung dan hutan hutan produksi sulit dibedakan?
Jawabannya adalah faktor ketinggian paling sedikit di atas 2000 m dpl, jarang ditemukan di Kalimantan.
Kalaupun ada, biasanya ada di daerah hulu di perbatasan dengan wilayah Kalimantan di pegunungan Verbeek.
Di Kalimantan jarang temukan gunung tinggi, pegunungan dan bukit-bukit yang tinggi. Karena sungainya sangat panjang dan hulunya ada di perbatasan negara Malaysia, maka kondisi daerah aliran sungainya (DAS) sangat luas, seperti DAS Barito, DAS Mahakam, dan DAS Kapuas.
Jadi kriteria penetapan hutan lindung di Kalimantan lebih banyak bertumpu pada curah hujan dan jenis tanah.
Sementara ketinggian atau kelerangan lahan dianggap relatif rata atau datar. Di kawasan hutan gambutpun, yang disebut dengan hutan lindung adalah hutan gambut yang mempunyai kubah gambut saja, selebihnya adalah hutan produksi.
Di masa orde baru, di mana kawasan hutan di Kalimantan banyak dikavling-kavling untuk konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) dalam jumlah yang cukup banyak, boleh jadi banyak areal HPH mencaplok kawasan hutan lindung, baik secara sengaja (mencuri kayu di hutan lindung) atau tidak sengaja karena salah menafsirkan peta dengan pelaksanaan di lapangan.
Lebih aneh lagi, dalam kawasan hutan mangrove, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih membagi kawasan fungsi hutan mangrove sebagaimana ekosistem hutan yang berada di daratan, yakni hutan konservasi (HK) 797.109 ha, hutan lindung (HL) 991.456 ha, dan hutan produksi (HP) 1.148.248 ha.
Padahal, jelas-jelas dalam UU 26/2007 tentang penataan ruang kawasan lindung dalam kawasan hutan, hanya hutan konservasi dan hutan lindung.
Dalam UU inipun dipertegas bahwa kawasan hutan pantai berhutan bakau telah dipertegas masuk dalam kawasan lindung (bukan kawasan budidaya yang secara otomatis bukan masuk dalam APL).
Kondisi dan alasan-alasan yang disebut di atas itulah yang saya sebut hutan lindung sebagai wilayah abu-abu, yang dapat ditarik kesana dan kemari baik untuk pemanfaatannya maupun penggunaannya yang hanya sekadar untuk keuntungan ekonomi semata.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya