KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, suhu permukaan Jakarta meningkat signifikan sebesar 1,6 derajat celsius dalam 130 tahun terakhir.
Praktisi Cuaca dan Iklim Ekstrem BMKG Siswanto mengatakan, peningkatan suhu tersebut diakibatkan perubahan lanskap Jakarta, dari sebelumnya dominan vegetasi tumbuhan menjadi kawasan properti.
Dia menyampaikan, kenaikan suhu permukaan Jakarta lebih kuat dibandingkan laju kenaikan suhu global dan regional.
Baca juga: IAL Kantongi Konsesi Kebun Sawit Separuh Luas Jakarta, Suku Awyu dan Moi Gugat Pemprov Papua
Iklim Jakarta, tuturnya, telah berubah signifikan seiring dengan pertumbuhan kota.
"Hal ini berindikasi terhadap peningkatan suhu permukaan sebesar satu derajat celsius yang dapat meningkatkan ekstremitas hujan sebesar 14 persen," kata Siswanto sebagaimana dilansir Antara, Rabu (5/6/2024).
Kenaikan suhu permukaan secara drastis tersebut membuat tren curah hujan ekstrem di Jakarta mengalami meningkat signifikan, dengan sifat curah hujan yang mengalami perubahan.
Hujan semakin deras, namun durasi lebih pendek. Curah hujan meningkat saat pagi hari dan pergeseran hujan siang ke malam hari, serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan pada musim hujan.
Siswanto menjelaskan, iklim urban didefinisikan sebagai keadaan iklim yang sangat berbeda dengan wilayah rural sekitarnya. Kondisi itu disebabkan adanya perkembangan perkotaan.
Baca juga: Jakarta Wilayah Rentan Terdampak Perubahan Iklim
Salah satu pemicu karakteristiknya iklim urban, kata dia, adalah urbanisasi, perubahan lanskap, serta penggunaan semua properti di dalam perkotaan seperti energi, tata kelola air, dan tata kelola lahan.
Berdasarkan hasil pencitraan satelit Landsat untuk Jakarta pada 1972, kawasan terbangun di Jakarta masih terbatas dengan vegetasi yang lebih dominan.
Satu dekade kemudian, pada 1982, vegetasi masih terlihat dominan hijau. Suhu belum banyak berubah dengan rata-rata 28 derajat celsius.
Meski demikian, rata-rata suhu maksimumnya sudah meningkat dari 31,7 derajat celsius menjadi 32,2 derajat celsius.
"Untuk suhu minimumnya pun masih tidak terlalu jauh perubahannya yaitu dari 24,3 derajat celsius menjadi 24,7 derajat celcius," kata Siswanto.
Baca juga: Transportasi Cerdas Jadi Solusi di Perkotaan, Mulai dari Jakarta
15 warsa berselang tepatnya pada 1997, warna merah dari citra Landsat atau kawasan hunian sangat ekspansif mulai terlihat.
Perubahan lanskap itu diikuti oleh perubahan suhu udara dari rata-rata menjadi 28,4 derajat celsius naik sekitar 0,4 derajat celsius.
Kala itu suhu maksimum tidak banyak perubahan dan suhu minimum malam hari sebesar 25 derajat celsius.
Pada 2005 perkembangan kawasan hunian Jakarta semakin ekspansif hingga 2014. Kawasan hunian semakin padat tak hanya di dalam Jakarta, tetapi juga sampai keluar batas.
"Perubahan lingkungan kompatibel dengan perubahan iklim atau perubahan suhu, dalam hal ini yang terjadi di Jakarta," kata Siswanto.
Baca juga: Mobil Listrik Karya Mahasiswa Palangkaraya Bakal Bertarung di Jakarta
Siswanto mengungkapkan, sekitar tahun 1675 sampai 1725, kawasan pemukiman Jakarta belum padat serta masih nampak gunung-gunung yang menjulang di wilayah Bogor.
Setelah VOC masuk sekitar tahun 1755-1785, Jakarta mulai berkembang, gunung-gunung sudah mulai tidak kentara.
Tahun 2018 gunung-gunung atau perbukitan yang tadinya terlihat itu sudah menghilang.
"Kita akan terus mengalami perubahan itu, tetapi yang pasti perubahan lanskap dan lingkungan akan menghasilkan konsekuensi, salah satunya konsekuensi terhadap iklim," ucap Siswanto.
Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Albertus Sulaiman menuturkan, perubahan suhu permukaan Jakarta memerlukan penanganan serius, terutama para peneliti yang mumpuni dalam sains iklim dan atmosfer.
"Masalah di dunia kita sekarang ini terkait dengan Sustainable Development Goals (SDGs), utamanya tentang kehidupan lebih baik dan berkelanjutan. Sains atau ilmu berperan untuk menyelesaikan masalah, terutama terkait dengan iklim urban perkotaan," kata Albertus.
Baca juga: Ada 1.258 Kejadian Bencana di Jakarta Sepanjang 2023
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya