Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lautan Hadapi Ancaman Besar akibat Krisis Iklim, Pemananasan Ekstrem hingga Pengasaman

Kompas.com - 05/06/2024, 20:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Lautan di dunia sedang menghadapi tiga ancaman besar berupa pemanasan ekstrem, hilangnya oksigen, dan pengasaman.

Hal tersebut mengemuka dalam studi terbaru yang dirilis jurnal AGU Advances pada 23 Mei 2024. Menurut penelitian tersebut, sekitar seperlima permukaan laut dunia sangat rentan terhadap ketiga ancaman tersebut.

Menurut temuan studi tersebut, ancaman yang dihadapi lautan tak lepas dari krisis iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan.

Baca juga: Berkat Laut dan Awan, Indonesia Masih Aman dari Gelombang Panas

Di kedalaman 300 meter lautan yang terkena dampak, peristiwa gabungan ini sekarang berlangsung tiga kali lebih lama dan enam kali lebih intens dibandingkan pada awal tahun 1960-an.

Penulis utama studi ini memperingatkan bahwa lautan di dunia sudah berada dalam kondisi ekstrem baru karena krisis iklim.

"Dampaknya sudah terlihat dan dirasakan," kata Joel Wong, peneliti dari ETH Zurich sebagai penulis utama studi tersebut.

"Kejadian ekstrem seperti ini kemungkinan besar akan terjadi lagi di masa depan dan akan mengganggu ekosistem laut dan perikanan di seluruh dunia," tambahnya, sebagaimana dilansir The Guardian.

Studi tersebut menganalisis kejadian panas ekstrem, deoksigenasi, dan pengasaman. Peneliti menemukan, kejadian ekstrem tersebut bisa berlangsung hingga 30 hari, terutama di wilayah tropis dan Pasifik utara yang terkena dampak ancaman yang semakin besar.

Baca juga: Luhut Ungkap Proyek Hilirisasi Rumput Laut, Klaim Nilai Impor Rp 303,8 Triliun pada 2030

Selama ini, para ilmuwan iklim khawatir dengan kenaikan suhu panas di lautan yang terus menerus dan mencapai tingkat yang luar biasa dalam beberapa bulan terakhir.

"Panas benar-benar tidak masuk akal," kata Andrea Dutton, ahli geologi dan ilmuwan iklim di Universitas Wisconsin–Madison, yang tidak terlibat dalam penelitian baru ini.

Panas ekstrem di lautan juga memaksa ikan dan spesies lain untuk berpindah ke iklim yang lebih sesuai.

Di sisi lain, lautan juga harus membayar mahal karena menyerap sejumlah besar panas dan karbon dioksida dari emisi bahan bakar fosil.

Tambahan karbon dioksida tersebut membuat air laut menjadi lebih asam, membuat cangkang makhluk laut terdampak, serta membuat lautan kekurangan oksigen.

Baca juga: BRIN dan OceanX Gali Keanekaragaman Hayati Laut Dalam Indonesia

"Ini berarti kehidupan laut semakin tersingkir dari tempat di mana mereka dapat bertahan hidup," kata Dutton.

Dutton menuturkan, penelitian tersebut memperjelas bahwa ancaman gabungan ini akan mendorong organisme melewati titik kritisnya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

LSM/Figur
Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Pemerintah
Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

LSM/Figur
“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

Swasta
Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Pemerintah
Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

LSM/Figur
Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

LSM/Figur
Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

LSM/Figur
Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Pemerintah
79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

Pemerintah
 Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Pemerintah
Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

LSM/Figur
Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

LSM/Figur
Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Swasta
Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau