I see skies of blue
And clouds of white
The bright blessed day
The dark sacred night
And I think to myself
What a wonderful world...
KOMPAS.com - Kita tentu tidak asing lagi dengan single Louis Armstrong yang dirilis pada tahun 1967 ini. Lagu legendaris ini mengingatkan kita bahwa selalu ada harapan dalam hidup. Kita hanya perlu menjaga optimistisme dengan merayakan indahnya alam dan kebaikan hati orang-orang yang ditemui.
Meski lagunya sudah dirilis berpuluh tahun lalu, deskripsi tentang keindahan alam di dalam lagu ini masih bisa kita nikmati sekarang. Kita masih bisa menyaksikan birunya langit dan putihnya awan, jernihnya lautan dengan pantai berpasir putih kemerahmudaan, atau indahnya pelangi selepas hujan.
Baca juga: Dapur Tara Labuan Bajo, Nikmati Kuliner Flores dengan Suasana Alam
Bayangkan suatu saat deskripsi itu tak relevan lagi. Anak dan cucu kita tak yakin lagi bahwa langit itu berwarna biru karena ternyata di masa dewasa mereka langit berwarna putih butek atau abu-abu - which is sudah terjadi di sejumlah kota industri.
Suatu saat, mereka mungkin tak bisa lagi melihat langsung terumbu karang yang pada suatu masa pernah menjadi salah satu kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dan kini hanya sekitar 5 persen yang disebut dalam kondisi baik atau juga tak bisa lagi langsung melihat bagaimana penyu hijau berenang saat snorkeling di laut lepas....
Namun sekali lagi, kata Louis Armstrong, mari tetap optimistis karena selalu ada harapan. Dan harapannya ada di tangan kita, saya dan Anda.
Karena ada harapan, diskursus tentang gaya hidup yang pro-lingkungan melalui edukasi dan kampanye pun terus didengungkan, termasuk saat traveling.
Baca juga: Menparekraf Targetkan Labuan Bajo Jadi Pusat Pariwisata Berkelanjutan
Para wisatawan didorong menjaga kebersihan dan keberlangsungan lingkungan di destinasi wisata yang sedang dikunjungi. Karena pada kenyataannya, ironi kerap terjadi.
Para wisatawan datang untuk menikmati keindahan alam tetapi seringkali mereka sendiri yang merusak keindahan alam di tempat yang sama.
Pandawara Group, sekelompok anak muda yang viral karena aksi-aksi nyatanya menjaga kebersihan lingkungan di pantai dan sungai, menangkap keresahan ini.
Gilang, Ichsan, Rifky, Agung, dan Rafly, meski baru berusia di awal 20-an dan belum punya anak apalagi cucu, menyadari bahwa menjaga kebersihan dan keberlangsungan lingkungan sejak usia muda akan berdampak baik jauh ke depan.
Motivasi itu makin kuat saat mereka berulang kali menceburkan diri ke laut dan sungai atau berpeluh di atas sampah yang menutupi pantai - literally tertutup.
"Karena telah melihat langsung kondisi lapangan di negara kita, kami menemui kerusakan dan kami menyadari kesadaran masyarakat masih rendah dan parah," kata Gilang, salah satu anggota Pandawara Group, di sela acara beach clean-up dalam Kampanye "100 Persen Murni, 100 Persen Petualangan Indonesia" bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Aqua Danone di Pantai Binongko, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Kamis (30/5/2024).
Baca juga: Viral, Unggahan Wisatawan soal Harga Makanan di Kampung Ujung Labuan Bajo, Pemkab Bentuk Satgas
Lanjut Gilang, "Jadi, kami pikir kalau fenomena seperti ini dibiarkan terus menerus, kami khawatir generasi penerus setelah kami tidak bisa menikmati kekayaan maupun keindahan alam yang ada di Indonesia."
Jika kerusakan lingkungan makin parah, lanjutnya, masyarakat, termasuk kita sendiri, yang mengalami kerugian.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya