Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Restorasi Lahan Gambut Atasi Tantangan Perubahan Iklim

Kompas.com, 15 Juni 2024, 08:55 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Sebagai salah satu ekosistem lahan basah, gambut berperan dalam mencegah perubahan iklim hingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Sekretaris Utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Ayu Dewi Utari mengatakan, dengan kekhasan ekosistem, flora dan fauna, gambut mempunyai peranan penting dalam menjaga siklus hidrologi, keanekaragaman hayati, lingkungan, dan mitigasi perubahan iklim.

"Gambut mempunyai kapasitas penyimpanan karbon 10 sampai 13 kali dibandingkan ekosistem lain," ujar Ayu dalam diskusi Thought Leaders Forum (TLF) ke-32 bertema “Konservasi dan Restorasi Lahan Gambut Tropis di Indonesia: Solusi Iklim Alami untuk Mitigasi Perubahan Iklim" di Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Baca juga: BRGM Klaim Telah Restorasi Gambut 1,8 Juta Hektar Sepanjang 2016-2023

Berdasarkan data Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian tahun 2019, lahan Gambut sebagai salah satu keunggulan sumber daya alam Indonesia memiliki luas total sekitar 13,34 juta hektar. 

"Dari data yang ada, lahan gambut di Indonesia luasnya sekitar 13,34 juta hektar. Ini keempat terluas di dunia setelah Kanada, Rusia, dan Amerika," imbuhnya.

Salah satu peran penting gambut adalah sebagai penyimpan cadangan karbon. Lahan gambut juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai budidaya tanaman dan perikanan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Pentingnya restorasi gambut

Oleh karena peran penting itu, dalam upaya mencapai Nationally Determined Contribution (NDC), restorasi gambut menjadi salah satu aksi prioritas.

NDC merupakan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sebesar 31,89 persen  dengan upaya sendiri atau 43,20 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

Dengan luasan lahan gambut tropis di Indonesia mencapai 13,4 juta hektar, diperkirakan mampu menyimpan hingga 57 giga ton karbon atau 55 persen dari total karbon gambut tropis dunia.

Baca juga: Jambi Jadi Referensi Restorasi Lahan Gambut Nasional

"Namun, hampir setengahnya mengalami degradasi fungsi yang diakibatkan oleh pembangunan kanal, penebangan hutan, konversi menjadi lahan pertanian, dan kebakaran," tutur Ayu. 

Terdapat tiga strategi restorasi gambut yang dijalankan BRGM. Ketiganya adalah pembasahan ulang (rewetting), penanaman kembali (revegetation), dan  peningkatan kesejahteraan (revitalisasi) penghidupan masyarakat. 

BRGM mencatat sampai dengan tahun 2023, ada 784 desa yang terbentuk di area gambut terestorasi.

Menurut Ayu, dengan kesejahteraan yang baik, masyarakat akan secara sadar dan suka rela ikut terlibat melindungi lingkungan mereka.

“Karena itu salah satu program yang kita gulirkan adalah Desa Peduli Gambut. Fokusnya untuk mendorong perubahan paradigma tentang restorasi gambut dan membantu desa-desa meningkatkan status desa mereka,” ujarnya. 

Gambut bisa turunkan emisi

Diskusi Thought Leaders Forum (TLF) ke-32 bertema tema ?Konservasi dan Restorasi Lahan Gambut Tropis di Indonesia: Solusi Iklim Alami untuk Mitigasi Perubahan Iklim yang diselenggarakan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Jakarta, Kamis (13/6/2024). KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Diskusi Thought Leaders Forum (TLF) ke-32 bertema tema ?Konservasi dan Restorasi Lahan Gambut Tropis di Indonesia: Solusi Iklim Alami untuk Mitigasi Perubahan Iklim yang diselenggarakan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Sebelumnya, dalam FOLU Net Sink 2030 yang berkontribusi pada pencapaian NDC, Indonesia
mematok penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor lahan sebesar 17,4 persen atau
mengurangi emisi karbon 140 juta ton setara CO2.

FOLU Net Sink 2030 merujuk pada kontribusi sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya dalam menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskan.

Ini termasuk kegiatan seperti reforestasi, aforestasi, konservasi hutan, dan praktik pengelolaan lahan berkelanjutan, yang meningkatkan penyerapan karbon atau mengurangi emisi dari penggunaan lahan seperti pada lahan gambut.

Baca juga: Tingkat Kebakaran Lahan Gambut Menurun, Bisa Tekan Emisi

Peneliti Ahli Madya, Direktorat Kebijakan Lingkungan Hidup, Kemaritiman, Sumber Daya
Alam, dan Ketenaganukliran, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yanto Rochmayanto
mengatakan bahwa dalam merestorasi gambut, pendekatan yang diambil tidak bisa hanya
mengandalkan sisi teknis.

Ia menilai, dalam rencana restorasi perlu terlebih dahulu melakukan konsolidasi, terutama terkait kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.

“Pertama kita perlu kenali sosial budaya di area yang akan direstorasi, kemudian pilih aktivitas maupun aksi mitigasi yang terkait dengan mereka. Jadi, kegiatan restorasi yang sesuai dengan alam sekaligus sesuai dengan sosial ekonomi masyarakat,” ujar Yanto.

Peneliti sekaligus Manajer Senior Karbon Kehutanan dan Perubahan Iklim Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Nisa Novita menambahkan, restorasi gambut perlu upaya kolaboratif berbagai pihak.

Selain itu juga perlu kuantifikasi seberapa besar dampak penurunan emisi dari kegiatan rewetting dan revegetation pada lahan gambut terdegradasi.

“Penelitian kami menemukan bahwa, pembangunan sekat kanal di lokasi yang tepat dan
terawat di lahan perkebunan sawit dapat menurunkan emisi mencapai 30% dibandingkan
dengan bussiness as usual. Hal ini menjadikan restorasi gambut melalui pengelolaan tata air
dapat dijadikan salah satu strategi efektif solusi iklim alami yang berpotensi tinggi dalam
upaya penurunan emisi pada skala nasional,” tutur Nisa.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau