Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons "All Eyes on Papua", KLHK Proses Status Hutan Adat di Boven Digoel

Kompas.com, 14 Juni 2024, 21:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memastikan pemerintah memproses pengembalian status hutan adat wilayah yang masuk dalam hutan primer dan tidak dapat dibuka lagi oleh perusahaan swasta, termasuk di Kabupaten Boeven Digoel.

Melalui Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK tengah memproses area hutan tersebut agar mendapatkan status hutan adat.

Baca juga: RIPP Diprediksi Bisa Mempercepat Kesejahteraan Papua dalam Dua Dekade

"Saat ini PSKL sedang memproses bahwa hutan primer yang tidak boleh dibuka lagi oleh swasta ini akan kita kembalikan kepada hutan adat," ujar Siti dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2024). 

"Pada saat ini proses untuk hutan adatnya sedang berlangsung di Direktorat Jenderal PSKL," imbuhnya. 

Menurutnya, pemerintah dan masyarakat adat memiliki tujuan yang sama untuk menjaga keberadaan hutan adat di Papua. Hal itu untuk merespons tagar media sosial "All Eyes on Papua".

"Kalau itu kan mereka justru memintanya bahwa itu tidak boleh terjadi deforestasi. Kan sama, pemerintah tidak mau hutan primer dibuka jadi sawit," kata Siti, dikutip dari Antara

Baca juga: IAL Kantongi Konsesi Kebun Sawit Separuh Luas Jakarta, Suku Awyu dan Moi Gugat Pemprov Papua

Sebelumnya, dua perusahaan sawit PT MJR dan PT KCP mengajukan kasasi setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak gugatan keduanya atas pencabutan izin pelepasan kawasan hutan oleh pemerintah.

Kedua perusahaan, sebelumnya mengantongi izin untuk kawasan hutan seluas sekitar 38.000 hektar di Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan. Izin itu dikeluarkan pada 2010-2012.

Pencabutan itu dilakukan pada 2022 berdasarkan ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja dan PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, bahwa kawasan hutan primer tidak dapat dibuka.

Siti juga mengatakan terdapat satu perusahaan yang izinnya sedang dicabut di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) karena tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

Baca juga:

Perusahaan-perusahaan tersebut sebelumnya pernah mengajukan sekitar 20 persen luasan itu menjadi kebun plasma rakyat.

"Padahal kalau bicara kebun rakyat plasma bisa tidak mengambil dari hutan primer, menurut undang-undang bisa dia mengambil dari tempat lain, dan bisa dalam bentuk jasa yang lain," terang Siti. 

Sebagai informasi, sebelumnya, ramai bermunculan tagar "All Eyes On Papua" di berbagai media sosial, menginformasikan ancaman 36.000 hektar hutan di Boven Digoel akan dikonversi menjadi perkebunan sawit.

Tagar tersebut salah satunya buntut dari Suku Awyu dari Boven Digoel dan Suku Moi dari Sorong Papua Barat Daya yang lebih dulu melakukan aksi di depan Mahkamah Agung (MA) untuk menolak konversi hutan adat mereka, pada 27 Mei 2024 lalu.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau