KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak Pemerintah dan DPR RI segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Tuntutan ini kembali disampaikan dalam rangka memperingati Hari PRT Internasional yang diperingati setiap 16 Juni.
Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani mengingatkan, PRT menghadapi kondisi kerja tidak layak dan harus segera diperbaiki.
Hal tersebut menjadi bagian dari pemenuhan tanggung jawab negara terhadap hak perempuan pekerja sekaligus hak konstitusional perempuan.
Pengakuan dan perlindungan hukum untuk memperbaiki kondisi dan situasi kerja layak mendesak untuk diregulasi, salah satunya melalui RUU PPRT yang sudah 20 tahun berproses namun tidak kunjung disahkan.
Akibatnya, sampai saat ini PRT terus mengalami situasi rentan, kerja tidak layak, dan berbagai tindak kekerasan, penganiayaan, bahkan perbudakan.
"Situasi ini seharusnya menjadi pertimbangan DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT yang telah diperjuangkan selama 20 tahun," kata Tiasri dikutip dari siaran pers, Sabtu (15/6/2024).
Terutama, kata Tiasri, mengingat DPR RI telah menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR pada Maret 2023.
Baca juga: Cerita PRT di Jaksel Jadi Caleg DPRD DKI, Ingin Perjuangkan UU PPRT
"Presiden juga telah mengirimkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU PPRT ke pimpinan DPR dan menunjuk kementerian yang mewakili pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU PPRT bersama DPR," ucap Tiasri.
Selama ini PRT bekerja untuk mengurus rumah tangga dan anggota keluarga di dalamnya yang masuk dalam kategori kerja perawatan atau care-work.
Seiring perkembangan sosial dan ekonomi, khususnya meningkatnya keterlibatan perempuan dalam pasar tenaga kerja, pekerjaan ini bertransformasi dari kerja tak berbayar yang bercorak perhambaan menjadi kerja reproduksi sosial yang menjadi bagian dari sektor jasa.
Kerja kerumahtanggaan dialihkan kepada tenaga kerja pengganti yaitu PRT. Namun, jenis pekerjaan ini dikonstruksikan sebagai sektor kerja tidak produktif, bagian dari pekerjaan kodrat, dan tidak membutuhkan keahlian.
Pekerjaan rumah tangga kemudian dinilai tidak membutuhkan pengaturan perlindungan yang bersifat formal, melainkan hasil negosiasi sedemikian rupa atau berdasarkan kerelaan atau kemurahhatiaan pemberi kerja.
Baca juga: Akademisi UIN Jakarta: UU PPRT Harus Disahkan demi Lindungi Perempuan
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi berujar, materi dalam RUU PPRT yang sering dipertanyakan adalah hak-hak PRT yang harus diberikan.
Dia meminta pemberi kerja tidak perlu khawatir karena dalam RUU PPRT, yang dilindungi adalah pemberi kerja dan PRT.
Penghormatan dan pemenuhan hak-hak PRT juga merupakan bagian dari pelaksanaan nilai-nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
RUU PPRT juga bukan menekankan intervensi pada ruang privat karena sudah ada pengaturannya di dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pehapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
RUU PPRT bisa menjadi sebagai payung hukum dan pelindungan bagi PRT dan pemberi kerja dalam relasi hubungan kerja.
Baca juga: Kemenaker: RUU PPRT Sangat Mendesak, Semoga Pecah Telur 16 Juni 2023
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya