Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Tak Diakui, Masyarakat Punan Batu Raih Kalpataru

Kompas.com - 18/06/2024, 06:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

 JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau Sajau dari Kalimantan Utara meraih penghargaan Kalpataru dengan kategori penyelamat lingkungan, yang diberikan langsung di Jakarta, Rabu (5/6/2024). 

Kalpataru merupakan apresiasi tertinggi dari pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kepada individu atau kelompok yang berjasa dalam upaya melestarikan lingkungan.

Mereka dinilai melestarikan alam dengan merintis, mengabdi, menyelamatkan, dan membina perlindungan serta pengelolaan lingkungan khususnya hutan adat

"Kami bersyukur karena upaya kami menjaga hutan sebagai tempat hidup kami diakui pemerintah pusat di Jakarta," ujar Perwakilan Masyarakat Hukum Adat Punan Batu, Makruf, dalam media briefing "Legalitas Hutan Adat untuk Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau Sajau" di Jakarta, Kamis (6/6/2024). 

Baca juga: Tugu Kalpataru untuk Mamah Oday, Pelestari Obat Nusantara

Impian warga Punan Batu adalah hutan tempat hidup mereka tetap terjaga dan utuh.

Oleh karena itu, usai membawa pulang Kalpataru, MHA Punan Batu berharap agar wilayah tinggal mereka yaitu Hutan Benau dapat segera ditetapkan sebagai Hutan Adat. Tujuannya demi memastikan luas kawasan hutan tidak semakin berkurang atau tidak beralih fungsi.

“Wilayah hidup kami semakin terbatas, semoga kami bisa mendapatkan jaminan atas hutan yang merupakan tempat tinggal kami,” imbuh Makruf.

Menjadi inspirasi 

Tahun ini, MHA Punan Batu mendapat Kalpataru untuk kategori penyelamat lingkungan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 574 Tahun 2024 tentang Penerima Penghargaan Kalpataru 2024.

Selain Punan Batu, penghargaan Kalpataru 2024 juga diberikan kepada sembilan penerima lain. Rinciannya yaitu empat kategori perintis, tiga kategori penyelamat, satu kategori pengabdi, dan dua kategori pembina.

“Tradisi mereka yang secara turun menurun sejak ribuan tahun lalu terus menjaga kelestarian hutan, menjadi pertimbangan utama kami dalam memberikan Kalpataru ini," ujar Direktur Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jo Kumala Dewi.

Jo Kumala berharap, pemberian Kalpataru kepada MHA Punan Batu bisa menginspirasi MHA lain termasuk juga masyarakat untuk bisa ikut menjaga hutan.

"Mereka ini seperti hotspot yang perlu terus kita kipasi agar bisa 'membakar' masyarakat lain, memberi inspirasi," ia menambahkan.

Melalui proses panjang

Bupati Bulungan Syarwani (kiri) menemui  Suku Punan Batu di hunian sementara Hutan Benau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Rabu (31/5/2023). Pemerintah Kabupaten Bulungan memberikan surat keputusan pengakuan Suku Punan Batu sebagai Masyarakat Hukum Adat. Suku Punan Batu menjadi suku terakhir di Kalimantan yang masih hidup dari berburu, meramu, dan berpindah-pindah tempat tinggal.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Bupati Bulungan Syarwani (kiri) menemui Suku Punan Batu di hunian sementara Hutan Benau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Rabu (31/5/2023). Pemerintah Kabupaten Bulungan memberikan surat keputusan pengakuan Suku Punan Batu sebagai Masyarakat Hukum Adat. Suku Punan Batu menjadi suku terakhir di Kalimantan yang masih hidup dari berburu, meramu, dan berpindah-pindah tempat tinggal.
Untuk diketahui, sebelum Kalpataru, MHA Punan Batu melalui perjalanan cukup panjang untuk mendapatkan hak kelola resmi atas hutan mereka.

Semua berawal dari penelitian genetika masyarakat Punan Batu pada 2018 hingga 2021, yang dilakukan Profesor Stephen Lansing dan Peneliti dari Mochtar Riady Institute Pradiptajati Kusuma.

Mereka menemukan bahwa genetika Punan Batu berumur lebih tua dibandingkan masyarakat asli di Kalimantan Utara seperti suku dayak.

"Mereka juga satu-satunya suku di Kalimantan yang masih berburu dan meramu," kata Pradiptajati. 

Baca juga: Respons All Eyes on Papua, KLHK Proses Status Hutan Adat di Boven Digoel

Hasil penelitian gabungan tersebut kemudian terbit di jurnal pada Pusat Nasional Informasi Bioteknologi Amerika Serikat pada 2022.

"Kajian ilmiah dari para peneliti tersebut sangat membantu dalam penetapan Masyarakat
Hukum Adat," ujar Bupati Syarwani.

Warga Punan Batu Benau Sajau akhirnya mendapatkan status Masyarakat Hukum Adat pada 3 April 2023 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bulungan Nomor 188.45/319 Tahun 2023 tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA Punan Batu Benau Sajau.

Dengan proses sekitar 1,5 tahun, Bupati Syarwani menilai adanya keunikan genetika MHA Punan Batu menjadi bukti kuat penetapan tersebut.

Terus berjuang

Setelah penetapan sebagai Masyarakat Hutan Adat, lalu pemberian Kalpataru, Bupati Syarwani mengatakan pihaknya siap mendukung proses selanjutnya, agar wilayah warga Punan Batu seluas 18.000 hektar itu bisa mendapat status sebagai hutan adat.

Adapun luasan hutan diambil dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan alat Sistem Pemosisi Global (GPS), untuk memetakan wilayah jelajah warga Punan Batu.

Baca juga: Daftar Lengkap 10 Penerima Penghargaan Kalpataru 2024

"Wilayah jelajah dan ruang hidup mereka akan kami jamin," ujar Bupati Syarwani.

Pemerintah Bulungan juga tengah merumuskan layanan dasar seeperti kesehatan, pendidikan, dan pangan, serta pengembangan ekonomi jangka panjang untuk MHA Punan Batu.

Senada dengan Bupati Syarwani, Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Herlina Hartanto juga berharap, Kalpataru bisa membawa MHA Punan Batu selangkah lebih maju dalam perjalanan mereka dalam mendapatkan legalitas Hutan Adat.

Menurutnya, sebagai mitra strategis Pemerintah Bulungan, YKAN akan terus mendampingi warga Punan Batu untuk mendapatkan jaminan perlindungan wilayah hidup mereka sebagai Hutan Adat.

"Masyarakat Hukum Adat Punan Batu Benau Sajau berhak mendapatkan perlindungan, termasuk perlindungan pada wilayah hutan tempat mereka bergantung hidup. Dengan melindungi kehidupan mereka, kelestarian hutan pun akan terjaga," pungkas Herlina.

 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau