Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Afif
Hakim PTUN Palembang

Lulusan Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Perlindungan Hak Masyarakat Adat dalam Pembangunan Ibu Kota Nusantara

Kompas.com - 21/06/2024, 05:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Indigenous peoples are key stakeholders in sustainable development. Their rights, knowledge, and contributions must be recognized and protected to foster resilience and sustainability. Development that disregards their participation is not only unjust but ultimately unsustainable." - Victoria Tauli-Corpuz, dalam "UN Special Rapporteur on the Rights of Indigenous Peoples" (2016).

SEBAGAIMANA diungkapkan oleh Victoria Tauli-Corpuz dalam laporannya sebagai Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat (2016), masyarakat adat adalah pemangku kepentingan utama dalam pembangunan berkelanjutan.

Hak-hak, pengetahuan, dan kontribusi mereka harus diakui dan dilindungi untuk mendorong ketahanan dan keberlanjutan.

Pembangunan yang mengabaikan partisipasi mereka tidak hanya tidak adil, tetapi pada akhirnya tidak berkelanjutan.

Seperti yang terjadi dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), pembangunan ini berpotensi memunculkan sejumlah masalah serius dengan masyarakat hukum adat.

Proyek ini mengusik kehidupan masyarakat adat dan mengancam mengusir mereka dari tanah leluhur yang secara teritorial sudah terikat dengan ikatan magis-religius.

Mengusir mereka adalah kejahatan nyata yang melanggar hak asasi manusia, tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh negara yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan.

Pembangunan IKN telah meninggalkan banyak polemik bagi masyarakat adat di sekitarnya. Sebagaimana publikasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang mencatat bahwa masyarakat adat Maridan, Balik Sepaku, Bakau Lemit, dan Balik Pemaluan terancam kehilangan tanah leluhur mereka.

Masyarakat Maridan khawatir bahwa makam-makam tua leluhur mereka akan hancur seiring dengan pembangunan IKN.

Selain itu, situs ritual adat di komunitas Masyarakat Adat Balik Sepaku, seperti Batu Tukar Nondoi dan Batu Badok, juga terancam punah.

Situs ritual adat Bakau Lemit yang berada di hutan mangrove wilayah adat Balik Pemaluan sangat disakralkan dan tidak boleh diganggu karena merupakan bagian dari kepercayaan Suku Balik terhadap leluhur mereka.

Kehilangan tempat-tempat ritual ini akan memutus ikatan spiritual yang telah terjalin selama berabad-abad dan menghancurkan warisan budaya yang sangat berharga.

Secara historis, Suku Balik telah mendiami wilayah adat mereka jauh sebelum adanya sistem kerajaan dan Republik Indonesia. Kehadiran mereka yang telah berlangsung selama berabad-abad menunjukkan betapa mendalamnya hubungan mereka dengan tanah leluhur mereka.

Mengusir dari tanah tersebut sama saja dengan menghapus bagian penting dari identitas dan sejarah mereka. Lebih jauh, hal tersebut juga menghapus sejarah bangsa yang sejak dahulu dikenal sebagai negara yang berdiri di atas kaki banyak suku dan budaya.

Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) harus mempertimbangkan dan melindungi hak-hak masyarakat adat.

Mengakui kontribusi mereka dan memastikan partisipasi mereka dalam proses pembangunan adalah langkah penting untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan adil.

Hanya dengan cara ini kita dapat memastikan bahwa pembangunan tidak hanya membawa kemajuan ekonomi, tetapi juga mempertahankan keanekaragaman budaya dan menghormati hak-hak asasi manusia.

Masyarakat adat sebagai penjaga kearifan lokal dan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu, dalam setiap langkah pembangunan, keberadaan dan hak-hak mereka harus diakui dan dihormati.

Membangun kota adalah membangun peradaban—city, civility, dan civilisation. Proses ini harus dilakukan dengan cara yang beradab dan penuh penghormatan.

Jangan sampai pembangunan yang bertujuan kemajuan justru dilakukan dengan cara yang tidak beradab, mengabaikan hak-hak dan keberadaan masyarakat adat yang telah mendiami wilayah tersebut selama berabad-abad.

Negara harus belajar dari pengalaman masa lalu, seperti yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, di mana pembangunan dilakukan tanpa memperhatikan hak dan keberadaan masyarakat setempat.

Pembangunan Proyek Strategis Nasional di Pulau Rempang tersebut memaksa masyarakat meninggalkan tanah leluhur yang sudah ditempati sejak puluhan tahun silam. Dalam hal ini, nilai-nilai magis-religius yang melekat pada masyarakat hukum adat diabaikan.

Hal serupa tidak boleh terjadi lagi di IKN. Negara harus memastikan bahwa pembangunan IKN tidak hanya mengedepankan aspek fisik dan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial dan budaya.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan kampung adat di IKN. Kampung adat ini tidak hanya menjadi tempat tinggal yang layak bagi masyarakat adat, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata alam yang menghargai peradaban masyarakat adat dan keindahan alam.

Dengan demikian, kampung adat ini dapat menjadi simbol harmoni antara pembangunan modern dan pelestarian budaya lokal.

Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah memberikan status tanah milik masyarakat adat untuk penggunaan bangunan komersial dengan sistem sewa bagi hasil.

Hal ini memungkinkan masyarakat adat untuk tetap memiliki tanah, sementara mereka juga bisa mendapatkan keuntungan dari sewa tanah tersebut.

Dengan cara ini, masyarakat adat tidak hanya menjaga kepemilikan tradisional mereka, tetapi juga bisa terlibat dalam ekonomi lokal secara lebih aktif.

Ini dapat membantu mereka meningkatkan kesejahteraan dan mendukung keberlanjutan budaya serta lingkungan hidup.

Tidak dikenakannya pajak bumi dan bangunan untuk tanah masyarakat adat juga merupakan langkah adil. Ini membantu mereka untuk tidak terbebani dengan biaya tambahan yang mungkin sulit untuk mereka bayar, sambil tetap memungkinkan mereka untuk merawat tanah warisan dengan baik.

Secara keseluruhan, pendekatan ini tidak hanya menghormati hak masyarakat adat atas tanah mereka, tetapi juga memberi peluang untuk berkembang dalam konteks ekonomi yang modern.

Ini adalah langkah positif untuk mendukung kesejahteraan masyarakat adat dan memperkuat keberlanjutan lingkungan mereka.

Semoga uraian di atas dapat memberikan kita pemahaman baru. Penulis beranggapan bahwa dengan menghargai dan melibatkan masyarakat adat dalam pembangunan IKN, kita tidak hanya membangun kota, tetapi juga menciptakan peradaban yang beradab.

Peradaban yang menghormati masa lalu, memelihara kearifan lokal, dan membangun masa depan inklusif dan berkelanjutan. Inilah wujud pembangunan sejati yang harus kita kejar bersama.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau