Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 28 Juni 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Perempuan dan anak perempuan menjadi kelompok yang paling terdampak terhadap perubahan iklim.

Dosen senior Victoria University Australia Jessica Shulman mengatakan, krisis iklim tidak bersifat netral, tapi juga memperparah ketidaksetaraan gender yang ada.

Dia menambahkan, perubahan iklim turut menimbulkan ancaman terhadap penghidupan, kesehatan, dan keselamatan perempuan dan anak perempuan.

Baca juga: Walhi Dorong Generasi Muda Layangkan Gugatan Iklim

"Sementara, di seluruh dunia, perempuan lebih bergantung pada laki-laki, namun memiliki akses yang lebih kecil terhadap sumber daya alam," kata Shulman dalam Guest Lecture Series dengan topik krisis gender dan iklim, Rabu (26/6/2024), dikutip dari situs web BRIN.

Di banyak daerah, perempuan memikul tanggung jawab yang tidak proporsional dalam memperoleh pangan, air, dan bahan bakar.

Ketika terjadi kekeringan dan curah hujan yang tidak menentu, perempuan sebagai pekerja terpaksa bekerja lebih keras untuk mengamankan pendapatan dan sumber daya bagi keluarga mereka.

Hal ini memberikan tekanan tambahan pada anak perempuan, yang seringkali harus meninggalkan sekolah untuk membantu ibu mereka mengatasi beban yang semakin meningkat.

Di satu sisi, perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan bahaya hidrometeorologi.

Baca juga: BKKBN: Perubahan Iklim Picu Berbagai Masalah Kehamilan

Ketika suhu berubah, pola hujan menjadi tidak menentu dan cuaca buruk semakin parah. Hal tersebut membuat penghidupan dan ekosistem semakin terkena dampaknya.

Beberapa dampak krisis Iklim adalah banjir, curah hujan ekstrem, naiknya permukaan air laut, dan badai yang lebih hebat.

Negara–negara pulau dan kepulauan kecil menjadi pihak yang paling parah menghadapi ancaman nyata akibat kenaikan permukaan laut dan perubahan iklim.

Banjir dapat memengaruhi ketersediaan air minum bersih, sehingga memperburuk beban pengumpulan dan pengobatan perempuan.

Dampak lainnya adalah kekeringan. Saat ini, 53 dari 191 negara dan wilayah di seluruh dunia, yang merupakan rumah bagi 1,5 miliar perempuan dan anak perempuan atau 37,2 persen dari populasi perempuan di dunia, menghadapi paparan kekeringan yang tinggi atau sangat tinggi.

Baca juga: Ubah Gaya Hidup Bisa Bantu Tangani Perubahan Iklim

Dalam skenario emisi tinggi, proyeksi menunjukkan paparan terhadap fenomena ini dapat berdampak pada tambahan 9 hingga 17 persen populasi dunia pada 2030, juga 50 hingga 90 persen pada tahun 2080.

Meningkatnya kekeringan berkorelasi dengan memburuknya perkawinan anak dan angka kelahiran rendah di banyak negara.

Untuk memahami dampak perubahan iklim terhadap perempuan dan anak perempuan, Shulman melakukan kajian dalam beberapa skenario.

Dalam skenario jalur iklim terburuk, pada 2050, hampir 160 juta perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia kemungkinan akan jatuh ke dalam kemiskinan sebagai akibat langsung dari perubahan iklim.

Kerawanan pangan yang disebabkan oleh perubahan iklim juga diperkirakan akan meningkat sebanyak 240 juta lebih banyak perempuan dan anak perempuan, dibandingkan dengan 131 juta lebih banyak laki-laki dan laki-laki.

Baca juga: 80 Persen Penduduk Bumi Ingin Pemerintah Terapkan Kebijakan Iklim Ambisius

Shulman meyakini, investasi dalam program stimulus Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang komprehensif akan membantu mengurangi dampak tersebut.

Sehingga, jika ditangani dengan baik, maka bisa mengurangi jumlah perempuan yang jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem dari 158 juta menjadi 43 juta. Namun dampak dari program ini masih lebih kecil dibandingkan dengan apa yang dapat dicapai.

"Hal itu jika dunia saat ini mampu meredakan perubahan iklim, sebelum menjadi lebih buruk secara eksponensial," jelas Shulman.

Kepala Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laely Nurhidayah mengatakan, hubungan antara gender dan perubahan iklim sangat berpengaruh.

Dampak dari perubahan iklim terhadap gender mencakup berbagai hal yakni aspek sosial, ekonomi, dan budaya.

"Sumber daya yang terbatas membuat meningkatnya bencana di tingkat Internasional, nasional, dan juga lokal," tutur Laely.

Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Krisis Air, Singapura Rilis Platform Kolaborasi SEAPAW

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau