KOMPAS.com - Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, mempertahankan energi fosil terutama batu bara dalam sistem energi nasional akan membuat Indonesia menghadapi kerentanan ekonomi musabab menurunnya permintaan ekspor.
Manajer Program Ekonomi Hijau IESR Wira A Swadana mengatakan, negara yang menjadi tujuan ekspor batu bara Indonesia saat ini telah mempunyai target netral karbon atau net zero emission (NZE).
Contohnya China yang menargetkan mencapai NZE padan 2060 dan berkomitmen menurunkan konsumsi batu bara hingga 75 persen pada 2050.
Baca juga: Mempertahankan PLTU Batu Bara Bakal Tingkatkan Risiko Kerugian ASEAN
"Begitu pula dengan India yang menargetkan menurunkan bauran batu baranya hingga 50 persen pada 2031," kata Wira dLam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (28/6/2024).
Dia menyampaikan, apabila semua negara memenuhi komitmen iklimnya, maka permintaan batu bara Indonesia diproyeksikan menurun secara berkala hingga lebih dari 90 persen pada 2050 dibandingkan dengan 2020.
Hal tersebut disampaikan Wira dalam Forum Energi Daerah yang bertajuk Catatan Daerah untuk Pemutakhiran Kebijakan Energi Nasional yang diselenggarakan IESR pada Kamis (27/6/2024).
Di satu sisi, pemerintah hendak menurunkan target bauran energi terbarukan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN), dari rencananya 23 persen menjadi 17-19 persen pada 2025.
Baca juga: Kanopi Hijau Indonesia: Batu Bara Penyebab Kisis Iklim Perlu Masuk Kurikulum
IESR menyayangkan rencana tersebut karena energi terbarukan akan menjadi sumber energi yang murah dan bersih.
Contohnya, harga panel surya terus mengalami tren penurunan sebesar 89 persen pada rentang 2010 sampai 2019.
Selain itu, harga turbin angin turun sebesar 59 persen dan harga penyimpanan baterai mengalami turun sebanyak 89 persen.
Tren akan terus berlanjut dan mengokohkan energi terbarukan sebagai sumber energi paling murah.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan, RPP KEN dilakukan atas dasar pertimbangan makro ekonomi.
Baca juga: Ekspansi Tambang dan Batu Bara Ancam Transisi Energi
Pasalnya, dalam KEN sebelumnya dirancang berdasarkan pertumbuhan ekonomi 7-8 persen yang dianggap tidak relevan dengan kondisi terkini.
Djoko menambahkan, dalam draf RPP KEN, bauran energi terbarukan sampai 2030 ditargetkan sebesar 19-22 persen.
Setelah itu, bauran energi terbarukan akan naik pada 2040 menjadi 36-40 persen dan meningkat pada 2060 menjadi 70-72 persen.
Pada 2060, tingkat emisi karbon sektor energi diharapkan sebesar 129 juta ton setara karbon dioksida yang akan dapat diserap oleh sektor kehutanan dan sektor lainnya.
Saat ini, RPP KEN telah selesai harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui surat nomor PPE.PP.03.03-1186 dan tengah menunggu pengesahan dari presiden.
Baca juga: Menkeu Ungkap RI Segera Pensiunkan PLTU Batu Bara Berkapasitas 660 MW
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya