Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

USAID Ungkap 3 Tantangan Percepatan Dekarbonisasi Industri di Indonesia

Kompas.com - 05/07/2024, 07:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pembangunan Internasional AS atau United States Agency for International Development (USAID) mengatakan ada tiga tantangan dalam mempercepat dekarbonisasi industri lewat penerapan ekonomi sirkular di Indonesia.

Direktur Advanced Energy System USAID-SINAR Hanny J Berchmans menjelaskan, tantangan yang pertama adalah perubahan paradigma atau pola pikir.

Menurutnya, para pemangku kepentingan (stakeholder) perlu untuk mengubah paradigma produksi yang linear menjadi sirkular.

Baca juga: Pemprov Jawa Barat Bangun Ekonomi Hijau di Kawasan Bodebek

"Tantangan pertama adalah perubahan paradigma. Mengubah pola pikir yang sebelumnya linear dan tradisional di dalam produksi, menjadi circular dan modern. Merubah paradigma itu tidak mudah," kata Hanny dalam Talkshow Circular Approach to Accelerate Industrial Decarbonization pada Green Economy Expo 2024 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (4/7/2024).

Ia menilai, paradigma baru ini menuntut pendekatan yang berbeda dalam melihat dan mengelola sumber daya, serta mendorong perubahan pola pikir tradisional menuju inovatif dan efisien.

Tantangan pembiayaan

Selanjutnya, tantangan kedua adalah perlunya investasi yang cukup besar. Aspek investasi menjadi salah satu hambatan besar dalam perjalanan menuju dekarbonisasi industri.

"Dekarbonisasi memerlukan investasi yang tidak kecil. Praktek-praktek sirkular membutuhkan biaya yang sangat signifikan," terangnya.

Untuk mengimplementasikan ekonomi sirkular, perlu adanya dukungan finansial yang besar, baik dari pemerintah, sektor swasta, maupun lembaga internasional guna membiayai teknologi dan infrastruktur yang dibutuhkan.

Baca juga: Transisi Ekonomi Hijau dan Skema Pembiayaan

Selanjutnya, tantangan ketiga yaitu keharusan untuk kerja sama lintas sektor.

Penerapan ekonomi sirkular untuk mencapai target dekarbonisasi memerlukan kontribusi semua pemangku kepentingan maupun aktor, mulai dari pemerintah hingga masyarakat.

“Membutuhkan kerja sama yang terarah antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung ekonomi sirkular,” ujar Hannny.

Peluang industri dalam ekonomi sirkular

Namun demikian, di balik beberapa tantangan tersebut, Hanny menyebut adanya suatu peluang besar.

"Peluangnya adalah kepada pengembangan teknologi, adanya melalui inovasi-inovasi. Seperti kita ketahui, Indonesia masih terjebak dalam low middle-income trap, masih lemah inovasi," paparnya.

Menurut Hanny, Indonesia masih mengandalkan sumber daya alam, alih-alih sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

SDM yang berkualitas tersebut, kata dia, bertujuan untuk menciptakan inovasi baru untuk meningkatkan nilai tambah produk (value added) dan mendorong Indonesia keluar dari perangkap pendapatan menengah (low middle-income trap).

Baca juga: Bangun Ekosistem Ekonomi Hijau, Maximus Tanam 10.000 Mangrove

Hanny menilai, upaya kolaboratif dan inovatif adalah kunci untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ada, serta mencapai dekarbonisasi industri yang berkelanjutan di Indonesia.

Ekonomi sirkular juga dikatakan memiliki banyak manfaat. Tidak hanya akan mengurangi emisi karbon, tetapi juga meningkatkan daya saing industri Indonesia di tingkat global.

"Saya yakin pendekatan circular economy ini akan memberikan dampak positif," ujarnya.

Pentingnya sosialisasi dan edukasi

Menanggapi tantangan yang ada, Deputi Bidang Ekonomi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, peran pemerintah sangat dibutuhkan.

“Peran pemerintah menjadi sangat penting di sini. Terutama dalam rangka melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha,” kata perempuan yang akrab disapa Winny itu.

Dalam lingkup masyarakat, ia menyebut pemerintah dapat memberikan edukasi dari hal terkecil, misalnya yang terkait aktivitas sehari-sehari generasi muda.

Seperti mengumpulkan sampah botol plastik ke vending machine, untuk kemudian diolah menjadi bahan baku produk plastik berikutnya.

Kegiatan ini tentunya dapat mengurangi emisi dari limbah, sekaligus sebagai penerapan ekonomi sirkular. 

“Kedua, edukasi kepada pelaku usaha mengenai pentingnya ini dan bagaimana kalau mereka menerapkan ini, menjadi kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan,” tutur Winny.

Baca juga: Alumni Unika Atma Jaya Jakarta Dukung Ekonomi Hijau

Namun, khusus pelaku usaha, ia menilai harus diiringi dengan regulasi dan sistem insentif, sehingga tidak hanya muncul kesadaran.

Sementara, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Priyanto Rohmattullah mengatakan ekosistem tengah dibentuk, agar ekonomi sirkular di Indonesia dapat berjalan baik.

“Kita sedang menyiapkan ekosistem untuk mencapai tujuan bahwa ekonomi sirkuler dan ekonomi linier kita harus menyediakan ekosistem sejak awal,” ujar Priyanto.

Ia mengakui, saat ini ekonomi sirkular memang sudah dijalankan di Indonesia, namun masih terbatas pada gerakan atau belum terstruktur.

Menurutnya, ekonomi sirkular memiliki potensi sebesar Ro 500 triliun sehingga mampu mendongkrak perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu, berbagai aturan sedang disiapkan agar ekosistem ekonomi sirkular dapat terbentuk di Indonesia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Pemerintah
Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Pemerintah
Laporan 'Health and Benefits Study 2024': 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Laporan "Health and Benefits Study 2024": 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Swasta
Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Pemerintah
Forum 'ESG Edge' Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

Forum "ESG Edge" Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

LSM/Figur
Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Pemerintah
Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah
DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

Pemerintah
Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Pemerintah
Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

BUMN
Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Pemerintah
1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

LSM/Figur
Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

LSM/Figur
Beri Dampak Positif Masyarakat, Pupuk Indonesia Gelar Program 'AKSI' di Banjarnegara Jateng

Beri Dampak Positif Masyarakat, Pupuk Indonesia Gelar Program "AKSI" di Banjarnegara Jateng

BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau