Adapun beberapa hal untuk memitigasi sumber daya air di antaranya Smart Water Management (SWM), pengembangan smartwater untuk Kesehatan Daerah Aliran Sungai (DAS), pengembangan Decision Support System (DSS) untuk pengendalian kerusakan lahan DAS dan pencemaran sungai, dan melakukan aktivitas penanaman pohon.
“Ini adalah bagaimana mengembalikan air yang kita pakai dalam bentuk konservasi, dengan banyak penanaman pohon dan pembuatan bangunan resapan. Ini semua bisa kita lakukan untuk mengembalikan kesehatan DAS kita sehingga mampu menghadapi perubahan cuaca yang akan terjadi,” terang Rachmat.
Kepala Subdirektorat Keandalan Bangunan Gedung, Direktorat Bina Teknik Permukiman dan Perumahan Ditjen Cipta Karya, Budi Prastowo dalam paparannya mengatakan ada dua langkah mitigasi bencana di bidang infrastruktur, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural.
Mitigasi struktural, kata Budi, terdiri dari perencanaan infrastruktur di daerah rawan bencana, strategi dam mitigasi bencana, standar teknis keandalan bangunan gedung, dan infrastruktur ramah lingkungan.
"Strategi dalam memitigasi bencana ini, kita dengan menggunakan teknologi antara lain bagaimana infrastruktur ini aman dari bencana, kemudian infrastruktur ini ramah lingkungan, jadi salah satunya mengurangi efek gas rumah kaca,” ujar Budi.
Ia berharap, bangunan dapat dibangun dengan bahan-bahan material yang lebih ramah dengan lingkungan, kemudian ada sistem peringatan dini sehingga dapat memitigasi tidak ada korban jiwa pada saat terjadi bencana.
Baca juga: Asia Jadi Benua Terdampak Bencana Iklim Paling Parah Sepanjang 2023
Untuk sistem tata air, kata Budi, di dalam pengaturan sudah ada salah satunya terkait dengan pembuatan polder, retensi pengelolaan air hujan, adanya sumur dan parit atau peresapan, dan juga paving block yang masing-masing memiliki kriteria.
Bangunan andal juga diperlukan untuk memitigasi bencana. Bangunan yang andal adalah bangunan yang memperhitungkan keselamatan, kenyamanan, kesehatan dan kemudahan sesuai dengan standar teknis PP No. 16 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung serta SNI-SNI yang diatur di dalamnya.
“Selain bangunan andal, di sini juga perlu adanya infrastruktur ramah lingkungan Bangunan Gedung Hijau (BGH) untuk masyarakat maupun kawasan,” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya