JAKARTA, KOMPAS.com- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan pemerintah tengah berfokus melakukan pemerataan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan Kemendikbudristek, Irsyad Zamjani mengatakan, mutu kualitas pendidikan saat ini menjadi tantangan terbesar sekaligus fokus utama yang dikerjakan pemerintah.
"Tantangannya (terbesar) sebenarnya hanya satu, pemerataan kualitas, pemerataan mutu pendidikan. Kalau kita ringkas dari semua hal," ujar Irsyad dalam diskusi "Kolaborasi untuk Negeri: Kontribusi Filantropi dalam Mengakselerasi Agenda Pendidikan Indonesia” di Jakarta, Jumat (19/7/2024).
Baca juga: Peran Penting Filantropi dalam Transformasi Ekosistem Pendidikan Indonesia
Ia mengakui, pendidikan di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, namun beberapa hal mulai meningkat. Dari segi akses pendidikan, misalnya, ia menilai secara umum terjadi peningkatan.
Pendidikan dasar dikatakan sudah dapat diakses di berbagai daerah, kemudian pendidikan menengah berada di angka 70 persen, dan terus meningkat setiap tahunnya.
Saat ini pemerintah tengah berupaya lebih keras untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan secara merata di tiap daerah.
"Kalau dari sisi akses, masih ada tantangan ya. Tantangan masih ada tapi secara natural angka partisipasi kita terus meningkat. Tapi kualitas ini yang sekarang kami benar-benar garap," imbuhnya.
Ia menjelaskan, kesenjangan pendidikan antar wilayah, antar kelompok sosial ekonomi, masih termasuk tinggi di Indonesia. Hasil asesmen nasional juga menunjukkan adanya banyak kesenjangan, baik di wilayah desa maupun kota.
Senada, Akademisi sekaligus Co-Founder Yayasan Bela Negara Nasional Indonesia (Beneran Indonesia) Avia Destimianti menyebut pemerataan masih menjadi tantangan utama.
"Pertama pemerataan, di sini kan ditulis ya, pendidikan berbasis hak asasi manusia itu ada non-diskriminasi, aksesibilitas fisik, lalu ekonomi. Nah itu masih jadi tantangan," ujar Avia.
Baca juga: Pendidikan Anak Usia Dini Penting Gapai Indonesia Emas 2024
Menurutnya, kesenjangan pendidikan terutama di daerah 3T yakni Tertinggal, Terdepan, dan Terluar, masih menjadi masalah utama. Bahkan, ia menilai adanya kesenjangan pendidikan antara Pulau Jawa dan di luar Jawa.
Kemudian, tantangan kedua adalah soal relevansi dan kebermaknaan pendidikan. Menurut Avia, pengajaran di sekolah-sekolah di Indonesia seringkali kurang relevan dengan kebutuhan dan bekal siswa untuk masa depan.
Tantangan terakhir, adanya sekat-sekat antara peserta didik. Dalam arti, permasalahan seperti kekerasan seksual, perundungan, hingga intoleransi masih banyak terjadi.
Artinya, standar pendidikan harus bisa menyesuaikan untuk setiap wilayah, sebab, masing-masing daerah memiliki titik awal yang berbeda.
"Kami terus berupaya untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih differentiated. Bukan hanya kurikulumnya, Kurikulum Merdeka yang kami kembangkan untuk bisa memfasilitasi pembelajaran yang ter-diferensiasi, tapi kami juga belajar untuk membuat kebijakan yang lebih asimetris, lebih targeted," papar dia.
Dengan demikian, kata Irsyad, harapannya daerah-daerah tertentu bisa mengejar ketertinggalan target yang sudah ditetapkan, lalu bersama-sama meningkatkan kualitas pendidikan.
Baca juga: Kopi Kenangan Turut Tingkatkan Pendidikan dan Pemberdayaan Petani Gula Aren di Garut
"Salah satu yang kami usulkan saat itu, penyederhanaan standar. Jakarta dan Papua enggak bisa disamakan, start-nya aja beda. Makanya kita usulkan ada pentahapan. Dengan cara yang tidak sama tadi, kita bisa memberikan treatment yang berbeda-beda," paparnya.
Adapun Kemendikbudristek saat ini salah satunya berfokus pada peningkatan bidang literasi dan numerik.
Dengan reformasi kurikulum, standar, dan berbagai kebijakan, harapannya sejumlah daerah bisa mengejar ketertinggalan dan fokus meningkatkan hal yang perlu ditingkatkan.
"Banyak kebijakan-kebijakan yang kami berikan di daerah-daerah 3T misalnya ya, secara dalam hal infrastruktur, pendampingan pembelajaran, termasuk melibatkan teman-teman mitra pembangunan," terang Irsyad.
Ia mengatakan, kehadiran lembaga-lembaga filantropi yang memiliki fokus sesuai bidangnya masing-masing, sangat membantu dalam peningkatan kualitas pendidikan.
Sebab, filantropi dapat mendorong kualitas pendidikan secara lebih spesifik, misalnya dari segi pendidikan karakter, pendidikan literasi, hingga pendidikan lingkungan, sesuai fokus lembaga tersebut.
Melalui penyesuaian kebijakan dan standar, kata Irsyad, kualitas pembelajaran yang dilihat dari Asesmen Nasional (AN) mulai mengalami peningkatan.
"Dari tahun 2021 meningkat literasinya, tahun 2022-2023 juga literasi-numerasinya meningkat juga ya, hasil Asesmen Nasional kita. Jadi kami cukup confident bahwa program-program Merdeka Belajar yang kita kawal selama ini, bisa membawa dampak untuk mengubah kualitas pembelajaran yang lebih baik, kualitas pendidikan yang lebih baik," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya