Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Kemarau, BRIN Siapkan Mitigasi Bencana Waspada Cuaca Ekstrem

Kompas.com - 20/07/2024, 17:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan Indonesia memasuki musim kemarau pada bulan Mei sampai Agustus 2024.

Adapun puncak musim kemarau 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024.

Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Luki Subehi mengatakan, BMKG mencatat sekurang-kurangnya wilayah Indonesia yang telah memasuki musim kemarau di awal bulan Mei ini sebanyak 8 persen. 

"Kondisi ini tentunya akan berdampak pada pusaran air utama di daerah yang berpotensi mengalami kekeringan panjang, terutama daerah yang secara iklim memiliki curah hujan rendah,” tutur Luki dalam Webinar Talk to Scientist (TTS) pada Rabu (17/7/2024).

Baca juga: Pertambangan Nasional Picu Bencana, BNPB Minta Pemda Tertibkan

Sementara itu, Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG, Soenardi, mengatakan wilayah Indonesia terletak di ekuator, sehingga banyak fenomena yang dapat menyebabkan perubahan cuaca di Indonesia. Termasuk monsoon cold surge, La Nina dan El Nino, kemudian ada juga lokal convective yang juga turut mempengaruhi cuaca di Indonesia.

“Jadi memang wilayah Indonesia ini selain ada musim kemaraunya musim hujan dan sepanjang tahun ini bisa menyebabkan potensi-potensi yang dapat menyebabkan kebencanaan,” ujarnya.

Menurut Soenardi, potensi bencana memang mengintai sepanjang tahun, baik itu banjir, longsor, gelombang tinggi, puting beliung di saat musim hujan, maupun kekeringan dan kebakaran hutan pada musim kemarau.

“Jadi memang kita perlu waspada, perlu mengetahui informasi-informasi, kemudian kita juga perlu tahu pola hujan di Indonesia,” lanjut Soenardi, dalam pernyataannya. 

Soenardi mengatakan, ada fenomena cuaca ekstrem di musim kemarau yang berpotensi dirasakan.

Di antaranya, angin kencang dan gelombang tinggi dari potensi siklon tropis, potensi kebakaran hutan dan lahan, potensi banjir rob, suhu dingin di dataran tinggi, dan juga puting beliung (small tornado).

Potensi dan mitigasi bencana

Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Rachmat Fajar Lubis mengatakan, penting untuk melihat potensi bencana akibat dari perubahan cuaca saat ini. 

BRIN telah mengembangkan beberapa sistem informasi bencana. Antara lain Forest Fires Monitoring untuk kebakaran lahan, Drought Monitoring on Paddy Field untuk banjir, dan Flood Monitoring on Paddy Field untuk kekeringan.

Kemudian, pada tahun 2025–2029, BRIN akan mengembangkan sistem dengan Geoinformatics Multi Input Multi Output Indonesia (GEOMIMO).

“Salah satu yang sangat menarik, teknologi metodologi untuk memitigasi perubahan cuaca yang cepat ini sehingga tidak menjadi bencana, adalah hujan buatan yang dibuat tahun 1978 di Citarum. Ini sukses bisa menurunkan hujan pada saat kemarau sehingga bisa menjadi salah satu solusi,” tutur Rachmat.

Baca juga: Digitalisasi Bantu Desa Atasi Stunting hingga Mitigasi Bencana

Ia menjelaskan, hujan buatan adalah salah satu metode untuk memitigasi perubahan cuaca dengan melakukan modifikasi cuaca. Caranya, memindahkan suatu awan di tempat lain karena memang permasalahannya adalah potensi hujan yang tidak rata. 

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau