JAKARTA, KOMPAS.com – Koalisi Masyarakat Sipil Pendanaan Perlindungan Lingkungan (KMS-PPL) menginisiasi model Ecological Fiscal Transfer (EFT) sebagai salah satu inovasi pendanaan lingkungan hidup di daerah, sejak 2017.
Skema insentif fiskal ini bertujuan mendorong pemerintah daerah memberikan perhatian lebih pada pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan rendah karbon, melalui Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE).
Pelaksana Harian (Plh) Direktur SUPD 1 Ditjen Bina Bangda Kemendagri Gunawan Eko Movianto menekankan pentingnya alokasi dana berbasis ekologi dalam mendorong pengelolaan dan pelestarian lingkungan di daerah.
Baca juga: 40 Pemda Terapkan EFT, Pendanaan Lingkungan Hidup di Daerah
“Adopsi EFT tidak hanya berdampak positif pada lingkungan tetapi juga pada tata kelola daerah dan pengarusutamaan gender," ujar Gunawan, dalam Lokakarya Nasional EFT di Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Hingga kini, 40 pemerintah daerah telah mengadopsi kebijakan EFT dengan total pendanaan sebesar Rp 355,4 miliar. Dana tersebut telah memberikan manfaat bagi 21 kabupaten/kota, 1.518 desa, dan 104 kelurahan.
Bappeda Aceh, Dedy Fahrian menjelaskan, di Provinsi Aceh, adopsi skema TAPE bertujuan untuk mendorong kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Tidak hanya memperhitungkan indikator lingkungan hidup, instrumen penilaian TAPE Provinsi Aceh juga memperhitungkan indikator pengarusutamaan gender.
Sementara itu, Bupati Luwuk Utara Indah Putri Indriani mengatakan, selain kebijakan responsif gender dalam penerapan TAKE, Kabupaten Luwu Utara juga menambahkan indikator Indeks Desa Membangun (IDM) sebesar 60 persen dan Desa Berkelanjutan (SDGs Desa) 40 persen pada Alokasi Kinerja Desa dalam reformulasi pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD).
Baca juga: Wujudkan Transportasi Ramah Lingkungan di IKN, Bluebird Koordinasi dengan Otorita
“Skema TAKE membuat Kabupaten Luwu Utara memiliki peningkatan dalam Indeks Desa Membangun untuk Desa Mandiri, termasuk yang tertinggi di Sulawesi Selatan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Skema EFT juga diterapkan di tingkat kelurahan. Walikota Dumai, Paisal, menjelaskan skema ALAKE merupakan bagian dari Dana Kelurahan yang dibagi oleh Pemerintah Kota Dumai berdasarkan penilaian kinerja lingkungan hidup/ekologi setiap kelurahan.
Menurut Paisal, EFT diupayakan menyelesaikan tiga permasalahan utama di Kota Dumai yakni sampah, banjir, dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Skema ALAKE di Dumai memotivasi kelurahan untuk membenahi sampah di kota tersebut. Alhamdulillah dengan ALAKE ini bisa mewujudkan dengan baik. Kami berharap tiga hal ini bisa kami tuntaskan secara bertahap,” ujar Paisal.
Kebijakan EFT dinilai membuka jalan bagi arah baru dalam kebijakan transfer keuangan antar pemerintah.
Terutama dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) dan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional.
Kedua regulasi ini memberikan landasan yang kuat bagi implementasi insentif kinerja berbasis ekologis yang adil, transparan, dan akuntabel.
Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Restuardy Daud menyatakan harapannya agar konsep ini terus dikembangkan di Indonesia, sebagai instrumen yang jelas dan terukur untuk alokasi dana.
“Pemerintah daerah pada saat memberikan bantuan keuangan kepada hierarki pemerintahan yang ada di bawahnya kerap kali tidak memiliki instrumen yang cukup jelas untuk memberikan bantuan secara terukur. Konsep EFT ini dapat menjadi alternatif untuk mengatasi hal tersebut,” papar Restuardy.
Pada acara ini, KMS-PPL juga memberikan tiga kategori penghargaan kepada pemerintah daerah dalam penerapan dan pengembangan skema TAPE/TAKE/ALAKE dalam kebijakan keuangan daerahnya.
Ketiga kategori tersebut adalah:
1. Penghargaan umum sebagai bentuk apresiasi kepada 40 daerah yang telah mengadopsi kebijakan dan/atau menerapkan EFT.
Daerah-daerah tersebut adalah: Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Aceh, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.
Lalu Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kota Sabang, Kabupaten Siak, Kab. Bengkalis, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Merangin, Kabupaten Musi Banyuasin.
Baca juga: OIKN dan Asmindo Sepakat Dorong Mebel Lokal Ramah Lingkungan
Kemudian Kabupaten Karimun, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Banyuwangi, Kabuapten Kubu Raya, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Barito Kuala.
Berikutnya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Berau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sigi, Kabupaten Toli-Toli, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Jayapura, Kota Pare-Pare, Kota Palu, dan Kota Dumai.
2. Penghargaan Khusus yang diberikan kepada tiga pemerintah daerah, yaitu Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Bulungan, dan Kota Dumai.
3. Penghargaan Pemerintah Daerah Terbaik yang diberikan kepada empat pemerintah daerah terbaik dalam penerapan EFT 2024, yaitu Provinsi Kalimantan Utara, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Maros.
Keempat daerah ini dinilai konsisten mengimplementasikan dan mensinergikan EFT dalam kebijakan strategis daerah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya