KOMPAS.com - Laporan terbaru dari Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan, setidaknya ada dua tantangan utama dalam pengembangan ekonomi restoratif di Indonesia.
Kedua tantangan tersebut adalah kesenjangan investasi dan keterbatasan kebijakan. Padahal, kesadaran praktik berkelanjutan semakin meningkat.
Dalam laporan berjudul Paradigma Baru Ekonomi: Dukungan Fiskal untuk Ekonomi Restoratif yang dirilis Kamis (25/7/224) tersebut, Celios menilau Indonesia masih kekurangan anggaran khusus untuk inisiatif ekonomi restoratif.
Baca juga: AKI 2024 di Magelang Dorong Lahirnya Talenta Baru Ekonomi Kreatif
Laporan tersebut memperkirakan, Indonesia memerlukan dana sebesar Rp 892,15 triliun hingga 2045 untuk secara efektif melaksanakan strategi ekonomi restoratif di berbagai sektor.
Sering kali, minat investor dan prioritas pemerintah masih mengesampingkan ekonomi restoratif.
Bahkan, minat dan prioritas itu tertinggal dari upaya keberlanjutan lain seperti energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Celios merekomendasikan model perpajakan progresif dan berkelanjutan.
Baca juga: Menteri PPPA-MRP Dorong Perempuan Papua Berdaya, Mulai dari Ekonomi
Langkah-langkah yang diusulkan meliputi pajak karbon, pajak produksi batu bara, pajak laba mendadak atau windfall tax, dan pajak orang super kaya.
Berbagai langkah tersebut berpotensi menghasilkan pendapatan tambahan sebesar Rp 222 sampai Rp 241 triliun per tahun yang bisa menjadi pondasi keuangan untuk inisiatif ekonomi restoratif.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengatakan, penting juga untuk menerapkan tata kelola partisipatif dan penyesuaian kebijakan keuangan yang berorientasi pada misi restoratif.
Baca juga: DLH Jakarta Gelar Festival Ekonomi Sirkular di Menteng, Edukasi Limbah
"Terobosan inovatif dalam perpajakan ini dapat menjadi opsi pembiayaan untuk mendukung inisiatif restoratif tanpa menambah beban utang dan membebani struktur fiskal saat ini," jelas Askar, dikutip siaran pers yang diterima Kompas.com.
Celios berharap, laporan ini menjadi panduan praktis bagi pembuat kebijakan di semua tingkat pemerintahan, membantu merumuskan kebijakan fiskal yang adaptif dan berwawasan masa depan.
Studi ini bertujuan untuk berkontribusi positif pada pengembangan kerangka tata kelola fiskal yang kuat dan berkelanjutan di Indonesia, sejalan dengan visi nasional untuk Indonesia 2045.
Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno: AKI 2024 di Toba Jadi Katalisator UMKM dan Ekonomi Kreatif
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya