Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/07/2024, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Laporan terbaru dari Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan, setidaknya ada dua tantangan utama dalam pengembangan ekonomi restoratif di Indonesia.

Kedua tantangan tersebut adalah kesenjangan investasi dan keterbatasan kebijakan. Padahal, kesadaran praktik berkelanjutan semakin meningkat.

Dalam laporan berjudul Paradigma Baru Ekonomi: Dukungan Fiskal untuk Ekonomi Restoratif yang dirilis Kamis (25/7/224) tersebut, Celios menilau Indonesia masih kekurangan anggaran khusus untuk inisiatif ekonomi restoratif.

Baca juga: AKI 2024 di Magelang Dorong Lahirnya Talenta Baru Ekonomi Kreatif

Laporan tersebut memperkirakan, Indonesia memerlukan dana sebesar Rp 892,15 triliun hingga 2045 untuk secara efektif melaksanakan strategi ekonomi restoratif di berbagai sektor.

Sering kali, minat investor dan prioritas pemerintah masih mengesampingkan ekonomi restoratif.

Bahkan, minat dan prioritas itu tertinggal dari upaya keberlanjutan lain seperti energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim.

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Celios merekomendasikan model perpajakan progresif dan berkelanjutan.

Baca juga: Menteri PPPA-MRP Dorong Perempuan Papua Berdaya, Mulai dari Ekonomi

Langkah-langkah yang diusulkan meliputi pajak karbon, pajak produksi batu bara, pajak laba mendadak atau windfall tax, dan pajak orang super kaya.

Berbagai langkah tersebut berpotensi menghasilkan pendapatan tambahan sebesar Rp 222 sampai Rp 241 triliun per tahun yang bisa menjadi pondasi keuangan untuk inisiatif ekonomi restoratif.

Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengatakan, penting juga untuk menerapkan tata kelola partisipatif dan penyesuaian kebijakan keuangan yang berorientasi pada misi restoratif.

Baca juga: DLH Jakarta Gelar Festival Ekonomi Sirkular di Menteng, Edukasi Limbah

"Terobosan inovatif dalam perpajakan ini dapat menjadi opsi pembiayaan untuk mendukung inisiatif restoratif tanpa menambah beban utang dan membebani struktur fiskal saat ini," jelas Askar, dikutip siaran pers yang diterima Kompas.com.

Celios berharap, laporan ini menjadi panduan praktis bagi pembuat kebijakan di semua tingkat pemerintahan, membantu merumuskan kebijakan fiskal yang adaptif dan berwawasan masa depan.

Studi ini bertujuan untuk berkontribusi positif pada pengembangan kerangka tata kelola fiskal yang kuat dan berkelanjutan di Indonesia, sejalan dengan visi nasional untuk Indonesia 2045.

Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno: AKI 2024 di Toba Jadi Katalisator UMKM dan Ekonomi Kreatif

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perubahan Iklim dan Deforestasi Ubah Hutan Amazon Menjadi Sabana dalam Waktu Seabad
Perubahan Iklim dan Deforestasi Ubah Hutan Amazon Menjadi Sabana dalam Waktu Seabad
Pemerintah
Gelombang Panas Ekstrem Ungkap Kerentanan Jaringan Listrik di Eropa
Gelombang Panas Ekstrem Ungkap Kerentanan Jaringan Listrik di Eropa
Pemerintah
Restorasi Situs Warisan Dunia di Burkina Faso Terancam Perubahan Iklim
Restorasi Situs Warisan Dunia di Burkina Faso Terancam Perubahan Iklim
LSM/Figur
Panas dan Kelembaban Ekstrem Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung
Panas dan Kelembaban Ekstrem Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung
Pemerintah
Rekor Iklim 2024, dari Suhu Panas Ekstrem hingga Amukan Badai
Rekor Iklim 2024, dari Suhu Panas Ekstrem hingga Amukan Badai
LSM/Figur
Studi: Air Tawar Dunia Menyusut, Sumbang Kenaikan Permukaan Laut Lebih Besar
Studi: Air Tawar Dunia Menyusut, Sumbang Kenaikan Permukaan Laut Lebih Besar
Pemerintah
Greenpeace: Kemerdekaan Sejati Butuh Keadilan Iklim, Presiden Mengabaikannya
Greenpeace: Kemerdekaan Sejati Butuh Keadilan Iklim, Presiden Mengabaikannya
LSM/Figur
ICJ Akui Krisis Iklim sebagai Isu HAM, Tapi Abaikan Hak Anak
ICJ Akui Krisis Iklim sebagai Isu HAM, Tapi Abaikan Hak Anak
Pemerintah
Subsidi Turun, Tarif Trump Menghantam, Tapi Penjualan EV Melonjak
Subsidi Turun, Tarif Trump Menghantam, Tapi Penjualan EV Melonjak
Swasta
SBTi: Target Emisi Industri Meroket, China Pimpin dengan 228 Persen
SBTi: Target Emisi Industri Meroket, China Pimpin dengan 228 Persen
Swasta
Rusa Kutub Diperkirakan Turun 84 Persen pada 2100 akibat Krisis Iklim
Rusa Kutub Diperkirakan Turun 84 Persen pada 2100 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Jaga Kelestarian Hutan, Toba Pulp Lestari Raih Prima Wana Karya 2025
Jaga Kelestarian Hutan, Toba Pulp Lestari Raih Prima Wana Karya 2025
Swasta
HUT ke-80 RI, Pemprov DKI Kerahkan 1.800 Petugas Kebersihan
HUT ke-80 RI, Pemprov DKI Kerahkan 1.800 Petugas Kebersihan
Pemerintah
Pompa Tenaga Surya PIS Salurkan 5 Juta Liter Air Bersih bagi Petani Pedalaman Labuan Bajo
Pompa Tenaga Surya PIS Salurkan 5 Juta Liter Air Bersih bagi Petani Pedalaman Labuan Bajo
BUMN
Ide Baru: Ranting Anggur Jadi Pengganti Plastik, 17 Hari Terurai
Ide Baru: Ranting Anggur Jadi Pengganti Plastik, 17 Hari Terurai
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau