KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong adanya skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Power wheeling adalah skema di mana produsen tenaga listrik dapat menyalurkan listriknya langsung kepada pengguna akhir menggunakan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki pemegang izin.
Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, diaturnya skema power wheeling dalam RUU EBET akan mempercepat pengembangan dan adopsi energi terbarukan di Indonesia.
Baca juga: Power Wheeling Dinilai Buka Peluang Investasi Energi Terbarukan di Indonesia
Hal tersebut pada akhirnya dapat berkontribusi terhadap tercapainya target bauran energi terbarukan dan net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih awal.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyampaikan, skema power wheeling bukanlah hal baru karena sudah diatur sebelumnya dalam UU Ketenagalistrikan namun tidak dijalankan.
Dia menambahkan, power wheeling merupakan keniscayaan dengan struktur pasar ketenagalistrikan Indonesia saat ini yaitu regulated vertical integrated atau dioperasikan oleh perusahaan tunggal dan di bawah pengawasan pemerintah.
"Dalam hal ini, PLN sebagai pemegang wilayah usaha terintegrasi mendapatkan hak membangun dan mengoperasikan sistem transmisi, sementara pelaku usaha lain tidak mendapatkan hak tersebut," ujar Fabby dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (10/7/2024).
Baca juga: Pembahasan Power Wheeling Seperti Siluman, Pemerintah dan DPR Didesak Cermati RUU EBET
Fabby menyampaikan, jaringan listrik seharusnya dapat diakses oleh pihak lain untuk menyalurkan listrik dari pembangkit ke pengguna, yang pada gilirannya memberikan pendapatan bagi PLN melalui biaya sewa jaringan.
IESR juga memandang, skema power wheeling untuk energi terbarukan merupakan langkah efisien untuk mengurangi biaya pengembangan infrastruktur transmisi dan distribusi.
Selain itu, skema ini juga dinilai dapat menekan biaya keandalan dengan mengoptimalkan infrastruktur yang sudah ada dibandingkan membangun jaringan baru.
Meski demikian, Fabby menegaskan, pemanfaatan jaringan bersama harus dibatasi hanya untuk pembangkitan energi terbarukan sehingga menjadi power wheeling energi terbarukan agar mencapai NZE 2060 atau lebih awal.
Baca juga: Menteri ESDM Dorong Power Wheeling, PLN Bakal Punya Saingan?
"Dengan ini, dapat membuka akses pengembang dan konsumen ke sumber-sumber energi yang selama ini tidak dapat dimanfaatkan karena pengembangan energi terbarukan sangat tergantung pada PLN yang membeli dan menyalurkan listrik sesuai kenaikan permintaan," papar Fabby.
Menurut Fabby, pengaturan power wheeling energi terbarukan harus dilakukan secara ketat, sehingga dapat menjaga keandalan dan keamanan pasokan listrik bagi konsumen dan tidak merugikan pemilik jaringan dan operator sistem.
Pengaturan tersebut menyangkut penghitungan tarif wheeling yang harus memasukan komponen biaya kerugian sistem, biaya keandalan, layanan tambahan, biaya cadangan, serta pengembangan sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik.
"Untuk itu, pemerintah perlu menyusun panduan aturan yang jelas tentang metode perhitungan tarif wheeling sehingga tidak merugikan pemilik jaringan dan operator sistem," imbuh Fabby.
Baca juga: Skema Power Wheeling Dinilai Bisa Memberatkan Bisnis PLN
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya