Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Indonesia di Jepang Berhasil Manfaatkan Limbah Popok untuk Bikin Rumah

Kompas.com, 19 Agustus 2024, 17:19 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah peneliti berhasil merancang dan membangun rumah menggunakan popok sekali pakai yang hancurkan dan dicampur ke dalam beton dan mortarnya.

Laporan peneliti yang dipublikasikan di Scientific Reports tersebut mengungkapkan rumah satu lantai dengan luas sekitar 36 meter persegi itu berasal dari hampir 2 meter kubik popok bekas.

Mengurangi limbah popok bekas

Seperti dikutip dari Science News, Senin (19/8/2024) penggunaan popok bekas sebagai bahan bangunan komposit tidak hanya akan mengurangi sampah di TPA tetapi juga dapat membuat rumah lebih terjangkau.

Misalnya saja seperti yang terjadi di Indonesia. Kebutuhan akan perumahan berbiaya rendah di negara berkembang seperti Indonesia, menurut peneliti jauh melebihi ketersediaannya.

Siswanti Zuraida, peneliti dari Universitas Kitakyushu di Jepang yang juga berasal dari Indonesia memaparkan pula populasi perkotaan Indonesia telah meningkat sekitar 4 persen per tahun dalam tiga dekade terakhir.

Baca juga: Kejar Target Nol Emisi, SIG Pakai Bahan Bangunan Ramah Lingkungan

Selain itu makin banyak penduduknya yang pindah ke pusat kota di mana lebih dari dua pertiga penduduk Indonesia diperkirakan akan tinggal di daerah perkotaan pada tahun 2025.

Lonjakan populasi tersebut memberikan tekanan berat pada permintaan perumahan dan pengelolaan limbah.

Popok sekali pakai yang sudah digunakan sebagian besar menumpuk di tempat pembuangan sampah atau dibakar, sehingga menambah masalah limbah yang terus bertambah.

Alternatif bahan bangunan

Dan dalam studi ini peneliti ternyata menemukan bahwa popok sekali pakai mengandung banyak bahan bangunan yang berpotensi bermanfaat seperti bubur kayu, katun, rayon, dan plastik.

Peneliti kemudian menilai seberapa banyak pasir, kerikil dan bahan bangunan tradisional lainnya yang dapat digantikan oleh popok.

Mereka lantas membuat enam sampel beton dan mortar yang berbeda dengan mencampur berbagai proporsi bahan popok dan semen, pasir, kerikil, dan air.

Selanjutnya, peneliti merancang dan membangun rumah kecil satu lantai dengan dua kamar tidur dan satu kamar mandi berdasarkan jumlah maksimum limbah popok yang dapat mereka gunakan.

Baca juga: Limbah Industri Sebabkan Kematian 20 Ton Ikan di Sungai Brasil

Popok daur ulang tersebut dapat menggantikan hingga 27 persen bahan tradisional yang digunakan dalam komponen struktural yang menahan beban seperti kolom dan balok tanpa kehilangan kekuatan yang signifikan.

Sedangkan untuk komponen nonstruktural seperti partisi dinding atau paving block taman, popok yang dicacah dapat menggantikan hingga 40 persen pasir.

Kendati demikian ada tantangan tersendiri dalam pembangunan rumah ini.

Menurut peneliti komponen plastik popok harus dipisahkan dari serat organik, proses daur ulang rumit yang saat ini hanya tersedia di negara-negara maju.

"Mungkin ada baiknya untuk mulai memikirkan cara mengganti popok sekali pakai dengan sesuatu yang bisa digunakan dalam jangka panjang," kata ahli kimia Christof Schröfl dari Technische Universität Dresden di Jerman.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau