KOMPAS.com - Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka nantinya diharapkan dapat memprioritaskan pembangunan teknologi dalam negeri sebagai syarat utama hilirisasi.
Hal tersebut disampaikan Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo Irhamna dalam webinar bertajuk RAPBN di Masa Transisi: Apa Saja yang Harus Diantisipasi?, Minggu (18/8/2024).
Ariyo menilai, saat ini fokus pemerintah dalam upaya hilirisasi industri manufaktur dan agrikultur masih tertuju pada eksploitasi sumber daya alam dibandingkan pengembangan teknologi.
Baca juga: BRIN Manfaatkan Teknologi Nuklir untuk Autentikasi dan Ketertelusuran Pangan
Dia mencontohkan, pemerintah sering memaparkan terkait hilirisasi nikel yang produk hilirnya adalah baterai.
"Jadi, baterai itu memiliki nilai tambah tinggi itu bukan karena nikel saja seperti yang sering pemerintah sampaikan, ucap Ariyo, sebagaimana dilansir Antara.
Menurut dia, nilai tambah dari nikel terbentuk karena komoditas tersebut diproses lebih jauh menggunakan teknologi bersama mineral lainnya.
Sehingga mampu menghasilkan listrik dan menyimpan energi dalam bentuk baterai yang kemudian digunakan untuk kendaraan listrik.
Baca juga: Lewat Inovasi dan Teknologi, PAFI Dukung Industri Farmasi Tanah Air Hadapi Tantangan Global
"Saat ini, saya menangkap pemerintah fokusnya pada nikelnya, masih fokus pada sumber daya alamnya. Saya berharap ke depan Prabowo dan Gibran fokusnya adalah penguatan teknologi," ujar Ariyo.
Dia menambahkan, kini syarat untuk menjadi sebuah negara maju tidak hanya memiliki teknologi, tapi juga menguasainya.
Namun, ia menilai sejauh ini terdapat inkonsistensi dari kebijakan pemerintah dalam hilirisasi.
Pasalnya, enam kementerian yang mengurus hilirisasi mendapatkan alokasi anggaran yang lebih sedikit dalam RAPBN 2025 dibandingkan outlook belanja pemerintah pada 2024.
Baca juga: Strategi Perusahaan Tambang Kurangi Emisi Karbon, Audit hingga Teknologi
Enam kementerian tersebut adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Investasi.
Ariyo bertutur, hal yang sama terjadi pada pembangunan infrastruktur, yang ditandai dengan menurunnya anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan.
"Kemudian, prioritas yang kedua adalah infrastruktur. Di sini nasibnya sama seperti hilirisasi, menjadi prioritas, namun anggaran kementerian yang menangani infrastruktur turun sangat signifikan," paparnya.
Baca juga: Jalankan Prinsip ESG, Amarta Targetkan 5.000 Talenta Teknologi Majukan Ekonomi Akar Rumput
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya