KOMPAS.com - Akses ke air bersih merupakan hak asasi manusia. Sayangnya, dari sekitar 8 miliar orang di Bumi, lebih dari 4,4 miliar di antaranya diperkirakan tidak memiliki akses ke air minum yang dikelola dengan aman.
Temuan yang dipublikasikan di jurnal Science, 15 Agustus 2024 ini berdasarkan simulasi komputer dari data negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Angka simulasi tersebut lebih dari dua kali lipat yang dihitung oleh Organisasi Kesehatan Dunia.
"Oleh karena itu jumlah orang yang tidak mendapatkan air minum yang aman mungkin sangat diremehkan," ungkap ahli mikrobiologi lingkungan Esther Greenwood dari Eawag, sebuah lembaga penelitian akuatik di Dübendorf, Swiss.
Seperti dikutip dari Science News, Senin (19/8/2024) dengan menggunakan simulasi komputer yang memadukan data lingkungan dengan data survei dari hampir 65.000 rumah tangga di seluruh dunia, Greenwood dan rekan-rekannya membuat peta untuk 135 negara yang menunjukkan wilayah-wilayah yang mungkin memiliki layanan air minum yang dikelola dengan aman pada tahun 2020.
Baca juga: Ketersediaan Air di IKN
Dengan membandingkan peta-peta yang ada beserta data populasi dari UNICEF, tim tersebut memperkirakan jumlah orang yang tidak memiliki akses ke air minum bersih.
Tim tersebut menemukan bahwa wilayah-wilayah dengan penggunaan air bersih terendah meliputi Afrika sub-Sahara, Asia Selatan, dan Asia Timur.
Faktor-faktor pembatas yang paling umum terhadap akses air minum yang aman meliputi kontaminasi bakteri dan kimia serta infrastruktur yang tidak memadai.
Misalnya, sekitar 650 juta orang di Afrika sub-Sahara tidak memiliki layanan air minum di dalam atau di dekat rumah mereka.
Negara-negara berpendapatan tinggi tidak disertakan dalam analisis, tetapi tim tersebut mengakui bahwa beberapa populasi di negara-negara ini mungkin juga memiliki akses yang tidak memadai terhadap air minum yang aman.
Perkiraan baru tersebut mungkin tidak akan menggantikan hitungan resmi, yang didasarkan pada data yang disediakan negara, bukan survei dan simulasi.
Baca juga: Jadi Bom Waktu, Kebutuhan Air di Jakarta Lebih Besar daripada Debitnya
"Sangat tidak mungkin mereka yang membuat perkiraan resmi akan setuju dengan hanya menggunakan metode ini, karena ada lebih banyak proyeksi yang terlibat di dalamnya," kata peneliti solusi air Gregory Pierce dari University of California, Los Angeles.
Namun, Pierce ingin perkiraan baru tersebut memacu investasi lebih lanjut dalam upaya untuk meneliti dan membuat air bersih lebih mudah diakses, yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa diklasifikasikan sebagai hak asasi manusia.
"Kita telah berinvestasi di dalamnya selama beberapa waktu sebagai komunitas global, tetapi kita belum pernah benar-benar meningkatkan skalanya," katanya.
"Jadi, mudah-mudahan ini akan mengarah pada apa yang dibutuhkan untuk menutup kesenjangan tersebut," tambah Pierce.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya