KOMPAS.com - Pemerintah perlu menyiapkan penanggulangan dan mitigasi bencana atas peringatan potensi gempa megathrust.
Peneliti Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada (UGM) Galih Aries Swastanto mengatakan, penanggulangan bencana perlu memperhatikan Undang-Undang (UU) Nomor 24 tahun 2007.
UU tersebut menyatakan, penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang pemerintah.
Baca juga: Indonesia Bisa Alami Gempa Megathrust, Amankah Tol dan Gedung Buatan PUPR?
Aries juga menekankan, penting bagi pemerintah untuk melakukan penanganan baik sebelum, saat kejadian bencana, dan sesudah bencana.
Oleh karena itu, edukasi ke masyarakat mengenai pengetahuan kebencanaan dan cara-cara penanggulangannya juga perlu digalakkan.
"Layanan kebencanaan adalah layanan dasar yang harus diutamakan di samping sektor-sektor lain. Ada dan tidak ada anggaran, harus tetap diutamakan dan diusahakan," ujar Aries, sebagaimana dilansir Antara.
Menurut Aries, sistem peringatan dini di Indonesia sudah berjalan dengan baik dan mampu mengintegrasikan segala macam bencana sehingga dapat terdeteksi.
Baca juga: Megathrust Ancam Banten, Bagaimana Kesiapan Infrastrukturnya?
Dia juga berpesan agar masyarakat dapat lebih siap dan lebih tenang dalam menghadapi ancaman bencana yang bisa datang sewaktu-waktu.
Sementara itu, dosen Teknik Geologi UGM Gayatri Indah Marliyani meminta masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan soal potensi gempa megathrust yang diprediksi bakal mengguncang Indonesia.
Gayatri mengatakan, yang perlu diperhatikan masyarakat dari peringatan gempa megathrust adalah membangun kesiapan diri.
"Paham posisi masing-masing terhadap kemungkinan bencana. Jangan menunggu bencana terjadi baru reaktif, tetapi siapkan diri selalu," kata Gayatri.
Baca juga: Soal Gempa Megathrust, Pakar Unair: Masyarakat Jangan Panik dan Tetap Siaga
Gayatri menuturkan, lokasi yang menjadi pusat gempa besar itu biasanya ada di sekitar batas zona subduksi di antara dua lempeng, yakni lempeng benua dan lempeng samudera.
Lempeng yang tidak dapat bergerak, katanya, menimbun energi yang kian besar yang bila lepas menjadi gempa yang besar pula, sehingga berpotensi menjadi tsunami.
Gayatri menyebutkan, gempa megathrust yang paling besar pernah terjadi di zona subduksi di Valdivia, Chile Selatan, sebesar 9,5 magnitudo.
Sementara, zona subduksi yang aktif di Indonesia meliputi area selatan Pulau Jawa yang memanjang dari barat Sumatera ke Selat Sunda, area timur Pulau Jawa, dan selatan Pulau Lombok.
Baca juga: Indonesia Berpotensi Alami Gempa Megathrust M 8,9, Apa Penyebab dan Dampaknya?
"Potensi megathrust di daerah ini besar karena nilai historisnya, yakni gempa Aceh tahun 2004 dan gempa Pangandaran tahun 2006. Untuk mengetahui di daerah sana ada kemungkinan gempa lagi atau tidak, perlu diukur dari instrumentasi data geologi," ujar dia.
Sebelumnya, gempa bumi megathrust menjadi perbincangan di media sosial karena diprediksi akan mengguncang Indonesia dan berpotensi menyebabkan tsunami.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta pemerintah daerah menyiapkan tata ruang yang aman dan mampu menampung masyarakat sebagai upaya mitigasi bila gempa megathrust terjadi di Indonesia.
Baca juga: Pakar ITB Jelaskan Potensi Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya