KOMPAS.com - Berbagai kebijakan telah dicoba sebagai upaya mengatasi perubahan iklim, namun tingkat keberhasilannya masih rendah.
Dalam sebuah studi, untuk mengetahui kebijakan apa yang benar-benar efektif, para peneliti meneliti 1.500 kebijakan yang diterapkan 41 negara untuk mengurangi gas rumah kaca antara tahun 1998 hingga 2022. Data menunjukkan tingkat keberhasilannya masih rendah.
"Keberhasilan sering kali berarti ada pihak yang harus membayar, baik melalui harga bahan bakar atau di tempat lain," ujar ekonom iklim di Potsdam Institute for Climate Impact Research Jerman, dan salah satu penulis studi tersebut, Nicolas Koch.
Baca juga: Kemendikbudristek Rilis Panduan Pendidikan Perubahan Iklim
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Science itu menunjukkan bahwa sejak tahun 1998, hanya 63 kebijakan yang berhasil mengurangi emisi karbon secara signifikan.
"Jika subsidi dan regulasi berjalan sendiri atau bersamaan, Anda tidak akan melihat pengurangan emisi yang signifikan. Tetapi ketika instrumen harga seperti pajak karbon diterapkan, mereka akan menghasilkan pengurangan emisi yang substansial," tuturnya, dikutip dari Euronews, Kamis (29/8/2024).
Studi ini juga menemukan bahwa apa yang berhasil di negara-negara kaya tidak selalu berhasil di negara berkembang.
Kendati demikian, penelitian ini tetap menegaskan pentingnya kebijakan ekonomi dalam memerangi perubahan iklim.
"Kita tidak akan memecahkan masalah iklim di negara-negara kaya sampai perusak lingkungan harus membayar," kata ilmuwan iklim dari Universitas Stanford, Rob Jackson.
Menurutnya, kebijakan untuk memerangi perubahan iklim lainnya cukup membantu, namun hanya sedikit.
Baca juga: Selain Berdampak Lingkungan, Perubahan Iklim Tingkatkan Tren Penyakit
"Pemberian harga karbon menempatkan tanggung jawab pada pemilik dan produk yang menyebabkan krisis iklim," tambah Jackson.
Menurut Koch, sektor listrik di Inggris adalah salah satu contoh kebijakan yang berhasil.
Inggris menerapkan 11 kebijakan berbeda sejak tahun 2012, termasuk penghapusan bertahap batu bara dan skema harga melalui perdagangan emisi, yang hampir mengurangi emisi menjadi setengahnya.
Lalu, dari 63 kebijakan yang berhasil, pengurangan terbesar terjadi di sektor bangunan di Afrika Selatan, di mana kombinasi regulasi, subsidi, dan pelabelan peralatan mengurangi emisi hampir 54 persen.
Di Amerika Serikat, satu-satunya kebijakan yang berhasil adalah di sektor transportasi. Emisi turun 8 persen dari tahun 2005 hingga 2011 berkat campuran standar bahan bakar dan subsidi.
Meskipun ada kebijakan yang berhasil, dampaknya terhadap emisi karbon dioksida yang terus meningkat masih kecil.
Secara keseluruhan, 63 kebijakan iklim yang berhasil ini hanya mengurangi 600 juta hingga 1,8 miliar metrik ton gas rumah kaca. Padahal, tahun lalu, dunia melepaskan 36,8 miliar metrik ton karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan produksi semen.
Baca juga: Situs Bersejarah di Turkiye dan Yunani Terancam Tenggelam karena Perubahan Iklim
Jika setiap negara besar menerapkan kebijakan yang paling efektif dari analisis ini, itu hanya akan mengurangi “kesenjangan emisi” sebesar 26 persen dari target PBB.
Kesenjangan emisi adalah perbedaan antara jumlah karbon yang diperkirakan akan dilepaskan dunia pada tahun 2030, dan jumlah yang dibutuhkan untuk menjaga pemanasan pada atau di bawah tingkat yang disepakati secara internasional.
“Ini artinya kita harus melakukan pekerjaan yang lebih baik,” kata Koch.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya