PALEMBANG, KOMPAS.com - Program restorasi mangrove bernama Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART) ditarget mampu menyerap 180 ton karbon dioksida setelah 2025.
Realisasi tersebut bisa terlaksana jika mangrove yang ditanam berhasil tumbuh subur yang ekosistemnya berhasil direstorasi.
Program SMART merupakan upaya restorasi mangrove dengan pelibatan masyarakat yang inisiasi Center for International Forestry Research (CIFOR).
Baca juga: Urgensi Perubahan Kebijakan Demi Tekan Angka Stunting di Indonesia
Program yang dimulai sejak 2021 tersebut berlokasi di kawasan Sungsang, Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.
Kawasan tersebut dipilih karena separuh dari dari mangrove yang tersisa di Sulawesi Selatan terletak di Banyuasin dengan luas 134.024 hektare, yang sebagian besar terletak di Taman Nasional Sembilang.
Di sisi lain, Kabupaten Banyuasin kehilangan sekitar 34.000 lahan mangrove selama periode 1990 sampai 2019.
Program SMART berkolaborasi dengan Universitas Sriwijaya dan Forum Daerah Aliran Sungai Sumatra Selatan (Forum DAS Sumsel) serta didukug Temasek Foundation, ogranisasi filantropi asal Singapura.
Baca juga: Mangrove dan Padang Lamun Berpotensi Jadi Gudang Karbon Biru RI
Director CIFOR Indonesia Herry Purnomo mengatakan, selain memberdayakan masyarakat, program tersebut juga memantau serta merawat bibit mangrove yang telah ditanam.
Upaya tersebut dilakukan agar restorasi mangrove bisa berhasil. Dia menyampaikan, selama ini ada banyak upaya seremoni penanaman mangrove.
Akan tetapi, seremoni terebut hanya berhenti pada penaman tanpa ada tindak lanjut lebih. Akhirnya bibit-bibit mangrove yang ditanam hilang begitu saja karena tidak dirawat hingga tingkat kegagalan mencapai 90 persen.
"Ada banyak seremoni, penanaman di mana-mana, tapi tidak ada monitoring. Akhirnya gagal tumbuh," kata Herry di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (28/8/2024).
Baca juga: Garuda Indonesia Restorasi Lingkungan Lewat Penanaman Bibit Mangrove
Berkaca pada hal tersebut program SMART menerapkan upaya monitoring dengan melibatkan masyarakat melalui aplikasi berbasis Android.
Upaya tersebut dinilai berhasil. Sebab, rata-rata kehidupan bibit mangrove mencapai 50 persen setelah tahun kedua penanaman mangrove.
Kini, program SMART juga melakukan pengayaan penanaman untuk meningkatkan rata-rata kehidupan bibit mangrove yang ditanam di sana.
Pada tahap awal penanaman, ekosistem mangrove hasi upaya restorasi yang dilakukan dalam program tersebut disebut mampu menyerap 67,16 ton karbon dioksida.
Baca juga: Ekosistem Gambut dan Mangrove Indonesia dalam Konstelasi Pemanasan Global
"Kami senang bisa melakukan aksi di lapangan bersama masyarakat dalam merestorasi mangrove," papar Herry.
Kepala Bappeda Litbang Kabupaten Banyuasin Kosarodin menyampaikan, melalui program SMART, semakin banyak masyarakat yang tahu manfaat dari mangrove.
"Kami berharap program ini terus berhasil di Banyuasin. Karena habitat mangrove (yang pulih) bisa menjadikan flora dan fauna berkembang kembali," tutur Kosarodin.
Baca juga: Cerita 3 Pahlawan Mangrove Perjuangkan Daerahnya, Babel hingga Papua
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya