Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Kelompok Rentan Paling Banyak Menanggung Dampak Perubahan Iklim

Kompas.com - 01/09/2024, 10:16 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kelompok masyarakat rentan kerapkali terus menanggung derita akibat dampak perubahan iklim maupun aksi untuk menanggulanginya. Padahal, bukan mereka kontributor perubahan iklim terbesar. 

Hal ini tertulis dalam dokumen “Rekomendasi untuk Second Nationally Determined Contribution (SNDC) Berkeadilan” hasil kolaborasi 64 lembaga masyarakat sipil Indonesia, yang dirilis pada Kamis (29/8/2024) di Jakarta.

Plt. Kepala Divisi Tata Kelola Lingkungan dan Keadilan Iklim Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Syaharani mengatakan, selama ini belum ada aturan berupa sanksi tegas kepada kontributor penghasil emisi karbon terbesar, seperti industri.

Baca juga: ICSA: Gen Z Tak Mau Lirik Perusahaan yang Tidak Implementasikan ESG

"Kalau teman-teman lihat diskursus apapun, tidak pernah ada pembahasan soal siapa yang wajib kompensasi atau bertanggung jawab," ujar Syaharani saat peluncuran dokumen di Jakarta, Kamis. 

Di sisi lain, pemerintah terus menggaungkan transisi menuju energi bersih dan mitigasi perubahan iklim, misalnya melalui hilirisasi nikel dan kendaraan listrik.

Namun, pada prakteknya, transisi itu banyak mengorbankan kelompok rentan seperti masyarakat adat. Misalnya, karena pengerukan tambang besar-besaran atau alih fungsi lahan hutan. 

"Bagaimana caranya masyarakat adat dan kelompok rentan bisa mendapatkan manfaat dari transisi energi, kalau hutan dan ruang hidup mereka hilang? Kalau mereka tidak bisa memenuhi kehidupannya lagi?" imbuh dia. 

Baca juga: Inggris Atur Penyedia Peringkat ESG di Bawah Otoritas Pengawas Industri Keuangan

Masyarakat adat terabaikan

Sebagai informasi, dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) tahun 2022, pemerintah telah menyatakan menjunjung tinggi kewajiban untuk menghormati dan mempromosikan hak asasi manusia dan hak masyarakat adat dalam mengatasi perubahan iklim.

Sayangnya, hal dasar yang diminta justru abai dipenuhi, yakni pengakuan dan perlindungan wilayah adat beserta seluruh hak yang melekat.

Badan Registrasi Wilayah Adat secara mandiri telah meregistrasi wilayah adat seluas 30,2 juta ha di mana 23,2 juta ha di antaranya adalah hutan adat. Namun, 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo baru mengakui 1,1 persen hutan adat, alias 265.250 hektar saja.

"Meskipun masyarakat adat hanya mencakup 6,2 persen dari populasi global, mereka melindungi 80 persen dari keanekaragaman hayati dunia yang tersisa dan menjaga sepertiga hutan alam yang tersisa di dunia,” ujar Advokasi dan Peneliti Kebijakan Working Group ICCAs Indonesia (WGII), Ihsan Maulana. 

Baca juga: Guru Besar ITB: Implementasi ESG Bisa Hapus Cap Negatif Nikel Indonesia

Sementara, di pesisir, hasil survei yang dilakukan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pada 2023, menggambarkan bahwa dampak perubahan iklim pada nelayan tradisional cukup signifikan.

Hasil survei menunjukan bawah 72 persen nelayan mengalami penurunan hasil tangkapan, 83 persen nelayan mengalami penurunan keuntungan, dan 86 persen nelayan mengatakan bahwa perubahan iklim meningkatkan risiko kecelakaan.

“Situasi ini menunjukkan persoalan krusial yang dialami nelayan tradisional akibat perubahan iklim. Pada saat negara mengkampanyekan ikan sebagai sumber pangan bergizi, akan tetapi situasi nelayan tradisional malah semakin memburuk,” kata Ketua Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia, badan otonom dari KNTI, Hendra Wiguna. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Swasta
Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Pemerintah
Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Pemerintah
Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

LSM/Figur
Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Pemerintah
 PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

Swasta
Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Swasta
5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

Swasta
Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

BUMN
Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau