KOMPAS.com - Tiga bulan menjelang KTT Iklim COP29 di Azerbaijan, dunia masih jauh dari kata sepakat untuk pendanaan iklim baru bagi negara-negara berkembang.
Sebuah dokumen perundingan yang diterbitkan oleh badan iklim PBB pada Kamis (28/8/2024) memaparkan adanya perpecahan antara sejumlah negara menjelang pertemuan di Baku bulan depan.
Dokumen tersebut menyarankan tujuh opsi, yang mencerminkan posisi negara-negara yang bersaing, untuk kemungkinan kesepakatan COP29, sebagaimana dilansir Reuters.
Baca juga: Jadi Tuan Rumah KTT Iklim COP29, Azerbaijan Nyatakan Masih Investasi Gas Bumi
Target baru tersebut akan menggantikan komitmen negara-negara kaya saat ini untuk menyediakan 100 miliar dollar AS setiap tahun dalam pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang.
Di sisi lain, negara-negara yang rentan dan berkembang menginginkan tujuan pendanaan yang jauh lebih besar.
Negara-negara donor seperti Kanada dan 27 negara Uni Eropa mengatakan, terbatasnya anggaran nasional membuat target pendanaan yang besar menjadi tidak realistis.
"Kita telah menempuh perjalanan panjang tetapi masih jelas ada posisi yang berbeda yang perlu kita jembatani," kata presiden KTT COP29 mendatang, Mukhtar Babayev.
Baca juga: Greta Thunberg: Kesepakatan COP28 adalah Pengkhianatan
Babayev mengatakan, Azerbaijan selaku presidensi COP29 akan menyelenggarakan negosiasi intensif mengenai tujuan pendanaan menjelang pertemuan puncak COP29 di Baku pada November.
Salah satu opsi dalam dokumen tersebut menetapkan target bagi negara-negara maju untuk menyediakan 441 miliar dollar AS setiap tahun dalam bentuk hibah.
Opsi tersebut dikombinasikan dengan tujuan untuk memobilisasi total pendanaan sebesar 1,1 triliun dollar AS dari semua sumber, termasuk pendanaan swasta, setiap tahun dari 2025 hingga 2029.
Opsi lain menetapkan target pendanaan iklim global lebih dari 1 triliun dollar AS setiap tahun termasuk investasi domestik negara-negara dan pendanaan swasta.
Baca juga: Kesepakatan COP28 Dinilai Kurang Ambisius Cegah Krisis Iklim
Sementara itu, Uni Eropa menuntut agar China, pencemar terbesar di dunia dan ekonomi terbesar kedua, berkontribusi pada tujuan pendanaan iklim yang baru.
Di satu sisi, China digolongkan sebagai negara berkembang oleh PBB berdasarkan sistem yang dikembangkan pada tahun 1990-an yang masih digunakan hingga saat ini.
Beijing menolak gagasan bahwa mereka harus menanggung biaya pendanaan iklim, yang sebagian besar dibayarkan oleh negara-negara kaya kepada negara-negara miskin.
Para negosiator memperkirakan, masalah siapa yang harus membayar akan menjadi salah satu rintangan terbesar untuk menyetujui kesepakatan pendanaan di COP29.
Baca juga: COP28 Berakhir, Ini Janji-janji yang Terjalin Selama KTT
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya