KOMPAS.com – KTT iklim COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), berakhir pada Rabu (13/12/2023) siang. Para perwakilan dari hampir 200 negara sepakat untuk bertransisi dari bahan bakar fosil.
Frasa yang disepakati dalam keputusan tersebut adalah: bertransisi dari bahan bakar fosil ke dalam sistem energi, dengan cara yang adil, bertahap, dan merata sehingga dapat mencapai nol emisi pada 2050 sesuai dengan sains.
Greenpeace Indonesia menilai, kesepakatan dalam COP28 tidak ambisius untuk mencegah Bumi memasuki dampak krisis iklim yang lebih buruk.
Baca juga: COP28 Berakhir, Ini Janji-janji yang Terjalin Selama KTT
Dalam kesepakatan COP28 juga tidak memuat mandat menghapus pemakaian energi fosil.
Greenpeace Indonesia menilai, perlu komitmen penghapusan bahan bakar fosil untuk mempercepat transisi energi dan mencapai target mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat.
Janji mobilisasi pendanaan senilai 700 juta dollar AS juga dinilai tidak cukup bagi masyarakat terdampak krisis iklim.
Lalu, bagaimana kesepakatan ini akan diturunkan dalam kebijakan iklim di Indonesia?
Baca juga: COP28 Sepakat Transisi dari Fosil, OPEC Justru Optimistis Permintaan Minyak Naik
Makalah kebijakan yang diluncurkan oleh Greenpeace Indonesia dan LPEM UI baru-baru ini menyebut Indonesia masih akan terkunci oleh batu bara atau coal lock in.
Makalah kebijakan tersebut juga menyoroti keberpihakan pemerintah pada batu bara seperti kebijakan kewajiban pasar domestik (DMO), batu bara bersih, kebijakan fiskal probatu bara, royalti 0 persen, hingga pembangunan PLTU yang masih terus berlanjut.
Sementara kebijakan untuk pengembangan energi terbarukan masih dibatasi, iklim investasi energi terbarukan tidak cukup menarik, serta regulasi energi terbarukan yang kerap berubah sehingga memberikan ketidakpastian hukum bagi investor.
Pengkampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari mengatakan, jebakan coal lock in ini membuat Indonesia makin sulit untuk melakukan transisi energi.
Baca juga: COP28 Rampung: Dunia Sepakat Lakukan Transisi, Awal dari Akhir Era Fosil
Dia menambahkan, harus ada reformasi kebijakan dan kemauan politik yang kuat untuk keluar dari ketergantungan pada energi fosil.
“Dampak krisis iklim sudah sampai di meja makan kita, kehilangan dan kerugian akibat gagal panen dan gagal tanam sudah terjadi dimana-mana,” ujar Adila, sebagaimana dilansir siaran pers Greenpeace Indonesia.
“Penghapusan penggunaan batu bara harus dilakukan secara cepat dan adil, hapus solusi palsu seperti PLTU kawasan, co-firing biomassa dan gasifikasi batu bara dari skema transisi energi, serta mendorong peran PLN untuk menghasilkan regulasi turunan yang memperkuat proses transisi energi,” sambungnya.
Sedangkan di sektor kehutanan, COP28 menyepakati perlu adanya penguatan upaya melawan deforestasi dan penggundulan hutan pada 2030, hingga melestarikan keanekaragaman hayati pada lanskap darat dan ekosistem laut.
Baca juga: COP28 Molor, Bahasan Penghapusan Bakan Bakar Fosil Berjalan Alot
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya