KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN).
Aturan yang akan menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional tersebut selanjutnya diproses oleh Menteri ESDM selaku Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahlil menyampaikan, RPP KEN mencakup sejumlah perubahan, salah satunya penambahan bab dari sebelumnya enam bab menjadi tujuh bab.
Baca juga: RGE Komitmen Dukung Transisi Energi Hijau, Targetkan 90 Persen Energi Bersih pada 2030
Selain itu ada ada beberapa perubahan dalam pasal yakni satu pasal tetap, 39 pasal berubah bersifat substantif, empat pasal berubah tidak bersifat substantif, dan 49 Pasal penambahan pasal baru.
Ada beberapa hal yang melandasi RPP KEN tersebut, salah satunya perubahan lingkungan strategis yang signifikan baik nasional maupun global.
Alasan lainnya adalah target pertumbuhan ekonomi untuk menjadi negara maju pada 2045, kemajuan pengembangan teknologi energi dan keanekaragaman jenis energi baru terbarukan (EBT), dan kontribusi terbesar sektor energi dalam memenuhi komitmen nasional pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) serta net zero emission (NZE) pada 2060.
"24 pasal telah mendapat masukan dan keputusan bersama, yaitu terdiri dari 13 pasal mengalami perubahan dan 11 pasal tetap," kata Bahlil, sebagaimana dilansir dari siaran pers Kementerian ESDM, Jumat (6/9/2024).
Baca juga: Pemerintah Ungkap Indonesia Punya Potensi Energi Surya 3.300 GW
Pimpinan Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengingatkan, sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, khususnya pasal 11 ayat 2, disebutkan bahwa kebijakan energi nasional ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR.
"Yang mendasari pemerintah mengajukan RPP KEN sebagai penggantian Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014, di antaranya adalah tidak tercapai target dalam PP KEN seperti realisasi pasokan energi primer sampai 2022 yang masih di bawah angka proyeksi KEN dan realisasi pencapaian program energi primer," jelas Eddy.
Eddy menjelaskan, tidak tercapainya target tersebut antara lain disebabkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada 2019 dan pandemi Covid-19.
Sebelumnya, RPP KEN mendapat sorotan karena menurunkan target EBT, dari awalnya 23 persen pada 2025 menjadi antara 17 sampai 19 persen pada 2025.
Selain itu, porsi EBT pada 2030 ditarget antara 19 persen 21 persen dalam bauran energi nasional.
Baca juga: Mengintip Strategi Efisiensi Energi Sido Muncul hingga Raih Lestari Awards 2024
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, penurunan target EBT menyiratkan lemahnya komitmen untuk melakukan transisi energi dan saratnya kepentingan untuk mempertahankan energi fosil.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, daripada menurunkan target EBT, seharusnya DEN lebih progresif melakukan transisi energi.
Dia berujar, DEN justru dapat membongkar hambatan-hambatan koordinasi, tumpang tindih kebijakan, dan prioritas untuk membuat EBT serta efisiensi energi berkembang pesat.
"Target bauran energi terbarukan yang diusulkan DEN membuat kredibilitas arah kebijakan transisi energi Indonesia diragukan oleh investor dan dunia internasional," ucap Fabby dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (31/1/2024).
Dia menambahkan, rendahnya target EBT pada 2025 dan 2030 juga tidak sejalan dengan kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP) yang membidik 44 persen bauran EBT pada 2030.
Padahal, target JETP juga selaras dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang dibahas berbarengan dengan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) tahun lalu.
Baca juga: Panas Bumi dan Air Berpotensi Jadi Sumber Energi Listrik Utama Nasional
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya