KOMPAS.com - Sebuah studi baru mengungkapkan jumlah dan proporsi gas metana yang dilepaskan manusia ke atmosfer meningkat. Situasi ini menurut peneliti makin mempercepat perubahan iklim.
Studi tersebut menemukan tahun 2020 (tahun terakhir data lengkap tersedia) dunia melepaskan 670 juta ton (608 juta metrik ton) metana ke udara. Jumlah tersebut naik hampir 12 persen dari tahun 2000.
Namun yang mengejutkan, sumber emisi yang berasal dari manusia melonjak hampir 18 persen dalam kurun waktu tersebut.
Sementara itu, emisi alami yang sebagian besar dari lahan basah, naik hanya 2 persen dalam waktu yang sama.
Seperti dikutip dari Phys, Kamis (12/9/2024) meski data yang digunakan peneliti hanya hingga tahun 2020, namun pemantauan global terhadap tingkat metana di udara menunjukkan bahwa konsentrasi dalam empat atau lima tahun terakhir meningkat lebih cepat dari periode-periode sebelumnya.
Baca juga: Google Kembangkan Satelit untuk Lacak Emisi Metana yang Sumbang Perubahan Iklim
Peneliti menyebut kadar metana di udara sekarang 2,6 kali lebih tinggi daripada masa pra-industri.
Kadar metana di udara sempat stabil untuk sementara waktu di awal tahun 2000-an, tetapi seperti temuan peneliti, kini jumlahnya melonjak.
Manusia menyebabkan emisi metana dengan membakar bahan bakar fosil, terlibat dalam pertanian skala besar, dan pembuangan sampah organik di pembuangan sampah.
"Metana adalah ancaman iklim yang diabaikan dunia. Metana telah meningkat jauh lebih banyak dan jauh lebih cepat daripada karbon dioksida," ungkap Rob Jackson, penulis utama studi dan kepala Global Carbon Project.
Ilmuwan iklim Bill Hare dan juga CEO Climate Analytics, yang tidak menjadi bagian dari penelitian tersebut mengatakan temuan studi ini sangat mengkhawatirkan meski bukan kejutan besar.
Menurutnya pula agar dunia dapat mempertahankan pemanasan hingga batas yang disepakati yaitu 1,5 derajat Celcius sejak masa pra-industri, dunia perlu memangkas emisi karbon dioksida hampir setengahnya dan metana lebih dari sepertiganya.
Namun Jackson mengatakan tren emisi metana saat ini membuat dunia menargetkan mencegah pemanasan sebesar 3 derajat Celsius, dua kali lipat dari target perjanjian Iklim Paris 2015.
Peneliti dalam studi ini sebagian besar berfokus pada asal metana, baik dari segi lokasi maupun sumbernya.
Baca juga: Mengapa Kita Harus Khawatir Peningkatan Gas Metana?
Secara geografis, emisi metana yang disebabkan manusia meningkat di mana-mana kecuali Eropa, dengan lonjakan besar di Asia, terutama Tiongkok dan India.
Dalam 20 tahun terakhir, emisi metana dari pertambangan batu bara, minyak, dan gas telah melonjak 33 persen.
Sementara dari tempat pembuangan sampah dan limbah meningkat 20 persen dan emisi pertanian naik 14 persen. Sumber emisi tunggal terbesar lain yang berhubungan dengan manusia adalah industri peternakan sapi.
Peneliti mengungkapkan juga peningkatan metana alami dari lahan basah tropis dipicu oleh suhu yang lebih hangat, menyebabkan mikroba mengeluarkan lebih banyak gas.
"Kita memiliki lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan jika kita ingin menghindari konsekuensi paling buruk dari pemanasan global," tambah Ilmuwan iklim Universitas Victoria Andrew Weaver, yang tidak menjadi bagian dari penelitian.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya