Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Tunjukkan Emisi Metana ke Atmosfer Meningkat Lebih Cepat dari Sebelumnya

Kompas.com - 13/09/2024, 12:10 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Sebuah studi baru mengungkapkan jumlah dan proporsi gas metana yang dilepaskan manusia ke atmosfer meningkat. Situasi ini menurut peneliti makin mempercepat perubahan iklim.

Studi tersebut menemukan tahun 2020 (tahun terakhir data lengkap tersedia) dunia melepaskan 670 juta ton (608 juta metrik ton) metana ke udara. Jumlah tersebut naik hampir 12 persen dari tahun 2000.

Namun yang mengejutkan, sumber emisi yang berasal dari manusia melonjak hampir 18 persen dalam kurun waktu tersebut.

Sementara itu, emisi alami yang sebagian besar dari lahan basah, naik hanya 2 persen dalam waktu yang sama.

Kadar Metana di Udara

Seperti dikutip dari Phys, Kamis (12/9/2024) meski data yang digunakan peneliti hanya hingga tahun 2020, namun pemantauan global terhadap tingkat metana di udara menunjukkan bahwa konsentrasi dalam empat atau lima tahun terakhir meningkat lebih cepat dari periode-periode sebelumnya.

Baca juga: Google Kembangkan Satelit untuk Lacak Emisi Metana yang Sumbang Perubahan Iklim

Peneliti menyebut kadar metana di udara sekarang 2,6 kali lebih tinggi daripada masa pra-industri.

Kadar metana di udara sempat stabil untuk sementara waktu di awal tahun 2000-an, tetapi seperti temuan peneliti, kini jumlahnya melonjak.

Manusia menyebabkan emisi metana dengan membakar bahan bakar fosil, terlibat dalam pertanian skala besar, dan pembuangan sampah organik di pembuangan sampah.

"Metana adalah ancaman iklim yang diabaikan dunia. Metana telah meningkat jauh lebih banyak dan jauh lebih cepat daripada karbon dioksida," ungkap Rob Jackson, penulis utama studi dan kepala Global Carbon Project.

Ilmuwan iklim Bill Hare dan juga CEO Climate Analytics, yang tidak menjadi bagian dari penelitian tersebut mengatakan temuan studi ini sangat mengkhawatirkan meski bukan kejutan besar.

Menurutnya pula agar dunia dapat mempertahankan pemanasan hingga batas yang disepakati yaitu 1,5 derajat Celcius sejak masa pra-industri, dunia perlu memangkas emisi karbon dioksida hampir setengahnya dan metana lebih dari sepertiganya.

Namun Jackson mengatakan tren emisi metana saat ini membuat dunia menargetkan mencegah pemanasan sebesar 3 derajat Celsius, dua kali lipat dari target perjanjian Iklim Paris 2015.

Sumber Metana

Peneliti dalam studi ini sebagian besar berfokus pada asal metana, baik dari segi lokasi maupun sumbernya.

Baca juga: Mengapa Kita Harus Khawatir Peningkatan Gas Metana?

Secara geografis, emisi metana yang disebabkan manusia meningkat di mana-mana kecuali Eropa, dengan lonjakan besar di Asia, terutama Tiongkok dan India.

Dalam 20 tahun terakhir, emisi metana dari pertambangan batu bara, minyak, dan gas telah melonjak 33 persen.

Sementara dari tempat pembuangan sampah dan limbah meningkat 20 persen dan emisi pertanian naik 14 persen. Sumber emisi tunggal terbesar lain yang berhubungan dengan manusia adalah industri peternakan sapi.

Peneliti mengungkapkan juga peningkatan metana alami dari lahan basah tropis dipicu oleh suhu yang lebih hangat, menyebabkan mikroba mengeluarkan lebih banyak gas.

"Kita memiliki lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan jika kita ingin menghindari konsekuensi paling buruk dari pemanasan global," tambah Ilmuwan iklim Universitas Victoria Andrew Weaver, yang tidak menjadi bagian dari penelitian.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

LSM/Figur
Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

BUMN
Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Pemerintah
Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Pemerintah
Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Swasta
Google Beli 100.000 Sertifikat Karbon dari Proyek 'Biochar' di India

Google Beli 100.000 Sertifikat Karbon dari Proyek "Biochar" di India

Swasta
Bencana Hidrometeorologi Ekstrem Risiko Terbesar 10 Tahun ke Depan

Bencana Hidrometeorologi Ekstrem Risiko Terbesar 10 Tahun ke Depan

LSM/Figur
Mencairnya Es Antarktika Bisa 'Bangunkan' 100 Gunung Berapi Bawah Laut

Mencairnya Es Antarktika Bisa "Bangunkan" 100 Gunung Berapi Bawah Laut

LSM/Figur
Grab-BYD Kerjasama Sediakan 50.000 GrabCar Listrik di Asia Tenggara

Grab-BYD Kerjasama Sediakan 50.000 GrabCar Listrik di Asia Tenggara

Swasta
Menteri Lingkungan Hidup: Limbah Makan Bergizi Gratis Akan Jadi Kompos

Menteri Lingkungan Hidup: Limbah Makan Bergizi Gratis Akan Jadi Kompos

Pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Anjlok 50 Persen akibat Perubahan Iklim

Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Anjlok 50 Persen akibat Perubahan Iklim

LSM/Figur
Perdagangan Karbon Internasional di RI Sempat Terkendala Peraturan Ini

Perdagangan Karbon Internasional di RI Sempat Terkendala Peraturan Ini

Pemerintah
Perdagangan Karbon, Upaya Pemerintah Ubah 'Aset Hijau' Jadi Pendorong Ekonomi Berkelanjutan

Perdagangan Karbon, Upaya Pemerintah Ubah "Aset Hijau" Jadi Pendorong Ekonomi Berkelanjutan

Pemerintah
Tanam Mangrove Ditarget 1.500 Hektare Lahan Setahun ke Depan

Tanam Mangrove Ditarget 1.500 Hektare Lahan Setahun ke Depan

Pemerintah
2,48 Juta Karbon dari Indonesia Dijual ke Luar Negeri Mulai 20 Januari

2,48 Juta Karbon dari Indonesia Dijual ke Luar Negeri Mulai 20 Januari

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau