KOMPAS.com - Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova mengungkapkan, sampah plastik dari Indonesia yang terbuang ke laut bisa hanyut sampai Afrika Selatan.
Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, sekitar 10 hingga 20 persen sampah plastik tersebut bisa mencapai ujung selatan "Benua Hitam" tersebut.
Reza menuturkan, sampah plastik yang mencemari lautan dapat hanyut hingga melintasi samudera, sebagaimana dikutip situs web BRIN.
Baca juga: Kelola Limbah Plastik, Amandina Raih Penghargaan ESG Tech Environmental Services
Dalam kasus Indonesia, sampah plastik yang berakhir ke lautan hanyut melintasi Samudera Hindia sampai masuk ke Samudera Pasifik.
"Walaupun tidak secara keseluruhan, sekitar 10 hingga 20 persennya akan langsung menuju Afrika Selatan," kata Reza pada Media Lounge Discussion (MELODI), bertajuk Kebocoran Sampah Plastik ke Laut Indonesia dan Strategi Penanganannya, di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Dalam meneliti pergerakan sampah plastik, Reza menuturkan BRIN bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi.
Dalam penelitian tersebut, tim melepaskan sampah plastik yang terbagi menjadi 11 drifter dari Sunagi Cisadane.
Dari 11 drifter yang dilepaskan, dua di antaranya hampir mendekati Madagaskar dalam kurun waktu enam bulan.
Baca juga: Inisiatif PCX Markets Sukses Alihkan Limbah Plastik Setara 6,6 Miliar Botol
Kendati hanya sekitar 10 persen yang sampai ke Afrika Selatan, sambung Reza, sisanya atau lebih dari 50 persen sampah plastik mengarah ke sungai-sungai di Indonesia yang mencemari wilayah sekitarnya.
"Contohnya, kalau (sampah plastik) yang dari Jakarta, ke mana? Ke pesisir utara Jakarta, Bekasi, kemudian ke arah Tangerang, ke arah Sumatera, itu bolak-balik. Perairan Indonesia itu kompleks. Tergantung dari arusnya membawa ke mana," terangnya.
Dia menuturkan, sebagian besar sampah plastik di perairan Indonesia hanyut ke Samudra Hindia. Di mana, di Samudra Hindia terdapat beberapa negara, seperti Maladewa, Mauritania, dan lain sebagainya.
Pemerintah sendiri menargetkan dapat menurunkan kebocoran sampah plastik dari aktivitas masyarakat sebesar 70 persen pada 2025.
Namun faktanya, jelas Reza, sampai penghitungan tahun ini baru berkurang 41,68 persen.
Baca juga: Lego Ganti Bahan Bakar Fosil dengan Plastik Terbarukan untuk Produknya
Dia menambahkan, produksi plastik meningkat pesat sampai 20 kali lipat sejak diproduksi massal pada 1950 hingga saat ini.
"Plastik sebenarnya bukan sesuatu hal yang buruk, tapi sesuatu yang bermanfaat. Namun yang jadi masalah adalah ketika produk plastik ini sudah diproduksi, kemudian digunakan, akhirnya terbuang menjadi sampah," ungkap Reza.
Lebih dari 60 persen sampah plastik yang dihasilkan secara global, termasuk Indonesia, adalah sampah plastik sekali pakai, seperti saset, kantong plastik, botol minuman, dan sedotan.
Sampah-sampah ini membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, mencemari laut, dan merusak habitat biota laut.
Dia menyoroti pengelolaan sampah di Indonesia masih sangat jauh dari kata optimal. Karena sampah yang dibawah ke tempat pengelolaan akhir sampah baru sekitar 50 persen.
Baca juga: Mesin Daur Ulang BCA Kumpulkan 4.400 Sampah Botol Plastik di BCA Expo 2024
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya