Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emisi Gas Rumah Kaca Sebabkan El Nino Ekstrem Lebih Sering Terjadi

Kompas.com, 1 Oktober 2024, 13:50 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ilmuwan iklim dalam sebuah studi barunya mengungkapkan bumi dapat mengalami peristiwa El Nino ekstrem yang lebih sering terjadi pada tahun 2050 jika emisi gas rumah kaca terus meningkat.

Pola iklim yang dikenal sebagai El Nino ini menjadi penyebab utama panas, banjir, dan kekeringan.

"Sangat menakutkan bahwa 2050 sudah dekat. Jika peristiwa ekstrem ini menjadi lebih sering terjadi, masyarakat mungkin tidak memiliki cukup waktu untuk pulih, membangun kembali, dan beradaptasi sebelum El Nino berikutnya melanda. Konsekuensinya akan sangat dahsyat," ungkap Pedro DiNezio, salah satu penulis utama studi dari University of Colorado Boulder.

Mengutip laman resmi University of Colorado Boulder, Selasa (1/10/2024) El Nino terjadi ketika suhu air di sepanjang ekuator di Samudra Pasifik naik di atas rata-rata untuk jangka waktu yang lama.

Baca juga: Periode Kekeringan di Masa Depan Akan Lebih Lama dari yang Diperkirakan

El Nino Ekstrem

Ketika area tersebut menghangat hingga 3,6°F (-16 derajat Celsius) di atas rata-rata, para ilmuwan mengklasifikasikan peristiwa El Nino sebagai ekstrem.

Sejak Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS mulai mengumpulkan data pada tahun 1950-an, lembaga tersebut telah mencatat tiga hingga empat peristiwa El Niño ekstrem.

Selama El Nino ekstrem, dampak pada cuaca global cenderung lebih parah. Misalnya, selama musim dingin tahun 1997-98, El Niño membawa curah hujan yang memecahkan rekor di California, yang menyebabkan tanah longsor dahsyat.

Selama periode yang sama, planet ini kehilangan sekitar 15 persen terumbu karangnya akibat pemanasan yang berkepanjangan.

“Peristiwa El Niño sulit disimulasikan dan diprediksi karena ada banyak mekanisme yang mendorongnya. Hal ini telah menghambat kemampuan kita untuk menghasilkan prediksi yang akurat dan membantu masyarakat bersiap serta mengurangi potensi kerusakan,” tulis peneliti dalam studinya.

Baca juga: Air, Kekeringan, dan Ketahanan Pangan Berkelanjutan

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perubahan iklim intensif dan meningkatkan frekuensi peristiwa cuaca ekstrem, mungkin terkait dengan perubahan pola El Niño. Namun, karena keterbatasan data, para ilmuwan belum dapat memastikan apakah El Niño akan menguat seiring pemanasan.

Untuk mengetahuinya, peneliti mulai menyimulasikan peristiwa El Niño dalam 21.000 tahun terakhir menggunakan model komputer.

Peningkatan Gas Rumah Kaca

Hasilnya, model tersebut memprediksi bahwa jika masyarakat terus memompa gas rumah kaca ke atmosfer pada tingkat saat ini, satu dari dua kejadian El Niño bisa menjadi ekstrem pada tahun 2050.

Penelitian DiNezio menunjukkan bahwa saat atmosfer menghangat dengan cepat akibat emisi gas rumah kaca, planet mengalami umpan balik Bjerknes yang lebih kuat, yang menyebabkan kejadian El Niño ekstrem yang lebih sering terjadi.

Baca juga: Gelombang Panas dan Kekeringan Sebabkan Kerugian Miliaran Dollar AS dalam Setahun

Umpan balik Bjerknes merupakan kondisi di mana angin yang melemah selama El Nino memungkinkan air hangat mengalir ke timur dan air yang lebih hangat makin melemahkan angin.

Dengan El Nino terkini yang telah berlalu, peneliti menekankan masyarakat perlu fokus mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak peristiwa El Nino ekstrem di masa mendatang.

Itu termasuk mengurangi emisi dan membantu masyarakat, terutama di negara-negara berkembang menjadi tangguh menghadapi cuaca ekstrem.

“Kami kini memahami bagaimana peristiwa ekstrem ini terjadi, dan kami hanya perlu kemauan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil,” ungkap DiNezio.

Temuan yang dipublikasikan 25 September di jurnal Nature ini pun menekankan untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celsius guna menghindari dampak iklim yang dahsyat.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
LSM/Figur
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Pemerintah
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Pemerintah
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
LSM/Figur
Survei HSBC: 95 Persen CEO Anggap Transisi Iklim Peluang Pertumbuhan Bisnis
Survei HSBC: 95 Persen CEO Anggap Transisi Iklim Peluang Pertumbuhan Bisnis
Pemerintah
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Pemerintah
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Melawan Korupsi Transisi Energi
Melawan Korupsi Transisi Energi
Pemerintah
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
Pemerintah
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
LSM/Figur
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau