Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Kompas.com, 4 Oktober 2024, 18:23 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut telah melakukan sejumlah upaya pengendalian peredaran merkuri di Indonesia, untuk melindungi lingkungan maupun kesehatan manusia.

Beberapa di antaranya, mengatur sistem perdagangan impor merkuri, menyita 36,29 ton batu sinabar dan lebih dari 20 ton merkuri elemental, serta melakukan peringatan publik atas penemuan 135 kosmetik yang mengandung merkuri oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 2023.

Kemudian, mengawasi dan menghapus lebih dari 700 tautan perdagangan ilegal merkuri di platform marketplace, menarik alat kesehatan yang mengandung merkuri di 15 provinsi, serta membangun fasilitas pengolahan emas bebas merkuri di 10 lokasi di Indonesia.

Baca juga: Permafrost Arktik yang Mencair Bisa Lepaskan Bom Merkuri

"Hingga Agustus 2024 capaian pengurangan dan penghapusan merkuri di empat bidang prioritas yaitu manufaktur, energi, pertambangan emas skala kecil, dan kesehatan sekitar 50 ton," ujar Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong dalam acara "Penguatan Komitmen Bersama dan Koordinasi Pengendalian Peredaran Merkuri di Indonesia" yang digelar di Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Acara ini sebagai bagian dari implementasi Bali Declaration on Combating Illegal Trade of Mercury yang diadopsi pada COP-4 Konvensi Minamata tahun 2022.

"Pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri terbukti memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan," ujarnya dalam keterangan tertulis. 

Pada tahun 2015, Asia Tenggara dan Asia Timur mencatat penggunaan merkuri tertinggi di dunia, terutama di sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) yang tersebar luas di Indonesia.

Menurut laporan UNEP, lebih dari separuh merkuri yang digunakan di PESK diperdagangkan secara ilegal, dan beberapa di antaranya dapat dengan mudah diperoleh secara daring.

Baca juga: Alternatif Teknologi Berkelanjutan untuk Mengatasi Pencemar Merkuri

Pemerintah bentuk satgas

Ia mengatakan, keterlibatan berbagai pemangku kepentingan mulai dari kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, industri, universitas, organisasi masyarakat, hingga Basel and Stockholm Convention Regional Centre (BSCRC) Asia Tenggara, diharapkan dapat memperkuat koordinasi dalam pengendalian peredaran merkuri.

"Serta meningkatkan komitmen untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari dampak negatif penggunaan merkuri," ungkap dia. 

Alue memberikan arahan mengenai pembentukan satuan tugas lintas kementerian dan lembaga untuk mengendalikan peredaran merkuri. Di antaranya melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian peredaran merkuri di tingkat nasional maupun internasional; mewujudkan tata kelola pertambangan yang baik dan berizin.

Baca juga: Studi Ungkap Merkuri di Atmosfer Meningkat Tujuh Kali Lipat

Lalu, meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan terkait dalam pengendalian peredaran merkuri; serta mengembangkan riset dan menyediakan teknologi pengolahan emas non-merkuri dan pengolahan merkuri yang efektif.

“Dengan sinergi dan kolaborasi yang kuat, saya yakin kita dapat mencapai tujuan kita dalam mendukung upaya pengurangan dan penghapusan merkuri. Mari kita jadikan merkuri sebagai sejarah masa lalu,” pungkas Alue. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau